Saturday, June 16, 2012

Ryan Tears part 4


“woyy .. Bu Ika dateng woy!”, teriak anak-anak sambil berlarian memasuki kelas dengan bringasnya. Kelas yang tadi ramai pun kini sudah dirombak menjadi suasana kuburan. Sunyi senyap. Tapi semua itu tidak berpengaruh pada Kay. Ia masih sibuk bermain dengan pikirannya. Entahlah semenjak bertemu dengan orang-yang-membuatnya-menangis-tanpa-alasan beberapa waktu lalu, ia tidak bisa berhenti memikirkan cowok itu. Cowok itu. Entah siapa dia. Tapi ia seperti membangkitkan kenangan kelam itu. Masa lalu itu. Masa lalu tentang ..
“Kay! Jangan ngelamun!. Tuh monster udah masuk!”, bisik Tisha sambil menggoyang-goyangkan tubuh Kay. Kay yang mendapat warning dari temannya itu langsung merobohkan lamunannya dan menghadap ke depan.
Terdengar derap langkah dari sepatu high heels milik guru killer itu. “oke anak-anak. Sebelum pelajaran dimulai, kita kedatangan satu murid baru. Dia murid pindahan jadi ibu minta kerjasama kalian”, pandangan beliau menyapu seluruh kelas yang membisu. Ahh .. masih kenalan segala. Males, batin Kay yang melanjutkan lamunannya yang to be continued tadi. “Silakan masuk”, ucap beliau lagi. Kemudian dari arah pintu masuklah seorang anak. Semua pasang mata memandang ke arahnya. Para cowok langsung melengos saat yang masuk adalah seorang laki-laki—yang tentu saja tidak bisa menjadi incaran baru mereka. Sayup-sayup terdengar desisan para gadis secara bersamaan, “oh, gosh .. cakep!”. Mata para murid cewek itu langsung berbinar cerah melihat sosok di hadapan mereka sekarang. Cowok itu nggak terlalu tinggi, rambutnya ditata acak-acakan dibagian belakang—tapi itulah yang membuatnya terkesan cool, tatapannya penuh ketenangan dan menurut mereka cowok itu imut banget!.
“Kay! Kay! Liat deh!”, jerit Tisha pelan sambil menyikut Kay tanpa mengalihkan pandangannya dari anak baru itu. Kay yang lamunannya lagi-lagi terbuyar oleh Tisha langsung bertanya dengan kesal.
“Apa lagi??”, tatap Kay jengkel pada Tisha.
“itu! cakep banget!!”. Kayla langsung menyusuri arah yang ditunjuk Tisha. Nafas Kay langsung tertahan. Ia tidak bisa mempercayai penglihatannya saat ini. Ini halusinasi, yakin Kay. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya berharap bisa menghilangkan apa yang dilihat di depannya. Tapi percuma.
Jantung Kay berdetak lebih kencang. Ia merasa badannya menjadi dingin. Darahnya seperti membeku. Nggak mungkin orang ini. Orang-yang-membuatnya-menangis-tanpa-alasan itu. Beberapa detik yang lalu orang itu hanya berada di dalam pikiran Kay, tapi kini anak itu sudah berdiri tanpa ekspresi di depan kelas sebagai anak baru. Wait .. apa tadi? Dia anak baru?? Sekolah disini dong?.
Anak itu mulai angkat bicara. Tiap pasang mata para gadis di kelas itu memandangnya dengan antusiasme tinggi.
“Oke, nama saya Ryan and I’m from U.S.A”, ucapnya singkat. Para gadis langsung terpana mendengar penuturannya. Nggak nyangka mereka bakal dapet inceran made in U.S.A. “sebelumnya saya masuk di SMP Pekerti Luhur”, matanya memandang ke seantero kelas dan berhenti dengan tatapan tajam yang tertuju pada Kay. “tapi karna beberapa alasan, saya pindah ke sekolah ini”, serunya dengan menekankan kata ‘beberapa alasan’. “jadi, saya mohon kerjasama dari ..”, ia menyunggingkan sebuah senyum miring pada Kay. Senyum itu seolah menyiratkan sederetan mimpi buruk baginya. “kalian”, lanjutnya. Otot Kay menegang mendengar kata ‘kalian’ yang diucapkan Ryan. Ia merasa yang dimaksud kalian oleh cowok aneh itu bukan mereka satu kelas tapi malah dirinya. Entahlah, Kay juga tak mengerti apa maksudnya. Mungkin ini hanya sebuah presepsi.
“oke, Ryan. Silahkan duduk di bangku yang kosong itu”, ucap Bu Ika dengan telunjuk yang mengarah ke bangku di belakang Kayla. Ryan pun menuju tempat yang telah ditentukan. Suara hati Kayla makin histeris saat Ryan mulai mendekat. Tuhan, inilah awal mimpi burukku, batin Kayla.
Ryan telah menduduki bangkunya. Jantung Kay serasa menciut. Kay menutup matanya sambil menahan nafas, mencoba meredam perasaan aneh yang terus menggerogotinya. “nggak usah nervous. Kita mulai ini pelan-pelan”, ucap bisikan yang tiba-tiba mampir di telinga Kay. Dahi Kay mengernyit rapat. Ia menoleh ke arah Ryan dibelakangnya. Ryan mengangkat salah satu alisnya sambil memamerkan sebuah senyum mematikan. Tiba-tiba Ryan membuka mulutnya. “Slow down”, tuturnya tanpa bersuara. Kay tak mengerti apa maksudnya. Ryan sungguh aneh. Ia seperti ingin melenyapkan Kay dari muka bumi ini. Kay membuka mulutnya kemudian menutupnya lagi. Ia ingin membalas ucapan Ryan tapi ia tidak dapat bersuara. Ryan kini memandang mata Kay dengan lekat. Kay merasakan perasaan itu lagi. Sialan, gue nggak boleh keliatan cengeng di depan dia, batinnya. Kay segera mengangkat tangannya dan meminta ijin ke toilet pada Bu Ika untuk melarikan diri.
ê
Pelajaran olahraga kali ini sangat menurunkan mood Kay. Karena hari ini materinya adalah olahraga voli. Kay sangat membenci olahraga yang satu ini karena itu akan membuat tangannya lebam—padahal alasan utamanya sih karena dia bego banget maen voli. Kay berjalan dengan langkah gontai untuk berganti seragam voli sekolahnya. Mahabintang School emang keren. Nggak seperti sekolah-sekolah lainnya yang hanya punya satu setel seragam olahraga, sekolah internasional ini memiliki seragam sesuai dengan cabang olahraganya—nggak heran, secara murid-muridnya adalah anak-anak borju sehingga mereka nggak akan kejang-kejang soal urusan dana. Mulai dari seragam olahraga voli, seragam olahraga basket, seragam olahraga renang, bahkan mereka memiliki polo shirt berwarna pastel dengan logo Mahabintang School sebagai seragam olahraga golf mereka. Tidak, sekolah ini tidak punya lapangan sendiri. Mereka akan pergi ke arena golf yang sudah bekerjasama dengan sekolah mereka saat akan berolahraga golf.
Setelah selesai memakai seragam berwarna silvernya, Kay segera keluar dari ruang ganti. Baru saja ia membuka pintu ..
“ihh .. si Ryan tadi sumpah ganteng banget!”, jerit Lea dengan mata berbunga-bunga. Gadis-gadis di ruangan itu pun menyetujuinya dengan ikut jejeritan memuji sosok bernama Ryan tadi. Kay yang melihat tragedi dihadapannya itu hanya bisa menelan ludah. Oh, right .. sebegitukah pesona orang aneh itu?
“iya! Dia tu cute banget. Dan keliatannya orangnya tuh cool banget”, sambung Gita.
“mana dia dari Amrik lagi! alamaakkk .. malaikat surgawi bener tu cowok!”, seru Priskil tak mau kalah.
“Senyumnya itu lhoo .. bikin gue melting!”, papar Tisha dengan kedua tangan terkepal di dada dan wajah dibuat seimut mungkin—yang menurut Kay malah jadi kayak kambing congek. Alis Kay terangkat saat mendengar penuturan itu. melting? Iya, gue meleleh! Abis senyum napi gitu sih, kayak mau ngebeleh gue aja tu anak, gerutu Kay dalam hati.
“Eh, tapi kok gue perhatiin dari tadi si Ryan tu kok ngeliatnya ke arah elo terus ya Kay? Sama tadi kalian sempat ngomong-ngomong gitu kan? Dan gue rasa itu bukan sesi perkenalan antara elo sama dia deh .. kalian udah saling kenal?”. Pertanyaan Lea membuat Kay gelagapan.
“Aaa .. ng .. itu ..”
“apa?? Elo udah saling kenal sebelumnya? Kay kenapa elo gak pernah bilang punya temen secakep dia?? Kok kalian bisa kenal sih?? “, protes Tisha.
“Eh, dia udah punya cewek belum?”, tanya Tita sambil mencondongkan badannya ke arah Kay, membuat Kay terpojok ke dinding.
“ceweknya cantik nggak?”, disusul pertanyaan yang lain. Kayla yang kebingungan hanya bisa melongo melihat cewek-cewek ini menjajahnya dengan beribu pertanyaan. Melihat antusiasme teman-temannya yang udah menggunung ia yakin dia nggak bakal keluar dari sini dengan selamat. Kay kemudian menyembulkan sebuah senyum-tak-berdosa dan bersiap untuk mengambil langkah pergi. “hehe gue nggak tahu!”, ucapnya yang kemudian langsung ngibrit.
“dasar lebay. Anak jangkrik gitu kok banyak banget sih fansnya?!”, Kay terus menyewot sambil berjalan memasuki GOR. Melihat teman-temannya yang sudah mulai berlari mengitari lapangan ia pun segera bergabung. “auuu!!”, jerit Kay saat merasakan rambutnya yang berkucir satu dijambak oleh tangan yang tak bertanggung jawab. Kay langsung menoleh ke arah sang pelaku dan mendapati Ryan disana. Ryan berlari mendahului Kay, kemudian ia berlari mundur menghadap Kayla dibelakangnya. Ryan mengangkat salah satu tangan dan melambaikannya sambil memasang sebuah senyum kemenangan. Kay menahan nafasnya kesal melihat ulah Ryan. Ryan membalikkan badannya dan terus berlari ke depan. Arrrgghhh !!! Kay ingin sekali membentak Ryan, mencincangnya kemudian memasukannya ke dalam lubang buaya!. Tapi, tikk!. Sesegera mungkin Kay menghapus air matanya agar tidak terlihat oleh orang lain—terutama Ryan—dia nggak mau imagenya rusak dan ia di cap sebagai cewek manja dengan pasokan air mata yang melimpah.
                   ê            
Brroogg! “aaduuh!”, terdengar suara sesuatu yang jatuh diiringi dengan teriakan Kay. Mendengar itu Ryan langsung panik dan membalikan badannya. Ia bersiap untuk berlari ke arah Kay di seberang lapangan. “Kay kamu nggak apa kan?”, tanya Gavra yang sudah berlari mendahului Ryan.
“nggak kok, tadi cuma kesandung terus jatuh”, ucap Kay sambil mencoba berdiri.
“wooaa!”, dengan sigap Gavra langsung memegangi tubuh Kay yang limbung.
“Kaki kamu keseleo tuh, Kay!”, ucap Gavra sambil memapah Kay ke pinggir lapangan. Kay yang menyadari kakinya memang sedang tidak bisa diandalkan pun hanya menuruti Gavra. Setelah duduk di bangku pinggir lapangan, Gavra segera membuka sepatu Kay dan mengutak-atiknya. Kay hanya memandangi Gavra dengan senyum tipis. Beberapa hari terakhir, kedua remaja ini emang lagi deket-deketnya. Gavra sangat baik terhadap Kay. Ia juga perhatian, hangat, punya selera humor tinggi yang bisa bikin Kay ngakak sampe perutnya keriting. Selain itu Kay sangat menyukai senyum Gavra yang begitu ekspresif. Ahhh .. pokoknya tipe Kay banget deh!. Selain itu, Gavra memang cowok most wanted di Mahabintang. Dia ketua osis, pintar, juga anak band. Oh iya, dia juga kapten klub sepak bola di sekolah elit itu. Jadi, nggak heran kalo tercipta gosip ‘the best couple’ dengan personil Gavra-Kay. Cowok dan cewek most wanted di sekolah itu. Itu pula yang bikin kaum hawa Mahabintang school makin antusias menyebut Kay ‘super-duper-lucky-and-perfect-girl’—yah .. di sisi lain mereka juga udah hopeless buat menggaet Enrico Gavra setelah melihat saingan mereka adalah Yang Mulia Kayla Karisma Putri.
“oke, paling bentar lagi juga udah normal”, ucap Gavra sambil tersenyum.
“thanks ya, Gav. Sebenernya nggak usah elo sembuhin dulu juga malahan kok! Gue jadi nggak perlu ikut voli!”
“ye .. ngehe lo! Enak disitu, enek di gue. Haha”, ucap Gavra.
Tanpa mereka sadari sedari tadi sepasang mata dengan tatapan tajam tengah memperhatikan mereka. Tangannya terkepal menahan perasaan yang tidak ia sadari bahwa rasa itu adalah cemburu.
ê
“Kaki kamu sudah sembuh. Itu berarti kamu tetap harus ikut pelajaran bapak hari ini”, ucap Pak Markus setelah selesai memeriksa kaki Kay. Kay yang mendengar hal itu langsung mengerahkan kemampuan aktingnya untuk melarikan diri.
“wahh, Pak ntar kalo kumat lagi gimana? Saya nggak berani ambil resiko nih pak”
“nggak usah banyak alesan. Kamu udah baik-baik aja kok. Bapak udah periksa kan barusan. Lagian kamu udah berapa kali pake alesan itu buat kabur dari materi voli?”. O iya, gue lupa!. Gue udah berapa kali ya pake alibi dangkal ini?. hadehh bego ..
“sudah .. ayo cepat!. Kalo kaki kamu masih sakit pakai dekker yang ada di loker ruang perlengkapan”, lanjut Pak Markus. Kay yang sudah kalah telak pun hanya membuang nafas dan berjalan dengan langkah gontai menuju ruang perlengkapan.
Kay menghentikan langkahnya sesaat ketika melihat Ryan telah bertengger di depan pintu ruang perlengkapan dengan wajah yang minta ditonjok. Karena muak, Kay mempercepat langkahnya memasuki ruang perlengkapan tanpa menghiraukan Ryan. Disana ia segera menuju ke loker panjang berwarna merah dan membuka pintu loker yang bertuliskan ‘dekker’. Tangan Kay mulai menggali loker tersebut untuk mencari dekker kaki yang akan dipakainya, tapi benda itu tidak ia temukan. Tiba-tiba terdengar sebuah suara, “elo cari ini?”. Kay segera membalikan badannya dan melihat Ryan telah membawa dekker yang ia cari. Kay mendatangi Ryan dengan kesal. “kok isa di elo?”, ucapnya sedikit membentak. Ryan tidak menggubris pertanyaan Kay, ia malah menarik sebuah kursi kecil di dekatnya. Kay menatapi Ryan dengan bingung dan kesal. “duduk”, ucap Ryan datar. Alis Kay bertaut. Ia bergantian memandang kursi yang kini berada dihadapannya kemudian menatap Ryan. Melihat Kay yang tidak bergerak, Ryan menarik tangan Kay dan mendudukannya dengan kasar.
“ihh .. apaan sih lo?!”, jerit Kay dengan penuh amarah.
“bawel, diem lo!”, tukasnya yang kemudian berjongkok didepan Kay. Ia segera membuka dekker dalam genggamannya dan bergegas memasangkannya pada kaki Kay.
“apa lo pegang-pegang kaki gue?!?”, bentak Kay lagi. Bawel banget sih ni cewek??, batin Ryan. Ryan segera melanjutkan tugasnya tanpa menghiraukan ucapan Kay. Sementara Kay yang melihat perlakuan Ryan yang tiba-tiba jadi sok malaikat itu hanya membungkam—dan tentunya kesal!. Bagaimana pun dia nggak mau terlihat selemah itu di depan cowok aneh kayak Ryan. Setelah selesai memasangkan dekker di kaki Kay, Ryan segera melesat meninggalkan Kay yang menatapnya dengan muka dongo.

Gie is back ! ayeeee!! :D lama banget nggak nglanjutin Ryan Tears karna stuck dan .. ujian :p hehe. so please read my last year story ini. keep coment keep in touch keep reading. argt ^^


older part :
Ryan Tears part 3
Ryan Tears part 2
Ryan Tears

No comments:

Post a Comment