Sunday, January 6, 2013

Page 6. Chapter 1. Book 13.

Hari ini, hari keenam di bulan petama tahun baru. Hari-hari semakin sulit saja. Aku bahkan mulai lupa bagaimana untuk bicara. Mulai lupa apa itu bahagia. Mulai lupa bercerita melalui tangis. Hari-hari makin hambar dan mati rasa.

Hanya mengikuti kaki yang melangkah tanpa arah. Otak tak cukup logis untuk mencari solusi. Ingin bertanya pada hati pun, ia sudah hancur berkeping jauh hari yang lalu. Masih haruskaah aku berbisik pada serpihannya?.

Diam, sendiri. Gemetaran menahan segala rasa. Hidup terlalu kompleks untuk diucapkan walau beribu kata melayang-layang dalam benakku. Andai saja ada yang mengerti. Kali ini aku hanya berani mengucapkan sebuah andai. Aku tak ingin menambahkan andai yang lain. Sudah cukup aku berandai. Itu hanya akan menjatuhkanku lebih jauh. Menjauhkanku dari kata syukur.

Sebuah coklat panas di pagi hari angka sepuluh. Kehangatan menjalari sudut-sudut jiwa yang terlalu dingin, hingga sedikit lagi akan membeku. Pahit. Ia terasa pahit dilidah. Sebuah senyum miring. Sempurna. Bukankah ia sama pahitnya dengan hidupku yang mulai berubah hancur sekarang?. Namun kemudian aku tertegun. Coklat ini pahit, namun aku masih bisa menikmatinya dengan nyaman. Apakah ini sama artinya dengan aku?. Hidupku sama pahitnya dengan coklat ini. Tapi seharusnya aku juga masih bisa mengubah kepahitan ini menjadi sebuah kenikmatan bukan?.

Bapa.. kenapa kau begitu mengasihi yang teramat berdosa? Bahkan melalui hal-hal kecil seperti ini.. kau memberiku kekuatan.

No comments:

Post a Comment