Thursday, March 31, 2011

cerpen: 1..2..3..4.. NO! (part 5)

Kenny berjalan menyusuri blok 9 menuju ke rumah Chika dengan semangat 2011. Seperti biasa setiap pagi ia selalu singgah ke rumah Chika, entah mengajaknya jalan-jalan atau hanya mengobrol. Yah .. itu tidak penting, karna yang penting bagi Kenny adalah ia selalu bersama Chika.
“Tunggu, Chik!”. Kenny berhenti saat mendengar suara yang begitu familiar baginya. Dahinya berkerut samar saat ia juga mendengar suara Chika. Ia pun memutuskan untuk melihat kejadian sebenarnya dari balik tembok pembatas rumah Chika. Ia mendapati Chika sedang bertengkar dengan seorang cowok sebayanya. Dan Kenny merasa mengenali cowok itu. Tapi Kenny tidak bisa melihat wajahnya karena cowok itu berdiri membelakanginya.
“Kenapa kamu masih nyalahin aku soal ini?. ini kecelakaan, Chik. Tapi aku juga ngerasa salah, dan aku udah usaha minta maaf ke kamu. Aku tahu itu nggak cukup. Tapi aku udah nggak tahu lagi aku harus gimana, Chik. Kamu bahkan nggak mau ngomong ke aku satu kata pun!. Apa sih yang kamu mau? Bilang, Chik!”
“Kamu tanya mau aku apa?. Aku mau kamu pergi dari hidup aku, Dira Wiratama!!”
Duuarrrrr!!. Kata yang diucapkan Chika barusan cukup untuk menjawab semua pertanyaan di benak Kenny sedari tadi. Nafas Kenny terasa tercekat. Dulu, sempat terbesit dipikirannya bahwa Chika yang dikenalnya sama dengan Chika yang sering Dira ceritakan. Tapi Kenny menolak untuk memikirkannya. Kenny merasa dirinya terlalu bodoh karena telah membiarkan hatinya terbuka untuk Chika seorang. Dan, apa dia terlalu egois? Sehingga ia tidak mau sedikit saja peka bahwa inilah kenyataan. Bahwa Kenny dan Dira menyayangi orang yang sama.

“Kamu tanya mau aku apa?. Aku mau kamu pergi dari hidup aku, Dira Wiratama!!”.
Kalimat itu terus menghantui benak Dira.
Aku mau kamu pergi dari hidup aku, Dira Wiratama!!.
Hanya satu kalimat tapi itu cukup untuk meruntuhkan semua harapan Dira selama ini. Inilah hal yang paling Dira takuti. Saat dimana orang yang paling ia sayangi memintanya untuk pergi dari kehidupannya. Sementara bagi Dira, hidup tanpa Chika?. Itu berat!.
Dira menghempaskan badannya ke atas ranjang. Badannya terasa lemas. Itukah yang Chika mau?, tanya Dira pada hatinya. Seberkas ekspresi Chika saat mengira ia adalah Kenny tercipta di benak Dira. Chika sangat ceria, hangat, menyenangkan, dan ia tersenyum untuk dunia. Dira merindukan melihat Chika yang seperti itu, Chika yang asli. Kalo cuma Kenny yang bisa bikin elo kayak gitu .. Gue akan melakukan apapun asal gue isa liat elo kayak gitu. Sesakit apa pun perasaan gue nanti ..

From : Dira
Gw tnggu lo d kafe tmpt biasa. Jm 4 sore ni.
Ad hal pnting yg gw mo omongin.

Kenny menghembuskan nafas panjang saat membaca SMS dari Dira. Pasti soal Chika, batinnya.

To : Dira
Ok. D meja biasa y ..
gw jg mo ngmong.in ssuatu ma lo
***
“sorry, telat”, ucap Kenny singkat sesampainya di kafe. Dira yang telah menunggunya hanya mengangguk pelan. Hening. Dan tak ada satu pun dari mereka yang berniat untuk mencairkan suasana. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.
“gue udah tau semua”, sergah Dira dingin. Kenny Cuma bisa diam. Dia nggak tahu harus ngomong apa. Ia tahu ini juga kesalahannya. Tapi di sisi lain ia tidak ingin kehilangan Chika juga tidak kehilangan sahabatnya itu.
“jujur, gue sakit hati waktu tahu ternyata ‘temen’ Chika yang selama ini disebut-sebut Bunda itu elo. Gue nggak mikir aja, heh .. kenapa harus elo sih?”, ujar Dira.
“gue juga nggak nyangka kalo ‘Chika’ kita adalah orang yang sama”, balas Kenny datar. Hening kembali menyelimuti mereka berdua.
“Chika minta gue pergi dari hidupnya”, kata Dira dingin. Kenny mengangguk pelan kemudian menatap Dira.
“Dan seperti yang gue bilang ke elo dulu. Gue bakal ngelakuin apa pun buat Chika, termasuk ini. Sekalipun gue yang harus ngrasain sakitnya. Karena gue baru sadar kalo ini bukan cuma soal balas budi ke dia doang. Tapi ini soal perasaan gue ke Chika”. Kenny membungkam, ia kalah telak.
“Jadi, gue minta elo jagain Chika bener-bener. Jangan lukai dia setitik pun!. Gue serahin dia ke elo, karena gue cuma bisa liat Chika yang kayak dulu waktu dia bareng-bareng elo. Yang penting dia bahagia, it’s so enough”, ujar Dira seraya berjalan meninggalkan Kenny. Dira berhenti sesaat disebelah Kenny. “gue nggak marah sama elo, ini demi Chika. Brother forever, Bro!”, ucapnya sambil tetap menghadap ke depan dan kemudian pergi.

Pranngggg!!!. Dira kaget setengah mati saat suara pecahan kaca menyambutnya yang baru saja pulang dari kafe. Ia memepercepat langkahnya untuk mengetahui apa yang telah terjadi (lagi).
“Kamu itu yang tidak becus urusin rumah!!!”, teriak Papa Dira.
“nggak becus apanya??!!. Di rumah ini kan sudah ada pembantu!, aku juga punya pekerjaan yang harus aku urus!. Dan aku urus ini benar-benar, bukannya kamu malah selingkuh sama sekretaris barumu yang genit itu!!”, mama Dira nggak kalah membalas.
“selingkuh apa?!!. Kamu jangan asal tuduh ya!. Dasar, istri macam apa kamu itu?!!”, ucap papa Dira sembari pergi. Dira yang masih berada di depan pintu rumah hanya bisa diam.
“ini lagi anak nggak tahu diri!. Ngluyur terus kerjaannya!”, bentak sang Papa saat melewatinya kemudian masuk ke mobil beliau dan pergi.
Dira hanya bisa menahan dirinya. Masalahnya dengan Chika dan Kenny lalu masalah ini. huhh .. tapi mau gimana? Karena cobaan untuk dia hadapi bukan untuk dihindari.

4 bulan kemudian ..
“Hai, Chika!”
“Kenny??”, jawab Chika sumringah.
“kamu mau ngapain? Kok tumben malem-malem kesini?”, tanya Chika heran.
“aku mau kasih ini”, ujar Kenny
“itu apaan?”
“ini CD rekaman. Habis ini langsung disetel ya”, ucap Kenny sambil tersenyum.
“hmm .. oke. Eh, kamu nggak masuk dulu?”
“ng.. nggak usah. Lagi pula udah malem kok. Aku pulang dulu ya. Good night!”, ucap Kenny sambil mengacak-acak rambut Chika perlahan. Muka Chika langsung merah padam!.

Hmm .. CD rekaman?. Rekaman apaan?, batin Chika. “atau jangan-jangan Kenny mau menyatakan perasaannya lewat ini ya? Hahha. Sinetron banget sih gue?”, gumamnya sambil menyetel CD itu. Beberapa detik kemudian, terdengar suara Kenny yang khas menyapanya.
“Hei, Chika. Aku ngasih kamu CD rekaman ini bukan karna apa-apa sih. Hehe. Aku tahu kamu ngefans banget sama penulis Dewi Lestari dan kamu pengen banget baca novelnya yang perahu kertas kan?. Nah, berhubung nggak ada yang dalam bentuk huruf braille jadi aku mau bacain novel itu lewat rekaman ini. Enjoy it ya!. ..”
Tanpa Chika sadari seulas senyum mengembang di wajahnya. Kenny begitu mengerti dan mengenalnya. Ya, Tuhan!. Makasih udah ngenalin aku sama Kenny. Aku beruntung bisa kenal dia!, ucapnya dalam hati.

Dira melangkah perlahan menuju rumah Kenny. Ia berniat untuk meminjam buku biologi Kenny sekalian mau main ke rumahnya. Langkah Dira terhenti saat melihat mobil jip hitam yang terparkir di depan rumah sobatnya itu. Dira memperhatikan mobil itu dengan seksama pada jarak yang lebih dekat. Ia merasa pernah melihat mobil ini sebelumnya. Ia melangkah ke depan mobil tersebut dan melihat plat nomornya. B 497 A. Kening Dira makin berkerut rapat. B 497 A?. kok gue ngerasa nggak asing sama plat nomer ini ya?, pikir Dira. Atau jangan-jangan …
“eh, Dir. Udah disini lo ternyata?. Ayo, masuk!”, ujar Kenny saat mendapati sobatnya itu di depan rumah.
“ini mobil siapa, Ken?”, tanya Dira tanpa menggubris perkataan Kenny. Kenny mengangkat salah satu alisnya saat mendengar pertanyaan Dira
“oh, itu mobil oom gue. Kenapa?”. Dira menggigit bibirnya.
“Sejak kapan oom lo punya mobil ini?”
“Hmm .. kalo nggak salah sekitar 4 tahun yang lalu. Iya, waktu itu gue masih umur 9 tahun. Kenapa sih?”, Kenny makin heran. Sementara Dira kehilangan seluruh tenaganya untuk mempercayai ini semua. Otaknya kembali memutar memori masa lalunya yang pahit bak sebuah film dokumenter.
“Dira, awas!!”, tiba-tiba Chika berteriak sambil berlari sekencang-kencangnya ke arah Dira. Dira tidak mengerti apa yang Chika lakukan waktu itu.
“Minggir, Dir!!”, tubuh mungil Chika mendorongnya menjauh dari jalan.
“Ya, Tuhan! Chika!”, seru Dira setelah menyadari Chika berusaha menyelamatkannya dari sebuah mobil jip hitam yang bisa merenggut nyawanya. Ia segera beranjak untuk menarik Chika keluar dari jalanan. Tapi, Tiiiin!!! Bbbbbbrrrraaagggggggggg!!!!!!!!.
Mobil ini, ini mobil yang bikin Chika buta!. Ini yang bikin Chika benci Dira. Ini pula yang bikin Chika sempat kehilangan semangat hidup. Dan mobil ini punya oom-nya Kenny. K-e-n-n-y. Orang yang udah membuat semangat Chika balik lagi. Orang yang satu-satunya dipercaya Dira untuk menjaga Chika dan yang membuat Dira mau ngelepasin Chika. Tapi ternyata .. keluarga Kenny sendiri yang udah bikin Chika buta.
“Ken ..”, seru Dira gemetar.
“apa?”
Bbbooogg!!!

Chika berjalan sambil bernyanyi kecil. Ia berniat untuk ngasih Kenny kue brownies bikinannya—yang khusus buat Kenny—sebagai tanda terimakasih buat CD rekamannya kemarin. Mendekati rumah Kenny, Chika mendengar dua orang yang bercakap-cakap. Langkahnya terhenti saat mendengar suara orang yang paling dibencinya. Dira. Kok Dira bisa disini?. Ngomong-ngomong sama Kenny?. Mereka saling kenal?. Segala tanya terbesit di benak Chika. Ia pun bersembunyi di balik pohon sambil nguping-nguping dikit.
“Hmm .. kalo nggak salah sekitar 4 tahun yang lalu. Iya, waktu itu gue masih umur 9 tahun. Kenapa sih?”, ujar Kenny. Hening sejenak.
“Ken ..”, seru Dira gemetar.
“apa?”
Bbbooogg!!!. Chika terkejut saat mendengar suara hantaman keras. Dia makin bingung, tidak tahu apa yang terjadi.
“elo kenapa tiba-tiba nonjok gue?!”, teriak Kenny. Chika tertegun. Dira nonjok Kenny?. Kenapa? Nggak bisa dibiarin gue harus bantu Kenny!, pikir Chika sembari melangkah maju mendekati mereka.
“elo tanya kenapa?. Karna oom loe yang udah bikin Chika buta!. Ngerti lo?!!. Chika buta gara-gara oom loe!!”, seru Dira penuh amarah. Chika yang mendengar hal itu terperanjat. Langkahnya langsung berhenti. Nggak mungkin!. Kenny??.
“elo nggak isa seenaknya ngomong gitu Dir!. Apa bukti loe?”
“Loe mau bukti??!!. Ini mobil jip item yang sama persis sama yang nabrak Chika dulu. Dan plat nomornya sama, Ken!. B 497 A!. gue masih inget sama plat nomornya!”. Chika makin nggak percaya waktu Dira nyebutin plat nomor mobil itu. Iya, Chika masih inget sama plat nomer mobil jip item yang dulu nabrak dia. Dan itu sama kayak yang diucapin Dira tadi. Chika merasakan matanya memanas dan kini telah menjadi kubangan air mata. Chika nggak kuat denger semua ini. Ternyata yang bikin dia kayak gini itu oomnya Kenny. Kenny!. Orang yang bikin Chika semangat lagi pada kenyataannya adalah keponakan dari orang yang menghancurkan hidupnya!. Orang yang menenggelamkan mimpi-mimpinya.
“gue nggak tau gimana jadinya kalo Chika tahu semua ini, Ken. Tentang oom loe juga tentang kita berdua yang sebenernya sahabatan”, ucap Dira lemas. Mereka sahabatan??, tanya Chika pada dirinya sendiri. Sedetik kemudian kotak brownies yang dibawa Chika terjatuh. “Chika?!”, seru keduanya saat mereka menoleh ke arah suara tersebut. Chika yang menangis langsung berlari kearah jalan. Ia tak tahu akan akan kemana, yang penting pergi dari situ. Ia merasa jadi orang paling bodoh di dunia. Kenapa ia bisa tidak tahu apa-apa soal ini semua?. Kenapa ia tidak peka saat Dira hanya terdiam waktu ia mengira Dira adalah Kenny?. Kenapa kenyataannya harus oom Kenny yang buat aku buta??. Kenapa Kenny?. Kenapa harus mereka?. Kenapa harus AKU yang mengalami semua ini??!!!!.
Tiiiin!!! Bbbbbbrrrraaagggggggggg!!!!!!!!
Chikkaaaaaa!!!!

1 comment:

  1. mmm...
    bagus.. bagus..
    ceritanya tambah seru aja!!
    Saya tunggu yg Part 6 ya neng!! Cayo ^^

    ReplyDelete