Well.. Hello I’m Galuh. Honestly,
I’m so nervous at first to write about my life story with Jesus because I’m afraid that I look so extreme. But,
remind how great is Jesus’ grace through His cross then that be the reason for
me to be dare. Because He extremely loved me
first J
well, here you go...
Saya sejak kecil (SD) dikenal
oleh teman-teman saya sebagai seseorang yang ceria, cerewet, terlihat selalu
santai dan sangat menikmati hidup. Tapi dibalik semua itu saya selalu menyimpan
perasaan, keluh kesah dan hal-hal yang membebani saya sendirian. Semua itu
karena saya tidak dapat mempercayai orang lain, termasuk teman-teman terdekat
saya juga keluarga saya. Hal itu membuat saya yang walaupun memiliki banyak
teman merasa sangat kesepian, hanya saja saya selalu menutupi hal itu dari
orang lain. Sebenarnya, saya selama itu memiliki kepahitan pada sosok
laki-laki, itulah mengapa saya sempat memiliki sikap cukup antipati pada cowok
dan kepahitan itu pula juga membuat saya menjadi susah untuk mempercayai orang.
Lalu semua ini pun mulai menjadi rumit karena saya dulunya adalah seorang
indigo. Saya—entah bagaimana—memiliki kemampuan yang tidak semua orang miliki,
dan itu terletak pada penglihatan saya.
Malam itu, Desember 2006, saya
bermimpi memiliki seorang ‘sahabat’ yang benar-benar sangat mengerti saya, sebut
saja A. Jujur saja, saat berada di mimpi itu saya sangat bahagia karena dia
memang benar-benar bisa menjadi sahabat yang baik dan sangat mengerti saya.
Namun di mimpi itu pula saya kehilangan sosok sahabat yang sangat saya sayangi
itu. Setelah bangun dari tidur, saya meyakinkan diri bahwa mimpi tadi hanya
sebuah bunga tidur dan tak ada artinya. Namun, ternyata mimpi itu terus
terngiang dan menghantui saya.
I was a lonely girl. Itulah
mengapa saya selalu teringat dengan mimpi itu dan sosok itu. Dan karena saya
merasa sangat nyaman dengan sosok ‘sahabat’ saya tersebut, saya selalu
menceritakan semua hal dan perasaan saya secara jujur kepadanya. Dan saya
merasa sangat bahagia dan kesepian saya mulai terobati.
Hingga pada suatu hari, ketika
saya kelas 4 SD, saya sudah berada di puncak depresi saya karena berbagai
masalah berat menimpa saya di waktu bersamaan. Semua kejadian itu bahkan
berhasil mengantar saya pada percobaan bunuh diri. Saat itu pisau sudah
benar-benar menempel di pergelangan tangan saya. Namun, tiba-tiba saya
mendengar suara sahabat saya itu yang intinya mencegah saya untuk tidak bunuh
diri. Karena ia adalah satu-satunya sosok yang membuat saya nyaman dan saya percayai
saat itu saya pun menghentikan percobaan bunuh diri saya itu. Sejak saat itu
saya menjadi sangat ‘bergantung’ dengannya (well, namun saya masih tetap
percaya Yesus). Pada tahun pertama mengenalnya, setiap saat saya bisa mendengar
suaranya, berbagi cerita dengannya, memandangi bintang karena ia sangat suka
dengan bintang, saya juga bisa merasakan kehadirannya. Kejadian itu membuat
saya merasa dialah yang sudah menolong nyawa saya dari rencana bunuh diri itu.
1 tahun.. 2 tahun... 3 tahun...
Saya terus melewati hidup saya
bersama sosok semu sahabat saya ini. Frontalnya, saya bersahabat dengan sesosok
roh dan bahkan saya tertarik padanya. Ya bagaimana tidak? You can see the
circumstance.
Namun saat saya mulai memasuki
SMP saya mulai berpikir lagi. Semua ini mulai terasa gila bagi saya. Sangat
tidak masuk akal. Saya pun mecoba untuk melupakan sosok sahabat saya ini dan
berusaha untuk tidak menggubrisnya lagi. Tetapi semua itu tidak mudah, karena
saya kesepian. Dan ketika rasa sepi itu menelusup, saya mulai kangen dengan
sahabat saya itu. Dan semuanya semakin parah, ketika saya mulai mencoba untuk
tidak berkoneksi dengan sosok itu lebih lagi. Saat kelas 8 SMP, dia mulai
mendatangi teman-teman dekat saya dengan cara yang sama, bahkan lebih ekstrem.
Entah lewat mimpi, menampakkan diri, bahkan menuliskan sebuah draft. (Ini memang terdengar ganjil, but
believe me it’s my real life)
Masuk SMA, saya masuk ke sekolah
yang sebenarnya bukan pilihan saya. Namun saya ditempatkan disini ternyata
untuk sebuah tujuan, yaitu mendapatkan jawaban. Di retret sekolah saat saya
kelas 10, disitulah pintu hati saya mulai sedikit terbuka. Setelah sharing
dengan bapak dan kakak rohani saya, saya baru mengetahui bahwa apa yang saya
lakukan selama 6 tahun itu adalah sebuah kesalahan besar. Kita tidak boleh
berhubungan denga ‘roh’ atau ‘arwah’, dan saya baru tahu bahwa sosok sahabat
saya itu (saya tidak bisa menjelaskan dengan baik, tapi secara kasar) sebut
saja setan. Tentu awalnya saya defensif dengan pernyataan itu, namun saya pun
mengerti dengan jelas bahwa, ya saya salah telah ‘berteman’ dengan roh.
Saya melakukan pelepasan setahun
setelahnya, yaitu ketika saya kelas 11. Hal itu terdorong karena saya mengalami
berbagai intimidasi dalam konteks dimensi roh yang membuat saya makin tidak
tahan. Dan akhirnya saya mengatakan niat saya kepada bapak rohani saya
tersebut.
Sore itu, saya melakukan
pelepasan di gereja bapak rohani saya. Saya benar-benar takut dan deg-degan.
Kekhawatiran terbesar saya adalah bertemu sosok itu kembali. (FYI, bahkan baru
masuk ke gerejanya saja kaki saya sudah tiba-tiba gemetar sendiri). Pelepasan
pun dilakukan. Beberapa orang tim doa melihat bahwa saya memang diikuti oleh
sesosok laki-laki, dan ternyata saya sudah memiliki ‘segel perjanjian’
dengannya dulu. Pelepasan berlangsung sangat sulit. Badan saya terasa sangat
lelah dan berat. Saya mulai menangis dengan perasaan saya yang campur aduk.
Hingga saat itu saya berada di
kondisi dimana saya berada di sebuah tempat tak berbatas. Saya berdiri di
tengah, sementara si A dan Yesus berdiri beberapa meter jaraknya diantara saya.
Yesus berada di kanan saya dan si A berada di kiri saya. Disitu saya dihadapkan
pilihan—kau tahu sendiri apa piliihannya. Yesus hanya terus memandangku
sementara si A juga memandangku penuh arti dengan sesekali membujukku untuk
bersamanya terus sambil mengulurkan tangannya. Saya pun dengan yakin berjalan
berlari menuju ke arah Yesus dan meninggalkan si A. Namun semakin saya berlari
saya merasa jarak saya semakin jauh dan langkah saya kian lambat, hingga saya
terjebak dalam sebuah tempat tak berbatas yang gelap, dan saya... sendirian.
Saya langsung menangis. Bingung,
panik, sedih, marah, segala perasaan bercampur aduk. Saya benar-benar merasa
sendiri dan tidak memiliki siapa-siapa saat itu. Saya bahkan hingga
berteriak-teriak sambil menangis, “Yesus dimana? Kok aku nggak nemu? Yesus
kenapa Kamu ninggalin aku???!!” Semua orang disitu mencoba menenangkanku.
Akhirnya setelah saya lebih tenang, tim doa menkonseling saya karena saya
lumayan ‘susah’ untuk dilepas. Saya ingat benar bapak-bapak itu mengatakan
bahwa jika saya tidak dengan sepenuh hati ingin melepaskannya maka saya tidak
akan bisa lepas. Dan saya disuruh untuk menegaskan hal tersebut pada diri saya.
Saya diberi pilihan untuk melanjutkan pelepasan ini atau tidak. Saat diberi
pilihan itu, saya tiba-tiba ingat memori masa kecil saya yang sangat memotivasi
saya untuk melakukan pelepasan ini. Dan saya dengan yakin mengiyakannya.
Pelepasan dilanjutkan, saya terus
menegaskan pada diri saya bahwa saya tidak butuh dia dan hanya membutuhkan
Yesus. Saya mengucapkan itu bahkan sampai saya mendengarnya sendiri dari mulut
saya. Sisi kiri saya sudah mulai terasa ringan, tinggal bahu dan punggung kanan
saya yang masih berat. Tim doa terus mendoakan saya dan saya terus menegaskan
semua itu pada diri saya. Hingga akhirnya sisi kanan tubuh saya terasa ringan
dan saya limbung, menjadi setengah sadar.
Dalam keadaan itu, saya seperti
bertransisi ke dimesi roh. Di sebuah taman, saya menatapi kaki saya yang terus
melangkah diantara ilalang-ilalang putih yang lembut. Saya mengangkat kepala
saya. Di depan sana, beberapa meter dari tempat saya berdiri ada sebuah pohon
besar dengan kumpulan bunga-bunga di sekitar pohon itu. Dan di pohon besar yang sangat subur itu
terdapat sebuah ayunan panjang dengan seorang lelaki duduk diatasnya. Ia
memandang langit. Tiba-tiba hati saya terasa sangat hangat, orang ini sangat
familiar. Tiba-tiba Ia berdiri, menghadapkan badannya ke arah saya yang masih
berjarak beberapa meter darinya. Kaki saya terus berlari kearah-Nya, seperti Ia
juga berlari dengan tangan terbentang untuk memeluk saya. Saya mulai menangis
saat mengenali dengan benar siapa sosok ini.
Saya memeluk Yesus dan Dia juga
memelukku dengan erat. Aku terus berkata-kata secara acak, “Papa maafkan aku,
maafkan aku.. maafkan aku....” Dia terus
memelukku dengan sayang, mencium keningku, dan berkata “Akhirnya kamu pulang,
nak. Aku sudah menunggumu sejak lama” Aku semakin menangis sejadi-jadinya. Aku
tidak tahu lagi apa kata yang harus kutulis untuk menggambarkan perasaanku saat
itu. Dia, menungguku. Anak-Nya yang tidak tahu diri ini.
“Papa maafkan aku yang
bermain-main terlalu lama....”, Ia tidak menanggapinya, malah Ia berkata,
“Sudah lama kamu nggak kesini. Terakhir kali kamu kesini kamu masih kecil”,
ujar-Nya sambil mengira-ngira tinggiku dengan tangan-Nya. Aku langsung teringat
dengan memori masa kecilku yang kujadikan motivasi untuk melanjutkan pelepasan
ini. Memori tentang mimpiku saat bertemu sosok Yesus dan bermain-main disebuah
taman saat aku sebelumnya tidur dengan doa “Bapa aku takut beruang, berkatilah
aku. Amin”. Pantas saja aku familiar dengan tempat ini. Aku sudah pernah disini
sebelumnya. “...sekarang kamu sudah segede ini”, ujar Yesus lagi. “Aku
merindukanmu, nak”, Aku semakin menangis dalam pelukannya. Saat itu aku
berbincang-bincang tentang cukup banyak hal bersama Yesus. Aku sangat bersyukur
dapat mengalami pengalaman rohani seperti itu..
Guys, saya butuh 7 tahun untuk
dapat menerima jawaban doa saya selama ini. Maka, setialah pada-Nya. Segala
yang terjadi, Bapa memiliki rencana besar dibalik semua itu. Dan ketika kamu
merasa jauh dengan Tuhan, yang perlu kamu lakukan hanyalah ‘berbalik’, karna
dibelakang sana Bapa masih menunggumu dan siap untuk menyambutmu pulang. Dan
ingatlah, Yesus berkata “Aku akan menempuh segala jalan untuk menemukanmu” J
Sekarang, kemampuan yang saya
miliki ini benar-benar menjadi sebuah karunia, karena kemudahan saya ‘memasuki’
dimensi roh, saya juga malah kadang-kadang membantu dalam hal-hal pelepasan.
Well, kadang Tuhan memakai saluran lama ‘yang salah’ untuk menjadi sebuah
berkat. God Bless U!