“woyy .. Bu
Ika dateng woy!”, teriak anak-anak sambil berlarian memasuki kelas dengan
bringasnya. Kelas yang tadi ramai pun kini sudah dirombak menjadi suasana
kuburan. Sunyi senyap. Tapi semua itu tidak berpengaruh pada Kay. Ia masih
sibuk bermain dengan pikirannya. Entahlah semenjak bertemu dengan
orang-yang-membuatnya-menangis-tanpa-alasan beberapa waktu lalu, ia tidak bisa
berhenti memikirkan cowok itu. Cowok itu. Entah siapa dia. Tapi ia seperti
membangkitkan kenangan kelam itu. Masa lalu itu. Masa lalu tentang ..
“Kay! Jangan
ngelamun!. Tuh monster udah masuk!”, bisik Tisha sambil menggoyang-goyangkan
tubuh Kay. Kay yang mendapat warning dari temannya itu langsung merobohkan
lamunannya dan menghadap ke depan.
Terdengar
derap langkah dari sepatu high heels milik
guru killer itu. “oke anak-anak. Sebelum pelajaran dimulai, kita kedatangan
satu murid baru. Dia murid pindahan jadi ibu minta kerjasama kalian”, pandangan
beliau menyapu seluruh kelas yang membisu. Ahh
.. masih kenalan segala. Males, batin Kay yang melanjutkan lamunannya yang to be continued tadi. “Silakan masuk”,
ucap beliau lagi. Kemudian dari arah pintu masuklah seorang anak. Semua pasang
mata memandang ke arahnya. Para cowok langsung melengos saat yang masuk adalah
seorang laki-laki—yang tentu saja tidak bisa menjadi incaran baru mereka. Sayup-sayup
terdengar desisan para gadis secara bersamaan, “oh, gosh .. cakep!”. Mata para
murid cewek itu langsung berbinar cerah melihat sosok di hadapan mereka
sekarang. Cowok itu nggak terlalu tinggi, rambutnya ditata acak-acakan dibagian
belakang—tapi itulah yang membuatnya terkesan cool, tatapannya penuh ketenangan
dan menurut mereka cowok itu imut banget!.
“Kay! Kay!
Liat deh!”, jerit Tisha pelan sambil menyikut Kay tanpa mengalihkan
pandangannya dari anak baru itu. Kay yang lamunannya lagi-lagi terbuyar oleh
Tisha langsung bertanya dengan kesal.
“Apa lagi??”,
tatap Kay jengkel pada Tisha.
“itu! cakep
banget!!”. Kayla langsung menyusuri arah yang ditunjuk Tisha. Nafas Kay
langsung tertahan. Ia tidak bisa mempercayai penglihatannya saat ini. Ini halusinasi, yakin Kay. Ia
menggeleng-gelengkan kepalanya berharap bisa menghilangkan apa yang dilihat di
depannya. Tapi percuma.
Jantung Kay
berdetak lebih kencang. Ia merasa badannya menjadi dingin. Darahnya seperti
membeku. Nggak mungkin orang ini. Orang-yang-membuatnya-menangis-tanpa-alasan
itu. Beberapa detik yang lalu orang itu hanya berada di dalam pikiran Kay, tapi
kini anak itu sudah berdiri tanpa ekspresi di depan kelas sebagai anak baru.
Wait .. apa tadi? Dia anak baru?? Sekolah disini dong?.
Anak itu mulai
angkat bicara. Tiap pasang mata para gadis di kelas itu memandangnya dengan
antusiasme tinggi.
“Oke, nama
saya Ryan and I’m from U.S.A”, ucapnya singkat. Para gadis langsung terpana
mendengar penuturannya. Nggak nyangka mereka bakal dapet inceran made in U.S.A. “sebelumnya saya masuk di
SMP Pekerti Luhur”, matanya memandang ke seantero kelas dan berhenti dengan
tatapan tajam yang tertuju pada Kay. “tapi karna beberapa alasan, saya pindah
ke sekolah ini”, serunya dengan menekankan kata ‘beberapa alasan’. “jadi, saya
mohon kerjasama dari ..”, ia menyunggingkan sebuah senyum miring pada Kay.
Senyum itu seolah menyiratkan sederetan mimpi buruk baginya. “kalian”,
lanjutnya. Otot Kay menegang mendengar kata ‘kalian’ yang diucapkan Ryan. Ia
merasa yang dimaksud kalian oleh cowok aneh itu bukan mereka satu kelas tapi
malah dirinya. Entahlah, Kay juga tak mengerti apa maksudnya. Mungkin ini hanya
sebuah presepsi.
“oke, Ryan.
Silahkan duduk di bangku yang kosong itu”, ucap Bu Ika dengan telunjuk yang
mengarah ke bangku di belakang Kayla. Ryan pun menuju tempat yang telah
ditentukan. Suara hati Kayla makin histeris saat Ryan mulai mendekat. Tuhan, inilah awal mimpi burukku, batin
Kayla.
Ryan telah
menduduki bangkunya. Jantung Kay serasa menciut. Kay menutup matanya sambil
menahan nafas, mencoba meredam perasaan aneh yang terus menggerogotinya. “nggak
usah nervous. Kita mulai ini pelan-pelan”, ucap bisikan yang tiba-tiba mampir
di telinga Kay. Dahi Kay mengernyit rapat. Ia menoleh ke arah Ryan
dibelakangnya. Ryan mengangkat salah satu alisnya sambil memamerkan sebuah
senyum mematikan. Tiba-tiba Ryan membuka mulutnya. “Slow down”, tuturnya tanpa
bersuara. Kay tak mengerti apa maksudnya. Ryan sungguh aneh. Ia seperti ingin
melenyapkan Kay dari muka bumi ini. Kay membuka mulutnya kemudian menutupnya
lagi. Ia ingin membalas ucapan Ryan tapi ia tidak dapat bersuara. Ryan kini
memandang mata Kay dengan lekat. Kay merasakan perasaan itu lagi. Sialan, gue nggak boleh keliatan cengeng di
depan dia, batinnya. Kay segera mengangkat tangannya dan meminta ijin ke
toilet pada Bu Ika untuk melarikan diri.
ê
Pelajaran
olahraga kali ini sangat menurunkan mood Kay. Karena hari ini materinya adalah
olahraga voli. Kay sangat membenci olahraga yang satu ini karena itu akan membuat
tangannya lebam—padahal alasan utamanya sih karena dia bego banget maen voli. Kay
berjalan dengan langkah gontai untuk berganti seragam voli sekolahnya.
Mahabintang School emang keren. Nggak seperti sekolah-sekolah lainnya yang
hanya punya satu setel seragam olahraga, sekolah internasional ini memiliki
seragam sesuai dengan cabang olahraganya—nggak heran, secara murid-muridnya
adalah anak-anak borju sehingga
mereka nggak akan kejang-kejang soal urusan dana. Mulai dari seragam olahraga
voli, seragam olahraga basket, seragam olahraga renang, bahkan mereka memiliki
polo shirt berwarna pastel dengan logo Mahabintang School sebagai seragam
olahraga golf mereka. Tidak, sekolah ini tidak punya lapangan sendiri. Mereka
akan pergi ke arena golf yang sudah bekerjasama dengan sekolah mereka saat akan
berolahraga golf.
Setelah
selesai memakai seragam berwarna silvernya, Kay segera keluar dari ruang ganti.
Baru saja ia membuka pintu ..
“ihh .. si
Ryan tadi sumpah ganteng banget!”, jerit Lea dengan mata berbunga-bunga. Gadis-gadis
di ruangan itu pun menyetujuinya dengan ikut jejeritan memuji sosok bernama
Ryan tadi. Kay yang melihat tragedi dihadapannya itu hanya bisa menelan ludah.
Oh, right .. sebegitukah pesona orang aneh itu?
“iya! Dia tu
cute banget. Dan keliatannya orangnya tuh cool banget”, sambung Gita.
“mana dia dari
Amrik lagi! alamaakkk .. malaikat surgawi bener tu cowok!”, seru Priskil tak
mau kalah.
“Senyumnya itu
lhoo .. bikin gue melting!”, papar
Tisha dengan kedua tangan terkepal di dada dan wajah dibuat seimut mungkin—yang
menurut Kay malah jadi kayak kambing congek. Alis Kay terangkat saat mendengar
penuturan itu. melting? Iya, gue meleleh!
Abis senyum napi gitu sih, kayak mau ngebeleh gue aja tu anak, gerutu Kay
dalam hati.
“Eh, tapi kok
gue perhatiin dari tadi si Ryan tu kok ngeliatnya ke arah elo terus ya Kay?
Sama tadi kalian sempat ngomong-ngomong gitu kan? Dan gue rasa itu bukan sesi
perkenalan antara elo sama dia deh .. kalian udah saling kenal?”. Pertanyaan
Lea membuat Kay gelagapan.
“Aaa .. ng ..
itu ..”
“apa?? Elo
udah saling kenal sebelumnya? Kay kenapa elo gak pernah bilang punya temen
secakep dia?? Kok kalian bisa kenal sih?? “, protes Tisha.
“Eh, dia udah
punya cewek belum?”, tanya Tita sambil mencondongkan badannya ke arah Kay,
membuat Kay terpojok ke dinding.
“ceweknya
cantik nggak?”, disusul pertanyaan yang lain. Kayla yang kebingungan hanya bisa
melongo melihat cewek-cewek ini menjajahnya dengan beribu pertanyaan. Melihat
antusiasme teman-temannya yang udah menggunung ia yakin dia nggak bakal keluar
dari sini dengan selamat. Kay kemudian menyembulkan sebuah senyum-tak-berdosa
dan bersiap untuk mengambil langkah pergi. “hehe gue nggak tahu!”, ucapnya yang
kemudian langsung ngibrit.
“dasar lebay. Anak jangkrik gitu kok banyak banget sih fansnya?!”, Kay
terus menyewot sambil berjalan memasuki GOR. Melihat teman-temannya yang sudah
mulai berlari mengitari lapangan ia pun segera bergabung. “auuu!!”, jerit Kay
saat merasakan rambutnya yang berkucir satu dijambak oleh tangan yang tak
bertanggung jawab. Kay langsung menoleh ke arah sang pelaku dan mendapati Ryan
disana. Ryan berlari mendahului Kay, kemudian ia berlari mundur menghadap Kayla
dibelakangnya. Ryan mengangkat salah satu tangan dan melambaikannya sambil
memasang sebuah senyum kemenangan. Kay menahan nafasnya kesal melihat ulah
Ryan. Ryan membalikkan badannya dan terus berlari ke depan. Arrrgghhh !!! Kay
ingin sekali membentak Ryan, mencincangnya kemudian memasukannya ke dalam
lubang buaya!. Tapi, tikk!. Sesegera
mungkin Kay menghapus air matanya agar tidak terlihat oleh orang lain—terutama
Ryan—dia nggak mau imagenya rusak dan ia di cap sebagai cewek manja dengan
pasokan air mata yang melimpah.
ê
Brroogg! “aaduuh!”, terdengar suara
sesuatu yang jatuh diiringi dengan teriakan Kay. Mendengar itu Ryan langsung
panik dan membalikan badannya. Ia bersiap untuk berlari ke arah Kay di seberang
lapangan. “Kay kamu nggak apa kan?”, tanya Gavra yang sudah berlari mendahului
Ryan.
“nggak kok,
tadi cuma kesandung terus jatuh”, ucap Kay sambil mencoba berdiri.
“wooaa!”,
dengan sigap Gavra langsung memegangi tubuh Kay yang limbung.
“Kaki kamu
keseleo tuh, Kay!”, ucap Gavra sambil memapah Kay ke pinggir lapangan. Kay yang
menyadari kakinya memang sedang tidak bisa diandalkan pun hanya menuruti Gavra.
Setelah duduk di bangku pinggir lapangan, Gavra segera membuka sepatu Kay dan
mengutak-atiknya. Kay hanya memandangi Gavra dengan senyum tipis. Beberapa hari
terakhir, kedua remaja ini emang lagi deket-deketnya. Gavra sangat baik
terhadap Kay. Ia juga perhatian, hangat, punya selera humor tinggi yang bisa
bikin Kay ngakak sampe perutnya keriting. Selain itu Kay sangat menyukai senyum
Gavra yang begitu ekspresif. Ahhh .. pokoknya tipe Kay banget deh!. Selain itu,
Gavra memang cowok most wanted di
Mahabintang. Dia ketua osis, pintar, juga anak band. Oh iya, dia juga kapten
klub sepak bola di sekolah elit itu. Jadi, nggak heran kalo tercipta gosip ‘the
best couple’ dengan personil Gavra-Kay. Cowok dan cewek most wanted di sekolah itu. Itu pula yang bikin kaum hawa
Mahabintang school makin antusias menyebut Kay
‘super-duper-lucky-and-perfect-girl’—yah .. di sisi lain mereka juga udah hopeless buat menggaet Enrico Gavra
setelah melihat saingan mereka adalah Yang Mulia Kayla Karisma Putri.
“oke, paling
bentar lagi juga udah normal”, ucap Gavra sambil tersenyum.
“thanks ya,
Gav. Sebenernya nggak usah elo sembuhin dulu juga malahan kok! Gue jadi nggak
perlu ikut voli!”
“ye .. ngehe
lo! Enak disitu, enek di gue. Haha”, ucap Gavra.
Tanpa mereka
sadari sedari tadi sepasang mata dengan tatapan tajam tengah memperhatikan
mereka. Tangannya terkepal menahan perasaan yang tidak ia sadari bahwa rasa itu
adalah cemburu.
ê
“Kaki kamu
sudah sembuh. Itu berarti kamu tetap harus ikut pelajaran bapak hari ini”, ucap
Pak Markus setelah selesai memeriksa kaki Kay. Kay yang mendengar hal itu
langsung mengerahkan kemampuan aktingnya untuk melarikan diri.
“wahh, Pak
ntar kalo kumat lagi gimana? Saya nggak berani ambil resiko nih pak”
“nggak usah
banyak alesan. Kamu udah baik-baik aja kok. Bapak udah periksa kan barusan.
Lagian kamu udah berapa kali pake alesan itu buat kabur dari materi voli?”. O iya, gue lupa!. Gue udah berapa kali ya
pake alibi dangkal ini?. hadehh bego ..
“sudah .. ayo
cepat!. Kalo kaki kamu masih sakit pakai dekker yang ada di loker ruang perlengkapan”,
lanjut Pak Markus. Kay yang sudah kalah telak pun hanya membuang nafas dan
berjalan dengan langkah gontai menuju ruang perlengkapan.
Kay
menghentikan langkahnya sesaat ketika melihat Ryan telah bertengger di depan
pintu ruang perlengkapan dengan wajah yang minta ditonjok. Karena muak, Kay
mempercepat langkahnya memasuki ruang perlengkapan tanpa menghiraukan Ryan.
Disana ia segera menuju ke loker panjang berwarna merah dan membuka pintu loker
yang bertuliskan ‘dekker’. Tangan Kay mulai menggali loker tersebut untuk
mencari dekker kaki yang akan dipakainya, tapi benda itu tidak ia temukan.
Tiba-tiba terdengar sebuah suara, “elo cari ini?”. Kay segera membalikan
badannya dan melihat Ryan telah membawa dekker yang ia cari. Kay mendatangi
Ryan dengan kesal. “kok isa di elo?”, ucapnya sedikit membentak. Ryan tidak
menggubris pertanyaan Kay, ia malah menarik sebuah kursi kecil di dekatnya. Kay
menatapi Ryan dengan bingung dan kesal. “duduk”, ucap Ryan datar. Alis Kay
bertaut. Ia bergantian memandang kursi yang kini berada dihadapannya kemudian
menatap Ryan. Melihat Kay yang tidak bergerak, Ryan menarik tangan Kay dan
mendudukannya dengan kasar.
“ihh .. apaan
sih lo?!”, jerit Kay dengan penuh amarah.
“bawel, diem
lo!”, tukasnya yang kemudian berjongkok didepan Kay. Ia segera membuka dekker
dalam genggamannya dan bergegas memasangkannya pada kaki Kay.
“apa lo
pegang-pegang kaki gue?!?”, bentak Kay lagi. Bawel banget sih ni cewek??, batin Ryan. Ryan segera melanjutkan
tugasnya tanpa menghiraukan ucapan Kay. Sementara Kay yang melihat perlakuan
Ryan yang tiba-tiba jadi sok malaikat itu hanya membungkam—dan tentunya kesal!.
Bagaimana pun dia nggak mau terlihat selemah itu di depan cowok aneh kayak Ryan.
Setelah selesai memasangkan dekker di kaki Kay, Ryan segera melesat
meninggalkan Kay yang menatapnya dengan muka dongo.
Gie is back ! ayeeee!! :D lama banget nggak nglanjutin Ryan Tears karna stuck dan .. ujian :p hehe. so please read my last year story ini. keep coment keep in touch keep reading. argt ^^
older part :
Ryan Tears part 3
Ryan Tears part 2
Ryan Tears
No comments:
Post a Comment