Monday, March 28, 2011

cerpen : 1 .. 2.. 3 .. 4 .. NO! (part 3)


KENNY.
                Kenny berjalan menuju taman kecil yang artistik itu. Menurutnya tempat itu tenang dan nyaman. Tapi yang lebih ia sukai ketika sehabis hujan. Udaranya enak sekali!—dan ia pun sangat suka dengan udara sehabis hujan.
                Langkahnya terhenti sejenak ketika melihat seorang gadis tengah duduk di bangku taman tersebut. Gadis berambut panjang itu tengah membuka buku yang sedari tadi berada di pangkuannya. Ia mengamatinya beberapa saat, kemudian memutuskan untuk mendatanginya.
                “Hai ..”, sapa Kenny. Gadis itu terlonjak, buku yang ia bawa terlempar. Dan ..
“aduuhh!! Kepala gue!”, teriak Kenny yang ketiban buku.
“ya, Tuhan!. Maaf aku nggak tau, nggak sengaja. Maaf ya, maaf!”, ucap si Gadis kemudian.
“nggak apa kok”. Kenny pun mengambil buku ‘sialan’ itu.
“Ini buku kamu”, ucap Kenny sembari mendekatkan buku tersebut pada pemiliknya. Gadis itu hanya memberikan seulas senyum. Manis, pikir Kenny.
Suasana tiba-tiba menjadi hening. “Emm, kita belum kenalan. Siapa nama kamu?”, Kenny mencoba mencairkan suasana. Cewek itu hanya diam menatapnya. Kenny tidak bisa mengartikan tatapan tersebut. Bingung, takut, atau apa?. “Nama kamu siapa?”, ulangnya lagi. Gadis itu tetap diam. Kali ini Kenny seperti mendapatkan sesuatu yang aneh dengan cewek didepannya ini. “Halooo?”, ujar Kenny sambil melambaikan tangan di depan mata gadis itu. Dahinya berkerut kemudian. Kok dia nggak kedip?, batinnya. Atau jangan-jangan dia ..
“Aku, Chika”, seru gadis itu tiba-tiba.
“Oh .. e-eh, aku Kenny”
Suasana hening kembali. “Kok kamu bisa disini?”, kata Kenny.
“Tiap habis hujan aku selalu kesini. Abis, aku suka sama bau udara kalo habis ujan. Apalagi disini, sejukkkk banget”
“sama dong!. Ternyata orang aneh nggak cuma aku ya ..”, ceplos Kenny
“Maksud kamu???”
“E-eh jangan salah paham. Jadi temen-temenku itu bilang aku aneh gara-gara suka bau udara habis ujan. Kata mereka sih baunya sama aja, nggak ada spesial-spesialnya. Tapi, eh … ternyata ada orang yang ‘sejenis’ kayak gue. Haaha”. Chika ikut tertawa mendengar penuturan Kenny.
“kamu kesini sendirian?”, tanya Chika tiba-tiba. Kenny heran mendengar pertanyaan Chika barusan.
“iya, memangnya kenapa?”
“oh, ng-nggak ..”
Kenny semakin heran. Seperti ada sesuatu yang janggal baginya, apalagi melihat ekspresi Chika yang meragukan itu. Chika seperti … ketakutan?. Tapi Kenny menolak untuk memikirkannya dan mengalihkan pembicaraan. Mereka pun larut dalam suatu obrolan ringan.
Suasana hening lagi. Oh, Kenny paling benci suasana seperti ini!.
“Aku buta”, seru Chika tiba-tiba. Kenny hanya terdiam. Seperti yang gue duga, batinnya. Kenny hanya tersenyum—yang dia tahu Chika nggak bisa liat senyumnya.
“Ya .. aku tau, kok”, jawab Kenny singkat.
“Ha? Tau? Darimana? K-kok bisa?”
“Tadi waktu kamu diem, aku sempat ngelambaiin tangan berkali-kali di depan wajah kamu. Aku kira kamu ngelamun, tapi kamu nggak kedip sama sekali. Nah, dari situ aku mulai curiga”
“Jadi? Masih mau temenan sama aku?”
Sedetik kemudian tawa Kenny meledak mendengar pertanyaan Chika. “ya iyalah!. Elo tu orangnya seru tahu! Jarang lagi ada cewek yang kalo diajak omong bisa seru kayak elo. Masak gue mau nyia-nyiain kesempatan dapet temen ngobrol yang asik?. How stupid I am, dong. Hahaa”.
“Hahaa, nggak heran deh. Semua juga pada ngomong kalo gue asyik kok orangnya. Haha.!”, sembur Chika.
“ye .. malah narsis!”. Mereka pun tertawa.
Tiba-tiba suara guntur mulai terdengar. Kenny melihat Chika yang tersenyum.
“Mau hujan ya?”, tanya Chika. Wajahnya tampak sumringah.
“iya, kenapa?. Mau pulang?. Gue anterin ya? Rumah elo di kompleks ini juga kan?”, giliran Kenny yang bertanya.
“Boleh kok kalo mau nganter, tapi entar dulu. Nungguin hujan dateng”
“kok malah nungguin hujan?”
“gue suka hujan. Gue suka titik-titik air jatuh di wajah gue”
Kenny hanya mengangkat kedua alisnya mendengar perkataan Chika. Sedetik kemudian hujan mulai menerpa. Chika bangkit berdiri dengan kedua tangannya menengadah. Ia mendongakan wajahnya. Hujan makin deras. Senyum Chika makin lebar, kemudian ia memutar-mutar tubuhnya. Kenny terheran melihat tingkah laku Chika.
“Ayo, Ken ikut!”, teriak Chika. Kenny hanya terdiam dan menuruti Chika. Ia berjalan ke sebelah Chika yang basah kuyub.
“kok elo gila ujan gini sih?”, tanya Kenny sedikit berteriak berpacu dengan suara hujan yang kian menderu.
“simple kok. Hujan itu indah. Hujan kayak bisa ngilangin kesedihan gue, dan hujan yang nutupin air mata gue kalo nangis, jadi orang lain gak bakal tau. haha!”.
Kenny tersenyum mendengar jawaban Chika. Entah mengapa ia merasa damai saat melihat orang yang baru ia kenal beberapa menit yang lalu itu tertawa selepas ini.
Î
“jadi disini rumah kamu?”, tanya Kenny saat mereka sampai disebuah rumah tingkat bercat hijau mint. Arsitekturnya yang minimalis dan natural membuat rumah ini terlihat begitu tenang dan nyaman. “ternyata rumah kita deket banget ya. Rumahku di blok depan, blok sebelas. Haha”. Chika hanya tersenyum mendengar celotehan Kenny. “ayo masuk dulu, Ken”, ucap Chika sambil membuka pintu pagar rumahnya dengan lancar. Kenny pun segera mengikuti Chika memasuki rumah itu. baru selangkah masuk, tiba-tiba ..
“Chika .. kamu ujan-ujanan lagi ya?. Dasar, dari kecil nggak ilang-ilang juga penyakitnya”, sembur seorang wanita berumur sekitar tiga puluh tahunan. Wanita itu memakai kaos oblong berwarna merah dan celana pendek selutut berwarna putih. gayanya anak muda banget?. Masak sih ini mamanya Chika?, batin Kenny.
“hehe. Maklum, Bun. Dasaran aku emang suka main air sih. Jadi mumpung ada ‘wahana air’ gratis gini kan kenapa nggak?. Hahaha”, yang diomeli malah cengengesan.
Tu kan bener, ternyata mamanya Chika. Ckck, gaul bener .. haha, pikir Kenny lagi.
Sang Bunda hanya geleng-geleng kepala. “itu siapa, Ka yang anter kamu? Kok Bunda belum pernah liat?”, tanya beliau pelan. Kenny hanya tersenyum ke arah beliau menyadari dirinya sedang diperhatikan.
“oh, iya .. Chika lupa ngenalin!. Bunda ini Kenny, temen Chika. Rumah dia di gang depan kok, jadi ya .. masih bisa dibilang tetanggaan lah. Ken, ini Bunda aku. Kamu jangan panggil tante tapi Bunda aja soalnya Bunda tu orangnya gengsian. Katanya kalo dipanggil tante dia ngerasa tua banget, padahal takdirnya kan emang udah tua. hahahaha”
“yeee .. dasar kamu itu. Gengsi apanya?. Bunda maunya dipanggil bunda sama semua orang karena bunda berharap bisa menjadi ‘Bunda’ bagi semua orang”
“yah … itu apa lagi!. Jangan harap deh, Bun. Hahahaa”
“Oh, dasar kamu ya! Bunda kasih jurus naga api baru tahu rasa deh!”, ucap Bunda sambil menggelitiki pingang Chika. Chika tertawa tergelak-gelak saking gelinya. Kenny yang melihat aksi anak dan bunda itu hanya bisa melongo dan ikut ngakak. Asyiik banget sih! Gokil!, batin Kenny. Tiba-tiba ia terdiam. Chika beruntung, pikirnya. Seberkas rasa iri tersirat di hatinya.
CHIKA.
“Sayang, ayo bangun!”, suara Bunda sudah terdengar di kamarku. “hemmm ..”, ucap Chika singkat kemudian tidur lagi. Abis ngantuk banget sih .. . “Dasar kebo deh. Ayo, bangun!! Ye .. malah tidur lagi”, oceh bunda sambil terus menarik-narik selimut Chika. Chika bersikeras untuk menarik selimutnya juga. Jadilah pertarungan sengit Chika VS Bunda. “Oo, tetep nggak mau bangun nih?”, ujar beliau. Chika hanya diam sembari menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Udah kayak lemper aja deh. Tiba-tiba ia merasakan beberapa benda menghantam tubuhnya.
“wooo .. woo .. Bun, apaan nih? Euy!”, Chika langsung protes dan menyelamatkan diri dari serangan bom atom bunda.
“Ayo, bangun .. cepetan bangun!”, seru bunda.
“iya,iya aku bangun nih lho. Huhh .. bunda apaan sih lempar-lempar Chika pake boneka sega ..”
Pluuukkk!.
“Bundaaaa!!! Chika kan udah bangun, kok masih dilemparin pake boneka sih??”, semburnya sambil mengusap-usap wajahnya.
“hehehee .. sorry, sayang. Yang tadi itu amunisi terkahir bunda dengan jurus balik badan eksotis, lagi pula bunda tadi nggak tahu kalo kamu udah bangun. Hehehe, jadi ya .. sudah takdir kamu dapet yang terakhir itu”, jelas bunda dengan nada penuh kemenangan. Yang mendengarnya hanya bisa melengos kesal dan geleng-geleng kepala.
“udah, sekarang kamu turun. Udah ditungguin sama temen kamu tuh”
“siapa? Dira lagi?”, ucap Chika malas.
“idiihh .. anak bunda kok sensi gini sih?. Dira kan baik orangnya”. Hufff .. please deh, Bun. Stop bangga-banggain Dira melulu.

“terus siapa dong?. Valen?”
“bukan. Bunda lupa namanya siapa. K-ka .. karyo? Ih, masak sih namanya karyo? Nggak cocok ah sama mukanya. Ke-kes, duh .. bunda lupa!. Pokoknya temenmu yang kemaren nganterin kamu itu lho ..”
Dahinya berkerut samar. Yang kemaren?. Masak sih ..
“Kenny?”
“nah, itu!. iya, kamu udah ditunggu Kenny dibawah”. Ngapain dia kesini pagi-pagi, batinnya.
“udah, cepetan turun.. malah bengong!. Dia udah tungguin kamu dari setengah jam yang lalu lho”
“ha?? Setengah jam?. Kenapa bunda nggak bilang dari tadi?”, ujar Chika sembari beranjak turun dari tempat tidur.
“nggak bilang apanya??. Lha terus yang dari tadi itu apa?”, ujar bunda defensif. Chika hanya menanggapi ocehan bunda dengan ber’hehe’ ria kemudian berlari kecil menuruni tangga.
Î
“Kenny?”, ucapnya ragu.
“Hei, Chika!”, suara Kenny terdengar riang di telinga Chika.
“Hai!. Mmm .. kamu ngapain disini?. Eh, maksudku kok pagi-pagi kesini?”
“hehe. Nggak apa-apa sih, aku cuma mau ajak kamu jalan-jalan pagi. Mumpung weekend nih. Ke taman kompleks atau kemana gitu kek. Mumpung udaranya enak, tadi malem kan hujan”
Dahinya menjadi keriting saat mendengar perkataan Kenny. Hmm .. iya nggak ya?, Chika menimang-nimang.
“nggak usah takut, Chik. Gue sendirian kok dan gue nggak bakal ngapa-ngapain elo”, jawab Kenny seakan dia bisa baca pikirannya .
“hmm .. oke deh. Aku siap-siap bentar sama pamit bunda dulu ya. Nunggu lagi nggak apa kan? Hehehe”, Chika hanya bisa meringis, kemudian kembali ke kamar setelah mendapat persetujuan dari Kenny.
Î
“Berangkat dulu, Bun”, ucap Chika sambil melambai ke Bunda.
“Saya pinjem Chika-nya dulu ya, tante .. eh, Bunda. Hehehe”, pamit Kenny pula. Bunda hanya mengangguk dan tersenyum melihat tingkah mereka. Beliau tetap memandangi kedua orang itu hingga lenyap di persimpangan gang. “Kenny keliatannya anak yang baik ya. Bagus deh kalo Chika bisa dapet temen baru kayak gini”, seru Beliau pelan sambil mengelus-elus anjing golden kesayangannya.
“Bunda”, sapa seseorang (lebih tepatnya dua orang deng)
Mendengar dirinya dipanggil, ia segera membalikkan badan.
“eh, Valen, Dira. Ada apa?”
“Chika ada, Bun?”, tanya Valen.
“Lhoh, Chika barusan aja keluar, jalan-jalan pagi sama temennya”
“Temennya?”, ujar Dira heran. Setahunya, semenjak Chika buta Chika bener-bener susah diajak berteman. Sama Dira yang sobatnya dari kecil aja sekarang ogah-ogahan apalagi sama orang lain??. Pol-polan juga sama Valen dia mau, itu juga karena Valen udah jadi sobatnya dari kecil.
“iya, temannya. Bunda lupa namanya siapa, abis susah sih. Pokoknya cowok kok”
Cowok??, pikir Dira. Bunda yang melihat wajah Dira jadi mengkeret langsung heran.
“Kenapa?”
“oh, ng-nggak apa kok, Bun”, Dira jadi gelagapan. Melihat itu naluri kejahilan Bunda muncul. Tuiinngg!.
“Hayooo, kamu jealous ya, Dir?. Udah ngomong aja”
Valen yang dari tadi Cuma diem and jadi obat nyamuk langsung ngikik bahkan ngakak mendengar perkataan bunda. Dia menatap Dira yang sekarang udah kayak kepiting rebus tapi tetep aja berusaha memasang tampang sok cool.
“wee .. ng-nggak. Nggak kok, Bun”, Dira makin gelagapan. “ya, udah kita pamit dulu, Bun”, ujar Dira secepat kilat yang keliatan banget pengen cepet-cepet ngibrit dari situ.
Î
“huh .. enak banget deh!”, ujar Chika sambil menarik napasnya dalam-dalam. Kenny ikut tersenyum melihat sinar kebahagiaan di wajah Chika. Tiba-tiba Kenny memetik setangkai mawar putih di sebelahnya.
“Chik, nih buat kamu”, ucapnya. Ekspresi Chika langsung berubah. Ragu?.
“Makasih, ini mawar putih ya?”, ucap Chika tiba-tiba.
“kok tahu?”
“iya lah .. orang setiap hari aku ketemunya juga sama mawar putih. haha”
Kenny hanya membulatkan mulutnya membentuk huruf O. Chika menerima bunga mawar itu.
“Auuu!!”, teriak Chika tiba-tiba.
“Kenapa?”
“nggak apa kok. Cuma kena duri, lagipula nggak luka kan?”
Kenny melihat jari yang dimaksud Chika. Ia mulai khawatir saat melihat darah yang mengucur di jari yang lentik itu.
“eh, nggak luka apanya?. Darahan banyak gitu kok. Tunggu bentar”
“Eh, mau kemana kamu, Ken?”, tanya Chika.
“Nggak kemana-mana. Ini gue masih di sebelah lo kok. Tenang aja”
“Oh, kirain. Hehee”
“Sini’in tangan kamu”, ucap Kenny.
“mau ngapain?”, Chika heran. Tanpa berucap Kenny langsung menarik tangan Chika. Chika merasakan sesuatu menempel di jarinya.
“untung aku selalu bawa plester buat jaga-jaga”, ujar Kenny lembut. Chika hanya bisa tersenyum dan berucap terimakasih. Entah kenapa, ia merasa senang bersama Kenny. Ia merasa .. spesial?.
“woy, ngelamun aja!”. Suara Kenny meruntuhkan lamunan Chika.
“Eh? Hehe. Eh, Ken, pulang yuk!. Aku laper nih, hehe. Sekalian sarapan di rumahku aja, kamu belum makan kan?”. Kedua alis Kenny terangkat saat mendengarnya. Kenny rasa Chika bukan tipikal orang yang semudah itu menerima orang.
“Kamu yakin?”, tanya Kenny. Ia bisa melihat Chika yang menghembuskan nafas perlahan kemudian mengangguk mantab.

to be continued lg deh :D jgn bosen2 y mbacanya ^^
keep coment! bs langsung d blog atau lewat fb. ARIGATO!

2 comments:

  1. neng...
    cepetan dong part selanjutnya..
    akakakak :P
    klo nda aku d printke aja...
    huahahahah :D

    ReplyDelete
  2. wkwkkw ini eksklusif kok :D
    jg nggak ak print kwkwk
    just wait it ^^

    ReplyDelete