Friday, August 26, 2011

desember

25 Desember 2006.
Aku terduduk dibawah akar pohon besar. Terlihat gereja tua yang berdiri didepan sana. Hari telah gelap, bintang berserakan menghias langit. Aku menoleh dan menatapi sosok yang berada di sisi kananku. Anak laki-laki berumur 9 tahun, sebaya denganku. Wajahnya tirus, rambutnya jabrik. Matanya yang teduh namun tetap ekspresif terbingkai oleh sebuah kacamata—yang membuatnya terlihat pintar. Aku tak tahu dan tak mengerti siapa dia. Tapi—yang entah bagaimana—aku tahu dia sahabatku yang paling dekat. Aku juga tahu siapa namanya. “io”, ucapku tersenyum memanggil Rio. Ia menoleh kearahku. Otakku seperti menampilkan scene yang berbeda, seperti menceritakan tentang Rio. Dia hobby bermain gitar, jago basket, pintar dan .. cakep! (haha). Benar-benar perfect!. Ia menyukai angka 4 dan ia seorang pecinta bintang juga langit. Itulah kenapa, kadang aku memanggilnya ‘langit’. Ia sahabatku yang benar-benar dekat, sampai aku tahu semua masalah keluarganya.
Rio tersenyum melihatku dan berkata, “Apapun yang terjadi, apapun yang kamu rasakan jadilah dirimu sendiri. Dan lihat bintang disana!. Sebanyak itulah orang yang sayang kamu, bahkan lebih! Dan bintang yang paling terang adalah tanda kasih Tuhan untukmu. Dia selalu ada disaat kamu butuh dia”. Aku tak mengerti apa maksudnya, tapi aku hanya tersenyum membalasnya. Dan entah bagaimana, malam itu kami berjanji untuk menjadi sahabat selamanya.
Kemudian ia mengajariku membuat bentuk bintang dengan tanganku. Haha. Sesuatu yang unik dan tentunya menyenangkan untukku. Lalu ia juga mengatakan bahwa aku bisa bercerita kapan saja dengan bintang, aku juga bisa memohon pada Tuhan bersama bintang. Kedua alisku terangkat, lagi-lagi aku tak mengerti apa maksudnya.
Scene berubah. Aku melihat kehidupanku dengannya. Rio mulai menyukaiku. Yah .. sejenis cinta monyet level rendah. Haha. Tapi, aku tak pernah menanggapinya (secara aku cuma gadis kecil polos yang masih nggak ngerti apa maksudnya). Lalu, suatu hari, aku mendapatkan sebuah paket. Aku membaca surat yang tertempel disana. Itu dari Rio. Surat itu menyatakan Rio kini dalam perjalanan pindah ke tempat yang sangaaaaaaaaattt jauh. Ia juga bilang, “aku bahagia walau kita tidak bersama. Yang penting, kamu bahagia. Jaga persahabatan kita ya? Jangan sampai hangus”. Entah aku yang bodoh atau apa, tapi aku tak pernah mengerti apa kata Rio. Ia seperti teka-teki berjalan. Kubuka paket tersebut dan mendapati buku milik Rio yang setahuku HANYA Rio yang tahu apa isinya. Tak ada yang tahu selain dia, termasuk aku maupun keluarganya. Saat aku akan membuka buku tersebut, aku mendapatkan sebuah kabar buruk. Rio meninggal. Kecelakaan. Aku mulai menitikan air mata. Dan saat itu pula aku terbangun.

Sejak saat itu, hidupku berubah. Mimpi tentang Rio itu. Ahhhh!! Membuatku gila!. Ini hanya bunga tidur biasa dan kamu akan melupakannya begitu saja. Awalnya memang aku berpikir seperti itu. Tapi tidak, mimpi itu makin membayangiku bahkan aku merasa makin dekat dengan Rio. Ia membuatku berbeda.
Ia pernah seperti menyelamatkanku dari percobaan bunuh diri yang pernah aku lakukan dulu. Ayahku adalah seorang yang keras dan otoriter menurutku. Ia juga sering kasar. Dan untuk gadis cilik sepertiku, ini membuatku merasa mati perlahan. Kau bahkan harus menahan sakitnya tangis yang kamu tahan agar air matamu tak tertumpah didepan ayahmu. Jika tidak, ya .. siapkan hatimu saja. Haha. Tidak, kau akan begitu hanya jika kau menjadi aku kok.
Saat aku mencoba bunuh diri dengan mencoba menyayatkan pisau di pergelangan tanganku, aku merasakan dingin di tengkukku. Dan kemudian, aku mendengar bisikan dari suara yang tak asing. Rio. Ia mengingatkanku untuk tidak membuang nyawaku. Hidupku masih panjang. Aku menjatuhkan pisau dalam genggamanku dan menangis tersedu. Hari itu, Rio menyadarkanku bahwa hidup hanya sekali, dan aku masih punya masa depan yang aku raih. Aku tak boleh lari dari masalah dengan mematikan diriku sendiri. Karena masalah itu untuk dikalahkan bukan untuk dihindari.

Dua tahun berlalu, kini aku duduk dibangku kelas 6 SD. Mimpi itu masih terekam di otakku. Dan selama dua tahun tersebut, tiap malam aku selalu keluar untuk melihat bintang. Entahlah, itu membuatku merasa tak kesepian walau hanya sekedar “curhat” pada Rio. Ya, kesepian. Walau teman-teman menilaiku sebagai anak yang ramai dan sepertinya selalu ceria juga santai, sebenarnya itu bukan aku. Yah semacam bersembunyi dibalik senyum. Aku adalah anak yang kesepian, yang lebih suka memendam apa yang aku rasakan untuk diriku sendiri dan lebih suka diam. Mungkin juga karna aku tak ingin terlihat lemah didepan orang lain. Aku tak tahu. Susah untuk menebak diri orang, mungkin juga diri kita sendiri?. Eh, dan .. asal kau tahu, selama aku ‘bercerita’ pada Rio lewat bintang, terkadang aku dapat mendengar suaranya menanggapiku. Aku benar-benar merasa memiliki teman yang begitu mengerti aku. Hanya dia.
Selama dua tahun itu pula, aku selalu memohon pada Tuhan agar Ia mengembalikan Rio padaku. Haha, inilah yang aku suka. Rio membuatku sadar—lagi-lagi—bahwa kita harus berserah pada Tuhan. Sebelumnya, aku adalah anak yang pasif dalam kegiatan gereja walau mama sering menyemburku panjang lebar dengan omelannya aku tetap tidak menggubris. Yang benar saja, untuk datang ke gereja setiap minggu saja ogah-ogahan, apalagi untuk kegiatan seperti itu. Tapi, semuanya berubah saat Rio datang. Aku kembali ke jalan Tuhan, aku kembali dekat dengan-Nya. Dan aku benar-benar bersyukur, ternyata aku tak sendirian. Aku punya Tuhan juga Rio.
Aku pernah mendapat mimpi, dimana aku mendapat sebuah jawaban. Aku masuk dalam sebuah tempat, aku tak tahu dimana. Yang pasti tiba-tiba aku melihat Rio telah berlumur darah. Aku panik. Tiba-tiba pandanganku menggelap dan aku terbangun. Aku masih ingat sebuah tulisan yang menyatakan dimana kejadian itu terjadi, Jakarta. Dan sejak itu aku mulai membenci Jakarta.
Ngomong-ngomong, aku baru ingat, selama aku duduk di kelas 6 SD hampir tiap hari aku menangisi Rio. Sepulang sekolah aku langsung mengurung diri di kamar dan menangis disana. Aku sungguh-sungguh merasa kehilangan dia. Yah, walaupun aku belum pernah bertemu langsung dengannya. Tapi aku begitu menyayanginya. Karna dia yang selalu ada untukku. Yang selalu mendukungku.
Aku pernah berpikir apakah aku gila? apa Rio hanya khayalan? Aku tak mengerti apa maksudnya. Siapa dia? Kenapa ia datang padaku? dan .. kenapa aku yang mengalami ini???.

Semakin hari aku merasa semua hal tentang Rio membuatku gila. Dan aku takut ini juga dapat mengganggu pelajaranku, apalagi aku akan segera menghadapi ujian. Lambat laun, aku berusaha melupakannya. Tapi seperti dasarnya, semakin kau mencoba melupakan sesuatu itu akan membuatmu makin mengingatnya. Bahkan aku tidak hanya makin mengingatnya, tapi makin menyayanginya.
Hari ini, aku bertekad untuk mengenyahkan segalanya tentang Rio. Jujur, disisi lain dalam hatiku aku merasa begitu pedih untuk melupakan sahabat yang paling ku cintai, walau ia semu. Terdengar suara guntur yang mulai beradu. Awan hitam bergulung-gulung. Langit mulai menangis menemani hatiku yang tersedu. Unik. Mungkin ini kebetulan, namun langit seperti mengerti apa yang aku rasakan. Ia selalu menemaniku. Seperti sekarang, tiap kali aku merasa sedih atau aku kecewa, sakit hati dan sejenisnya, langit ikut menangis. Hujan. Mungkin, bukan langit, tapi Rio. Haha. Lupakan
.Aku segera memasuki kamarku dan mengambil buku harian kesayanganku. Aku menyobek semua kertas yang bertuliskan kenangan Rio dan semua benda yang berhubungan dengannya dan menyatukan semua itu dalam sebuah tas plastik kecil. Berharap itu juga dapat mengenyahkan kenangannya yang ada di otakku secara otomatis. Aku bergegas membuka pintu rumah untuk membuang semua itu. Saat aku membuka pintu. Satu kata, WOW!. Langit begitu gelap, angin bertiup begitu kencang dan sedetik kemudian aku melihat kilatan petir disusul dengan suaranya yang menggelegar hebat. Tapi kali ini aku tak menanggapinya. Aku benar-benar harus membuang Rio dari pikiranku.
Aku meletakan tas kecil itu di lantai teras. Aku mengambil sebuah bintang milikku dan akan membakarnya bersama dengan kertas-kertas tadi. Saat aku menyalakan korek api, angin berhembus tepat kearahku dan api tadi mengenai jemariku. Aku segera menjatuhkan korek api tadi. Cepat-cepat aku memasukan bintang itu ke dalam tas. Kuikat tas tersebut dan membuangnya. Seperti membuang kenangan Rio di otakku.

Aku memasuki kehidupan baru. Aku telah melewati Ujian Nasional dengan nilai yang memuaskan. Tak hanya itu aku berhasil mengantongi peringkat pertama. I was so thankful to God. Kini aku telah mengenakan seragam putih-biru. Yap, selamat datang di SMP!.
Ini merupakan dunia yang benar-benar baru untukku. Aku mengikuti berbagai kegiatan yang mendukung semua hobbyku. Aku sangat mencintai duniaku. Walau aku juga sempat merasa bingung saat mencari teman yang pas dan benar-benar klop. Tapi akhirnya aku menemukan tiga orang sahabat yang sampai sekarang masih nempel kemana-mana. Kita berempat selalu bersama. Tak hanya mereka, aku juga memiliki banyak teman dekat lainnya yang siap menjadi pelengkap indahnya hidupku.
Aku begitu menikmati tahun pertama di SMP. Paduan suara, bulan bahasa, LAB Cup, POPDA, Live in, Refreshing Course, Kemah Akhir, dan banyak event lain membuat hidupku makin seru. Dan di tahun kedua aku mendapati sebuah kejutan yang ‘waw’. Saat Rio kembali.

Cerita ini berawal ketika Damar, salah seorang sahabatku menceritakan kejadian aneh yang ia alami juga sosok yang akhir-akhir ini menemani hidupnya saat aku, ia dan Okta tengah berada di sebuah taman kecil. Ia berkata bahwa suatu waktu ia sedang berjalan di lantai SMA. Entah, mungkin suatu kebetulan—yang aku tak percaya apa itu kebetulan? Bukannya segala sesuatu sudah diatur Tuhan?—kemana pun ia melangkah ia selalu menemui orang-orang saat mengatakan kata sorry. Dan ketika ia mendengar kata itu untuk keempat kalinya, kata itu berupa bisikan yang ia tak tahu berasal darimana.
Bicara tentang sosok yang selalu menemaninya akhir-akhir ini, kita memanggilnya dengan sebutan Mr.X. Aku tak tahu begitu jelas bagaimana kejadiannya ia datang pertama kali. Yang aku tahu, Mr.X datang ke mimpinya. Mereka seperti sudah begitu dekat. Mr.X ini juga selalu memberi semangat juga saran-saran pada Damar, terutama tentang Vian—cowok yang sempat ditaksir Damar. Tapi, malam kemarin, Mr.X bilang kalau ia harus menjauhi Vian. Ia bingung. Ia sudah percaya pada Mr.X ini. Tapi, kenapa ia harus menjauh dari Vian?. Apa yang salah?.
Aku langsung teringat pada kejadianku dengan Rio empat tahun yang lalu. Aku tak ingin melihat sahabatku juga mengalami hal yang sama, perasaan aneh yang sama. “Aku juga pernah kayak kamu. Jangan kepikiran terus. Jangan bikin kamu sendiri tersiksa. Jangan kayak aku”, ucapku saat melihatnya menangis.

Aku terkekeh kecil melihat message Damar di facebook. Ia heboh meledekiku saat melihat wallku dengan seorang cowok yang akhir-akhir ini dekat denganku. Akunya sih biasa saja, tapi nggak tahu kenapa bisa heboh sendiri. Mungkin ia mengira ‘orang yang satu ini’ akan aku anggap lebih dari teman. Hehe. Aku memang susah untuk menyukai cowok—bukan berarti aku tidak menyukai lawan jenis—tapi aku tidak seperti teman-temanku yang dengan mudah menyukai orang. Tidak, karna hatiku telah tertutup oleh seseorang yang datang padaku empat tahun lalu.
Beberapa saat kemudian ekspresiku berubah saat membaca kalimat terakhir dari message Damar.
Eh, ad ssuatu khusus buat kamu. Dari Mr.X
Aku segera membalasnya. Beberapa saat kemudian muncul balasan dari Damar.
dy blg ‘jagain Galuh y, jgn smpe dia kcewa lg’. aku dpt mmpi td sekitar jam 8.an
Aku mengernyitkan dahiku. Nafasku tercekat. Setengah dari diriku yakin bahwa sosok Mr.X ini tidak asing. Tapi siapa ?? apakah dia .. . Aku menghembuskan nafas. Tidak, ini bukan orang yang sama. Aku menolak memikirkan hal ini. Atau lebih tepatnya, aku takut memikirkan hal ini.

Aku mengerutkan dahi saat membaca pesan singkat di handphone. Aku dapat merasakan jantungku berdetak makin cepat saat membaca tiap-tiap kata yang tertulis.
From : Damar. 06.35 a.m
Km inget nggak janji kita? Yg tepat d bwh bintang mlm? Ak kangen lho sm janji kita itu, km blg km bkal jd shbtku. Kita trs aj kompakan, smsan, ejek2an. Kangen ak sm suasana itu. kpn y isa trulang lg ? ak lepasin km gara2 km ad yg punya. Gpp kok walau ak agk jauh sm km. ak te2p setia jd tmpt saat cinta mninggalkan air mata. D sni ak cm ntesin air mata (cengeng bgt y ak?) ak cm bs doa biar prshbtan kita g angus.
Mr.X blg kyk gini k ak td mlm. Ni mksd.na ap sih?? -.-
To : Damar.
Emang km prnh janji ap gt sm dy ?
Beberapa saat kemudian HPku berdering.
From : Damar. 06.39 a.m
G prnh lah. Kalo prnh ak g bkal tnya km. Itu yg bkin aku bingung. Emang ak pernah janji ap y?
Aku membelalakan mata. Jika Damar tidak pernah berjanji apa pun … . Pikiranku melayang kembali pada mimpi di masa lalu. Saat aku dan Rio berjanji untuk menjadi sahabat selamanya.
Nafasku tercekat. Dadaku terasa sakit. Mataku mulai memanas, aku menangis. Apakah pesan itu ditujukan untukku?? Aku ada yang punya? Siapa? Atau mungkin yang dimaksud adalah cowok yang akhir-akhir ini dekat denganku? Kalau memang iya, berarti .. Dia benar-benar Rio!.

Esok harinya, aku mengutarakan dugaanku tentang sosok Rio dan Mr.X pada Damar. Damar hanya berkata, “yah, setidaknya kalau itu memang benar. Kita akhirnya tahu siapa dia”. Lalu, aku menanyakan pada Damar bagaimana awalnya ia bermimpi tentang Rio. Singkat kat, ia melihat gadis kecil berambut panjang tengah memeluk lutut sambil menangis. Kemudian datang seorang anak laki-laki, jabrik, kacamata, memakai celana panjang jaket hitam dan kaos putih. Anak laki-laki itu berlumur darah. Ia menghampiri gadis tadi sebentar dan meninggalkannya. Gadis itu makin menangis lagi. Lalu Damar terbangun. Aku tertegun mendengarnya. Mimpi itu malah menyerupai sebuah ilustrasi tentang kondisiku dan Rio. Kemudian, aku menceritakan ceritaku padanya. Damar hanya menghela nafas saat tahu siapa Rio sebenarnya.

Sejak kejadian itu, aku, Damar, Mega dan Okta merasa diikuti seseorang kemana pun kami berada. Tak jarang kami mencium aroma bunga melati (yang pada akhir-akhir ini baru aku sadari itu bukan bau bunga melati melainkan bunga mawar putih, bunga kesukaanku). Singkat kata, kami merasa frustasi dengan keadaan ini. Dan akhirnya aku menemukan cara untuk berkomunikasi dengan Rio. Lewat bintang. Aku hanya berpikir, kalau ia bisa mewanti-wanti agar aku tak kecewa lagi, berarti selama ini dia mendengarkan curhatku dong. Dan malam hari ini aku mencoba melakukannya.
Keesokan harinya, aku bertanya pada Damar dan beruntungnya, Damar berkata ia tidak bermimpi lagi. Tapi beruntungnya lagi ia malah mendapat sebuah draft misterius di HPnya. Dan isinya sungguh-sungguh mengagetkan. Intinya draft itu tertulis, ini aku Rio. Rio yang suka banget sama bintang. Bintang itu indah. Kamu tahu kenapa aku suka bintang? Karena saat terakhir aku menginjak bumi saat bintang di langit begitu indah. Aku juga suka awan, langit. Karna ia yang mengenalkanku pada kalian. Aku melihat keakraban kalian di gedung sekolah. Aku ingin menjadi bagian dari kalian. Caraku salah? Tapi aku mau kalian sahabatku.
Wow, that was amazing. Aku benar-benar kaget. Sempat aku berpikir mungkin Damar yang membuat ini semua, tapi mana mungkin?. Darimana ia tahu Rio menyukai langit??. Huff..entahlah. yang aku tahu, aku frustasi.

Suatu malam aku bermimpi, mimpi yang aneh. Aku berkeliaran mengitari sekolah sambil mengumpulkan petunjuk-pentunjuk dari lembaran-lembaran kertas yang seperti ada di buku Rio. Lembar terakhir berjudul S.A.L.L.Y aku tak mengerti maksudnya. Aku langsung menanyakannya pada Damar yang berada dihadapanku, ia malah menyuruhku bertanya pada Rio yang berdiri dibelakangku. Tapi, saat aku menoleh, yang aku lihat bukan Rio. Sosok itu berubah menjadi Kefas, salah satu teman dekatku.
Beberapa hari kemudian aku menceritakan ceritaku tentang Rio pada Kefas. Kemudian ia memotong dengan bertany,”Rio itu tinggi? Lebih tinggi dari aku dikit? Terus ..”, ia bertanya sambil menyebutkan ciri-ciri Rio yang aku belum sebutkan. Dan, Great. Rio pernah datang pada Kefas.

Singkat cerita, hidupku menjadi rumit dan makin aneh semenjak kedatangannya (lagi). Ditambah aku bertemu dengan seseorang yang begitu mirip dengan Rio. Sampai-sampai hanya dengan melihatnya aku bisa meneteskan air mata. Belum lagi saat aku menyadari bahwa aku kembali menjadi seorang anak indigo. Indra keenamku kembali (yah, karna sebenarnya waktu kecil aku pernah mendapatkan ini namun sudah tertutup). Aku dikaruniai Tuhan untuk melihat sesuatu yang tidak dapat orang lain lihat. Awalnya aku tak siap, tapi dengan kemampuan ini telah menjawab satu pertanyaanku tentang Rio. Ternyata ia sudah meninggal sejak aku mengenalnya pertama kali. Dan berarti selama ini aku menyayangi, menyukai dan menanti seseorang yang sudah meninggal. Sungguh ironis. Hah ..
Di suatu waktu, seorang temanku pernah bertemu dengan Rio saat kelasnya sedang pelajaran olahraga. Jujur, aku merasa iri!. Aku mengenal Rio sudah lama tapi kenapa dia malah menemui orang yang tidak mengenalnya sama sekali??!. Dan saat aku mencoba mencarinya di GOR, aku tak menemukannya. Oh, Tuhan ..

25 Desember 2010.
Hari ini natal keempat aku mengenal Rio. Aku yakin ini saatnya aku berpisah dengannya. Dan ini pedih tapi aku harus merelakannya. Aku mendapat sms dari Damar bahwa ia bermimpi Rio datang. Ia bilang bahwa ia ingin kami berempat juga Kefas tak pernah melupakan kenangan dengannya. Permintaan bodoh buatku, haha. Pastilah aku akan mengingatnya. Melupakan seorang Rio itu susah.

Hidupku kembali berjalan walau tetap masih terbayang-bayang akan sosok Rio. Aku bisa melupakannya dan terlepas dari belenggunya sedikit demi sedikit. Tapi jujur, aku masih belum bisa membuka hati untuk orang lain selain Rio. Aku juga masih menyimpan sedikit dendam pada Jakarta. Aku tak suka Jakarta. Walau seharusnya harus kuakui kalau bukan karna Jakarta yang mengambil Rio aku tak mungkin mengenalnya. Karna ironinya, kalau ia belum meninggal aku tak mungkin mengenalnya.
Sampai saat ini aku masih berharap dapat menemukan dimana makam Rio. Yah, harapan kosong. Aku tahu. Tapi selama berharap itu gratis, kenapa enggak?.
Aku pernah mendengar cerita bahwa orang meninggal sebelum kembali ke surga harus menyelesaikan tugas sebagai malaikat pelindung dulu. Haha, benar-benar dongeng masa kecil. Tapi, mungkin selama ini Rio tengah menjalani tugas tersebut. Sebagai malaikat pelindungku. and congrastulations! He was done. Tuhan, Rio menjaga ku dengan baik. Ia telah mengembalikan aku pada Tuhan. Karena itu, aku mulai menyerahkan semuanya pada Tuhan. Benar-benar semuanya. Aku siap merelakan Rio pergi. Aku bukan gadis kecil yang perlu Rio jaga lagi. Aku bisa melewati hidup ini. Aku tak pernah tahu Rio berada dimana. Tapi aku yakin dia akan selalu baik-baik saja. Terimakasih untuk Desember yang indah. Terimakasih telah mengenalkan aku pada Rio. Terimakasih untuk semua Tuhan.
Mungkin jika kamu membaca cerita ini kamu akan merasa ini adalah khayalanku saja (aku pun masih merasa begitu) atau mungkin kamu tak mengerti dengan cerita ini. Tapi nyatanya, ini fakta. Dan inilah hidup, kau tidak dapat menebak akan bagaimana hidupmu. Jadi jalani saja, karena apapun yang terjadi, itu yang terbaik dari Tuhan.

(saat aku menulis cerita ini, cerita tentang Rio masih berlanjut)

hohoo ini gue post cerpen yg mjd tugas B.I ge yg nyuruh bkin cerpen berdasarkan pengalaman. DAN INI CERPEN GAK AD FIKSINYA SAMA SEKALI :) thx

No comments:

Post a Comment