Tuesday, March 29, 2011

cerpen : 1 .. 2.. 3 .. 4 .. NO! (part 4)


“Lhoh, Chika barusan aja keluar, jalan-jalan pagi sama temennya”
“Temennya?”
“iya, temannya. Bunda lupa namanya siapa, abis susah sih. Pokoknya cowok kok”
Cowok?. Siapa?. Dira tidak henti-hentinya bepikir tentang hal itu. Tentang siapa ‘teman Chika’ yang disebut-sebut Bunda tadi. Ini terus menerus mengganggu pikirannya. Aneh, Chika kan nggak semudah itu diajak temenan. Dira bahkan udah tanya ke Valen tapi Valen juga nggak tahu apa-apa karena Chika juga nggak pernah cerita tentang ‘temannya’ ini.
“Woy .. melongo aja!. Tambah jelek loe kalo kayak gitu”, seru Kenny sambil meninju pelan lengan sobatnya itu. Dira terperanjat.
“Oh, elo,Ken?. Gue kirain siapa. Eh, sejak kapan loe disini?”
“Sejak setahun lalu. Nggak lah, barusan aja kok. Habis tadi gue ketok kamar loe nggak ada jawaban. Ya udah, gue nyelonong aja”
Dira hanya ber’oh’ mendengar penjelasan Kenny.
“Elo kenapa?”, tanya Kenny.
Ddrrttt .. ddddrrrrrttt .. . Baru aja Dira mau curhat ke Kenny Hpnya bunyi. Ia menatap layar HPnya untuk mengetahui siapa yang meneleponnya.
VaLentcalling..                                                                                                                                                                                
“Bentar ya, Ken”, ucapnya. Kenny hanya memamerkan jempolnya sebagai tanda pada Dira.
“Halo, Len?”,
“kenapa?”,
“Elo liat apaan??. Ngomong yang jelas euy!”
“Oke. Oke. Gue ke rumah lo sekarang. Ya, iya, bye!”
Titttt .. . Dira segera menutup ponselnya. Kenny hanya menatap Dira dengan tatapan bertanya.
“Gue harus pergi sekarang, Ken”
“Ada apaan sih? Terus gue gimana dong?”, tanya Kenny sok memelas.
“Gue ada hal penting nih. Elo disini sampe gue balik juga nggak apa, kalo mau pinjem apa dari gue ambil langsung aja sendiri”
“oke. Gue ambil emak lo ya. Haha”, ucap Kenny nyeleneh.
“paleee lu!. hahha”, seru Dira seraya pergi meninggalkan Kenny.
Î
“Lo mau ngomong apa tadi, Len?”, serbu Dira sesampainya di rumah Valen.
“Gini, tadi pagi waktu gue mau ke warung gue liat Chika lagi jalan sama cowok. Gue nggak kenal sama tu cowok. Tapi mereka kelihatan akrab banget, bahkan lebih akrab daripada sama gue. Mereka kayak udah kenal lama. Gue pertamanya emang nggak yakin sama yang gue liat, tapi setelah gue perhatiin terus emang bener itu Chika. Apalagi setelah mereka berdua masuk ke rumah Chika. Gue jadi mikir deh Dir, apa ini yang dimaksud Bunda dengan ‘temennya Chika’?”, kata Valen sambil membuat tanda petik dengan kedua tangannya.
Dira merasa beku. Entah kenapa penuturan Valen barusan membuatnya semakin hampa. Jujur saja, hatinya berontak saat tahu Chika dekat dengan seorang cowok dan itu bukan Dira. Harusnya ia tahu dari awal kalau perasaannya ke Chika sudah berubah. Bukan lagi perhatian kepada seorang sahabat kecil dan bukan karena utang budi lagi, tapi karena Dira menyayangi gadis buta itu.
“Len, ciri-ciri tu cowok kayak gimana?”
Î
1 bulan kemudian ..
Chika mendengar pintu kamarnya terbuka dan sebuah suara mulai menggelegar, “Sayang, ayo ba ..”. Ia mendengar suara Bunda yang terpotong.
“Kenapa, Bun?”, tanya Chika riang.
“kamu udah bangun?”, tanya Bunda dengan nada heran. Chika hanya bisa terkekeh kecil mendengarnya.
“Udah dong, Bun. Udah mandi malah!. Hehe”, ucap Chika bangga.
Bunda mengangkat kedua alisnya mendengar perkataan anak tunggalnya itu.
“well .. haha. Great!. Ini pasti gara-gara Kenny ya?”, goda Bunda.
“h-hah?. Ng-nggak kok. Idiihh, bunda sok tahu!”, sangkal Chika dengan percuma, karena dia nggak tahu kalo wajahnya udah merah kayak tomat.
“haiah, udah deh nggak usah nge-les. Bunda tahu kok. Ni ya buktinya sebulan terakhir kamu ketemu Kenny kamu selalu bangun pagi, kamu juga jadi tambah rajin—nggak cuma rajin ngusilin bunda doang, dan kamu sekarang jadi tambah ceria. Nah lho .. mau ngomong apa lagi kamu?”, Bunda berargumen.
Ya, semenjak saat itu Kenny selalu menemui Chika. Entah ngajak jalan-jalan atau Cuma ngajak ngobrol aja. Kenny selalu bisa bikin Chika ngerasa lengkap. Bahkan semenjak kenal Kenny, Chika merasa dia itu nggak buta. Chika juga udah nggak terlalu berharap dengan pendonoran kornea yang dia tunggu-tunggu selama ini. Chika bisa menerima kehidupannya sekarang, dengan segala kekurangannya pula. Karena Chika tahu, Kenny yang akan melengkapinya.
Tingg-tongg!!. Tiba-tiba bel rumah Chika berbunyi. Pasti Kenny, pikir Chika sambil tersenyum.
“Biar Chika aja, Bun yang bukain pintunya”, ujar Chika sembari beranjak ke lantai bawah.
“Dan itu adalah bukti terakhir kalo semua perubahan ini karena Kenny”, ujar bunda sambil tersenyum melihat kelakuan putrinya.
Î
Dira memencet bel rumah Chika, seperti biasa ia datang ke rumah Chika dengan misi yang sama. Dan ia berharap kali ini ia nggak keduluan sama ‘teman’ Chika yang udah sebulan ini bersama Chika. Beberapa saat kemudian pintu rumah tersebut terbuka. “Hai!”, ucap Chika semangat. Dira kaget saat melihat sosok dihadapannya ini. Chika yang dilihatnya sekarang seperti Chika yang dilihatnya waktu kecil dulu. Chika yang ceria, hangat, menyenangkan dan .. tunggu, sejak kapan Chika bangun sepagi ini?, pikir Dira. “Ken?, Kenny? Kok diem?”. Duuuaarr !!!. Kata-kata Chika barusan membuat pikiran Dira kosong. Pikirannya melayang ke percakapannya dengan Valen sebulan yang lalu.
“Len, ciri-ciri tu cowok kayak gimana?”
“mmm . .ciri-cirinya tu dia lumayan tinggi, sama elo tinggi elo dikit. Orangnya agak putih, rambutnya yang belakang agak jabrik tapi rada acak-acakan gitu deh”. Dira mengerutkan kening saat menyimak penjelasan Valen. Ia seperti mengenali sosok seperti itu. ” O ya, terus cara ngomongnya tu keliatan friendly and asyik banget. Sama apa lagi ya?”
“matanya agak sipit?”
“nah, iya! Itu .. gue mau bilang itu!. by the way, kok elo tahu?”
Dira menghempaskan nafas yang sedari tadi ditahannya saat mendengar perkataan Valen.
“keliatannya .. gue tahu siapa yang elo maksud”, ucapnya lirih.
“hallo? Kok diem? Ini Kenny kan?”, tanya Chika ragu. Dira menelan ludahnya. Pertanyaan polos dari Chika menghujam jantungnya begitu dalam. “bukan, ini Dira”, ucapnya  pelan. Ekspresi Chika langsung berubah 180 derajat mendengar jawaban Dira. Dira bisa melihatnya. Kecewa, marah dan kebencian. “oh”, ucap Chika singkat kemudian beranjak masuk untuk meninggalkan Dira. Dira menahan tangan Chika, “Tunggu, Chik!”

part 4 nya nyambung deh .. ^^ hehehe
thx for read it !! keep coment and enjoy my blog and story. ARIGATO! :D

2 comments: