Orycon.
Malam
menjelang. Kegelapan mulai merasuki tiap sudut di Orycon. Leon memandang tajam
ke arah matahari yang mulai tenggelam di ufuk timur. Warna merah muda dan ungu
tua begitu kontras menghiasi langit. Inilah Orycon, negara sihir yang penuh keajaiban—atau
lebih tepatnya keanehan—yang begitu memuja bintang, dan kekuatannya berasal
dari rasi bintang Orion. Negara dimana semua benda bisa bergerak sendiri,
dimana untuk bepergian kau hanya tinggal menerbangkan dirimu seperti seekor
burung tanpa menggunakan kendaraan sihir apapun—termasuk sapu terbang. Tidak,
para pylon (penduduk Orycon) bukanlah
penyihir yang menunggangi sapu untuk berpindah tempat. Yang benar saja, dimana
kau akan menaruh pantatmu? Di gagangnya yang sempit itu? Oh, Tuhan bisa-bisa
pantat para pylon mengempis seketika.
Leon
mengalihkan pandangannya, matanya kini memasang fokus pada hamparan air luas
berwarna kebiruan. “Kita sudah sampai, itu Samudera Poison!”, seru Leon pada
Camelion yang terbang disampingnya. Camelion mengangkat kedua alisnya yang
kecoklatan. “Mmm .. kau yakin akan mengambil mawar laut perak itu?”, tanyanya
ragu. Leon membalas tatapan Camelion dengan dahi yang mengerut. “Ayolah
sahabatku, aku ingin melakukan ini juga untuk kepentinganmu. Kau ingin mantra
tubuhmu kembali utuh kan?”. Camelion mendesah perlahan. Ia ingat, ia telah
kehilangan setengah mantera tubuhnya karena kecelakaan yang terjadi saat ia
melawan Owrula, burung hantu raksasa di Hutan Magos untuk mencari
tanaman-tanaman bahan ramuannya. Ia juga heran, biasanya Owrula begitu jinak
dan penurut tetapi entah kenapa ia bisa menjadi begitu ganas.
Bagi
para pylon, kehilangan sedikit saja mantera tubuh sama saja dengan luka pada
manusia biasa. Dan kehilangan setengah mantera tubuh? Itu sama saja kau hanya
punya setengah nyawa. Camelion telah meminum berbagai ramuan sihir untuk
mengembalikan mantra tubuh yang hilang, tapi memang ramuan-ramuan itu hanya
bisa memulihkan mantra tubuh Camelion hingga seperempatnya saja. Dan untuk
membuat mantra tubuhnya utuh, satu-satunya jalan hanyalah mawar laut perak.
Mawar laut perak merupakan tumbuhan yang paling penting bagi Orycon. Mawar itu
hanya satu di dunia. Ia menyimpan segala kekuatan sihir yang dapat menyempurnakan
mantra tubuh dan kemampuan apapun. Bahkan mawar ini akan menjadikanmu penyihir
terkuat sejagat raya jika kau bisa mendapatkannya saat rasi bintang Orion
bersinar terang.
“Kau
siap?”, tanya Leon saat kedua sosok itu melayang di atas Samudra Poison.
Camelion hanya menghela nafas panjang kemudian dengan cepat ia menukik tajam
dan menyelami Samudra Poison. Ternyata
kau benar-benar siap untuk melihatku menjadi yang terkuat .. haha. Ternyata kau
tak sepintar yang ku kira, Cameli. Maaf sobat, mawar itu akan menjadi milikku
sendiri dan kamu akan hidup dalam kecacatan tanpa mantra tubuh yang utuh. Leon
menyunggingkan sebuah senyum miring dan segera menyusul Camelion.
Dengan
mudah mereka segera menemukan mawar tersebut karena saat itu rasi bintang Orion
tengah hadir, sehingga mawar laut itu memancarkan sinar berwarna keperakan yang
begitu terang. Tanpa basa-basi, kedua pylon itu segera menuju ke arahnya. “wow
.. exellentcia!”, mereka seketika menyerukan kekagumannya. Segera Leon
mengucapkan mantra yang dibacanya di buku rahasia perpustakaan Odstone yang
dicurinya sambil memasukan tangannya menembus portal air yang melindungi mawar
itu. Sesaat jemarinya terasa mulai menyentuh tangkai mawar tersebut dan Leon
pun memetiknya dengan cepat.
Leon
tersenyum puas saat mawar itu kini tengah berada dalam genggamannya. Kekuatan abadi, aku datang, ucapnya
dalam hati. “Leon kita berhasil! Mantra tubuhku akan utuh kembali!”, pekik
Camelion terharu. Mendengar itu Leon hanya tersenyum angkuh. Camelion heran
melihat tingkah laku laki-laki dihadapannya ini. “untukmu? Jangan berpikir
seperti itu, bodoh! Haha”
“maksudmu,
Le?”
“Kekuatan
abadi”, ucap Leon sambil mengelus pelan kelopak bunga mawar itu. Camelion
terperangah saat mengerti apa maksud Leon. Ia ingin menguasai mawar itu. Ya ampun!
Leon, setega itu kah?. Tapi .. tidak!. Tidak mugkin ia menipu Camelion, mereka
kan sudah berteman sejak lahir!. “Hah .. kau kira aku sebaik itu membiarkanmu
mengutuhkan mantra tubuhmu? Maaf, tapi aku tak sudi lagi menjadi bayanganmu.
Menjadi Leon yang dikenal sebagai sahabat Camelion, bukan Leon si penyihir terpintar
dan kuat seperti orang mengenalmu!. Dan kurasa cukup dengan mengelabuimu aku
bisa mendapatkan apa yang aku mau”. Camelion tidak bisa mempercayai apa yang
didengarnya.”Maaf, Cameli”, ucap Leon lembut dengan nada mengejek.
Sssiinngggg!!!. Tiba-tiba sebuah cahaya
menyilaukan datang dan menyinari segala penjuru samudra. Cahaya itu seketika
mewujudkan sebuah sosok berbulu emas yang membuat dua pylon ini terkejut
sekaligus ketakutan. Pesas. Kuda terbang penjaga mawar laut perak itu kini
berdiri didepan Leon dan Camelion. Matanya yang bening menatap mereka dengan
penuh selidik. “Ah .. aa-aku. Bukan! Pesas-God, i-ini dia yang ingin
mengambilnya!”, jerit Leon histeris sambil melempar mawar itu ke arah Camelion.
Camelion bertambah kaget saat bibir Leon mengucapkan kata-kata itu. Belum
selesai kekagetannya, seketika tubuh Pesas menyebarkan cahaya kemerahan yang
menandakan kemurkaannya. Cahaya itu melesat cepat menuju ke arah Leon dan
membelit tubuh jangkungnya. Leon menjerit-jerit tapi tak ada satu suara pun
yang keluar dari mulutnya. Ia bisu. Camelion begitu panik melihat Leon, ia
ingin memohon kepada Pesas-God untuk melepaskan Leon tapi mulutnya bahkan tak
bisa terbuka!.
Tiba-tiba
sebuah portal air membungkus tubuh Leon dan seketika itu pula, raga dalam
portal tersebut membeku. Tak berkutik sedikit pun. Melihat itu Camelion makin
panik. Jangan-jangan Leon sudah ..
“aku
masih memberinya kesempatan. Yang bisa menyelamatkannya hanya sosok terpilih
dari dimensi lain. Waktunya hanya sampai kelopak terakhir mawar itu terlepas
dari tangkainya. Tiap kelopak mawar yang terlepas akan menyerap mantra tubuh
anak ini perlahan-lahan. Jadi jangan terlambat dan berhati-hatilah”, jelas Pesas
melalui telepati. “tapi siapa orang itu Pesas-God?”, Camelion ikut bertelepati
karena mulutnya tetap terbungkam. “Vicky Toriyama”, ucap Pesas. Camelion segera
mengangguk dan mengambil mawar yang kelopaknya telah menghitam itu. Kemudian ia
menoleh sebentar ke arah Leon sebelum ia pergi. Cahaya merah itu kini tak
membelit tubuhnya, hanya berputar-putar di sekitar portal tersebut.
“Tunggu
..”, seru Pesas lagi saat jiwa Camelion akan pergi meninggalkan tubuhnya
sementara untuk memanggil orang terpilih itu. Camelion segera menoleh. “Kepalsuan
dalam elegi, tutur suci akan kebebasan”
í
Indonesia, 2011. Kediaman keluarga
Christison.
Kotak
kecil di atas meja kayu antik itu bergetar seketika. Juno yang tengah menikmati
sarapan roti bakarnya di ruang makan tempat kotak itu teronggok segera
berteriak memanggil ibunya, “Okaasan1,
ada pesan sihir!”. Juno Christison T. adalah anak dari sepasang penyihir—yang
otomatis membuatnya menjadi seorang penyihir juga. Identitas keluarga Juno yang
asli sengaja disembunyikan. Yang bener aja deh jaman sekarang ngaku penyihir?.
Dari jaman jebot juga penyihir itu udah kayak najis tralala begono, gimana
jaman sekarang? Mati disate satu kampung kali ya?.
Helena berjalan menuju ruang makan dan
mengangkat tangan kanannya. Seketika kotak itu melayang menuju kearahnya. Ia
segera menjentikan jemarinya didepan kotak yang kini berada dalam genggaman.
Kotak itu terbuka, dan mencuatlah selembar gulungan kertas tua lusuh berwarna
kecoklatan. Juno terheran melihat ibunya yang bermimik aneh sambil memandangi
gulungan kertas yang melayang itu.
“Okaasan
kenapa?”, tanya Juno yang kini telah berada disamping ibunya. Helena hanya
menunjuk kertas itu dengan dagunya. Alis Juno terangkat ketika membaca tulisan
di kertas itu yang menceritakan sebuah kisah—yang menurutnya seperti dongeng
anak kecil—dari Orycon, kampung halaman orang tuanya di dunia sihir. “apa
maksudnya? Kita harus membantu Camelion mencari si Vicky itu? Begitu?”, tanya
Juno saat membaca kalimat terakhir dalam surat itu. “E-ee, no my son!. It’s
your job, now. See? It’s written your name”, Helena menunjuk tulisan ‘Forsis:
Juno’ yang artinya ‘untuk: Juno’. “Oh my God, Moms .. but I”
“Iie2, Juno!. Kau harus
melakukan ini karna ini juga sudah tugasmu menjadi seorang penyihir”, tegas
sang ibu. Juno hanya menggeretakan giginya. Tiba-tiba, Helena merentangkan
kedua tangannya dan munculah gambar wajah ayah Juno. Nah, inilah yang disebut
Juno sebagai 3G-nya para penyihir. “Hei, Max!”, sapa Helena pada suaminya yang
berdarah Amerika-Jepang. “What’s up? Aku sedang di kantor, sayang”, ujarnya
melalui telepati. “Hmm..I know, but it’s so immportant okay?. Begini ..”,
Helena menceritakan semua yang tertulis di surat sihir tadi dan meminta Max
untuk menunjukan dimana Vicky berada. Setelah itu, Max segera mengibaskan satu
tangannya didepan layar ajaib itu dan munculah pemandangan lain dihadapan Juno
dan Helena.
Tempat
itu kelihatannya sudah berteknologi super canggih. Disana-sini berdiri kokoh
gedung-gedung pencakar langit. Dahi Juno keriting seketika saat mendapati
sesuatu yang janggal. “Okaasan, kenapa disitu tidak ada tumbuhan sama sekali?”.
Belum selesai keheranannya, Juno melihat banyak orang—eh .. dan robot??! Wow!—berlalu
lalang di tempat itu. Kendaraan mereka unik, seperti mobil terbang. Tapi, aneh
orang itu seperti memakai helm udara. “apa lagi itu?”, gumam Juno heran. Helena
menggigit bibir. “Dimana yang namanya Vicky?”, gumam Helena tak menggubris
keheranan anaknya. Tiba-tiba pemandangan didepannya berubah menjadi seorang
remaja perempuan berkulit putih dengan rambut sebahu berwarna hitam—yang mereka
asumsikan sebagai Vicky. Ia juga memakai helm udara. Aneh, sebenernya ini anak
hidup di tahun kapan sih? Masak trend fashion yang lagi nge-in pake helm aneh begitu?. Scene
berubah, kali ini pemandangan di depan mereka seperti menceritakan keseharian
Vicky. Kedua orang itu menganga lebar saat melihat apa dilihatnya. Mereka tak
menyangka bahwa orang-terpilih-dari-dimensi-lain itu adalah seorang remaja
pembual kelas paus. Juno pun ngeri sendiri membayangkan ia harus bekerjasama
dan menjadi guide pembual cilik itu.
“Juno, kau harus berangkat sekarang”, ucap Helena saat tayangan itu habis. Juno
hanya membuang nafas.
í
Indonesia, Tahun 2199.
“Waa!!”,
Vicky Toriyama, gadis berusia 14 tahun itu menjerit saat tiba-tiba pusaran
angin muncul didepannya dan mewujudkan sesosok remaja seusianya. Ia memandangi
cowok itu dari atas sampai bawah. Aneh,
orang ini kok nggak pake helmet? Nggak takut mati apa?, batin Vicky. “Lo
sapa?”, ucapnya kemudian. “Gue Juno Christison T. Dan gue harus segera bawa elo
ke Orycon karena elo adalah ‘orang terpilih’ itu”, jelas Juno. “Tunggu, apa
maksud lo bawa-bawa gue ke—tempat apa tadi? Ah, tau lah!—pokoknya gue ogah!”
“Terserah
apa kata lo ya, yang penting elo kudu ikut gue sekarang, Vicky Toriyama!”
“kok
tau nama gue?”
“gue
tau semua tentang elo. Vicky Toriyama, 14 tahun, seorang cewek pembual dan ..”
“gue
bukan pembual!!”, protes Vicky. “Itu apa kalo elo nggak bohong? Ha?”, balas
Juno telak, Vicky terkesiap mendengarnya. Melihat Vicky yang terus bengong,
tanpa buang waktu Juno segera memegang pergelangan tangan Vicky dan membawa
mereka menuju Orycon.
í
“Auhhh!!”,
pekik Juno dan Vicky sambil mengelus-elus bagian tubuh mereka yang sakit. Pendaratan
mereka di Orycon tidak terlalu mulus, berarti Juno memang harus belajar lagi
soal mantra yang satu ini. Vicky memandang sekitarnya dengan pandangan aneh.
“Lo bawa gue kemana??”, bentak Vicky. “Orycon”, gumam Juno santai. Apaan tuh Orycon?, batin Vicky.
“buat
apa lo bawa gue kesini?”. “Karna elo orang pilihan itu dan elo harus nyelesain
tugas elo disini”, tukas Juno. Vicky tak mengerti maksudnya. Tugas apa? Orang
pilihan apa sih?. “nggak usah nggerutu diem-diem gitu deh. Bawel tau elo tu, ni
ya gue jelasin tugas elo apaan”, Juno pun menjelaskan semuanya. Vicky hanya
terdiam. Aneh. Malah kayak spy begini.
Wuu ..
Kemudian
Vicky mengalihkan pandangan. Fokus pandangannya terekat pada sesuatu yang besar
dan menjulang tinggi di sepanjang jalan. Benda itu seperti memiliki cabang dan
ada sesuatu berbentuk kecil berwarna hijau yang menempel di setiap sudutnya. “itu
apa?”, tanya Vicky sambil menunjuk benda yang dari tadi menarik perhatiannya.
Juno menyusuri arah yang ditunjuk Vicky dan melongo lebar melihatnya. “Elo
Playgroup di DO ya? Pohon aja nggak
tau?! Hu! Hidup di jaman kapan sih lo?”, ucap Juno keki. “ehm, tahun 2199”.
Juno kaget mendengar ucapan Vicky. Berarti dia tadi itu ke masa depan?. “dan di
jamanku nggak ada pohon”, ucap Vicky polos. Juno teringat ia sama sekali tidak
menemukan tanaman saat melihat tayangan dari papanya. “kok bisa nggak ada
pohon?”, tanya Juno. “Katanya semua itu lenyap karna global warming. Makanya sekarang nggak ada tanaman di tempatku
hidup”, jelas Vicky. Juno yang mendengarnya langsung terenyuh. Ia tidak
menyangka isu global warming itu ternyata bukan sekedar gosip kacangan saja,
tapi ia adalah sebuah bencana dahsyat yang bersiap untuk menghancurkan suatu
peradaban juga kehidupan peradaban selanjutnya. “terus, tuh helm apaan?”, tanya
Juno lagi. “oh .. ini helmet. Helm udara, kalo nggak pake ini aku nggak bisa
nafas”, ucap Vicky.
Mendengar
itu, Juno terdiam sejenak. Ia pun kemudian mendekati Vicky dan melepas helm
itu. Vicky berteriak-teriak histeris melihat perbuatan Juno. Tapi aksi
bar-barnya langsung berhenti saat paru-parunya mendapat pasokan udara yang
begitu segar, membuat tubuhnya lebih enak. “Ini oksigen asli, Vic. Dari pohon.
Pohon yang bikin oksigen buat kita nafas. Elo jadi lebih bebas tanpa helm ini juga
elo nggak akan mati”, seru Juno sambil tersenyum tipis. Vicky ikut tersenyum
melihat Juno.
Tiba-tiba,
secercah cahaya muncul diantara mereka. Dan kini, sesosok wanita cantik--rambut
bergelombang berwarna kecoklatan dan alis berwarna senada yang membuatnya
terlihat begitu unik— dengan mawar hitam dalam genggaman melayang didepan
mereka. “Camelion?”, ucap Juno yang entah dari mana ia bisa langsung
mengenalinya. Camelion hanya tersenyum padanya. “Kalian harus menuju Samudra
Poison dan melawan Pesas-God untuk menyelamatkan Leon. Waktu kalian hanya
sampai mawar terakhir lepas dari tangkainya. Tiap tangkai yang terlepas akan
menyerap mantra tubuh Leon jadi aku mohon cepatlah”, ucapnya sambil memberikan
bunga mawar tersebut pada Vicky. “Aku harus kembali ke tubuhku di Samudra
Poison. Akan ku bantu kalian dari sana. Ingat, kepalsuan dalam elegi, tutur
suci akan kebebasan”. Jiwa Camelion pun menghilang, menyisakan kebingungan diantara
Juno dan Vicky. Apa maksudnya ‘Kepalsuan dalam elegi, tutur suci akan
kebebasan’?.
Tiba-tiba
satu kelopak mawar terjatuh dari tangkainya. “Oh, no! Vicky ayo, kita harus
segera berangkat!”, ujar Juno yang kemudian menggandeng tangan Vicky dan
terbang menuju ke arah timur, Samudra Poison. “Vicky, kenapa elo bisa menjadi penipu
gitu?”, tanya Juno ringan. “Hey, gue bukan penipu!!”, pekik Vicky. Tiba-tiba
terdengar suara gemuruh dari daratan yang berada dibawah mereka. Dengan cepat
mencuatlah akar-akar besar dari dalam tanah yang mencoba menghantam mereka.
“Apa yang terjadi??”, teriak Juno. “aku juga tak tahu!”, balas Vicky. Juno
melenggak-lenggokan tubuhnya untuk menghindari akar-akar gila itu. “Auhh!!”,
teriak Juno saat pucuk sebuah akar menghantam kepalanya. “Vicky!!”, ia segera
menukar posisinya dengan Vicky untuk melindungi gadis itu dari keganasan akar
pohon. “arrggghh!!”, Juno dan Vicky terjatuh ke tanah.
“Apa
yang terjadi sih?”, tanya Juno dalam kesakitannya saat terhantam akar pohon dan
membentur tanah. “Gue juga nggak tahu!”, bentak Vicky. “Elo ngomong apa tadi?”.
“Gue nggak ngomong apa-apa!”. Sedetik setelah Vicky mengucapkan itu, akar pohon
tadi mendekati mereka dan membelit kedua orang itu. Kepalsuan dalam elegi, tutur suci akan kebebasan. Tiba-tiba terdengar
bisikan suara Cameli di telinga Juno. Ah,
itu artinya!, batin Juno. “Vic, udah elo ngomong jujur aja kalo elo
penipu!”, teriak Juno sambil menahan kakinya yang sakit karna terbelit. “Gue
udah jujur!”, jerit Vicky sambil memukul-mukul akar pohon yang membelitnya.
Belitan akar itu makin kencang. “Vick, Come on!. Say the truth! Kalo nggak ini
semua nggak akan berhenti!”. “Apaan sih lo main fitnah orang?! Rese! Gue tu
cewek baik-baik, gue bukan penipu. Baka3!!”,
pekik Vicky penuh emosi. Setelah Vicky menutup mulutnya, tiba-tiba akar yang
membelit kaki Juno mengangkat tubuh cowok itu dan membanting-banting tubuhnya
bagai sebuah boneka. Melihat hal tragis didepan matanya itu Vicky menjadi makin
panik. Ya ampun! Gue kudu gimana??!!.
“Oke, g-gue .. penipu!”, ucap Vicky ragu.
Seketika itu pula akar itu berhenti menyiksa Juno. Belitan di kaki mereka
terlepas dan akar itu ikut lenyap seketika. Vicky heran melihatnya. Kok bisa?. “Kepalsuan dalam elegi, tutur
suci akan kebebasan. Elo nggak boleh bohong kalo mau selamat, mungkin itu
maksudnya”, ucap Juno saat melihat kebingungan di wajah Vicky. Vicky menoleh ke
arah Juno dan memperhatikan cowok itu untuk beberapa saat. “elo nggak apa apa?”.
“Atama ga itai desu4”,
jawab Juno. Vicky menatap Juno dengan rasa bersalah yang begitu besar. Juno
dapat melihat kilatan itu di mata Vicky. Pandangan mereka bertemu. Sesaat
kemudian mereka saling memalingkan wajah saat tahu hal itu membuat mereka jadi
salah tingkah dan memerahkan wajah mereka.
“Ayo lanjut!”, ujar Juno. Vicky kemudian
memungut mawar yang terjatuh di tanah. “Juno..”, ucap Vicky lirih. Juno
menghampirinya dengan heran. “beberapa kelopaknya gugur gara-gara jatuh tadi”,
Vicky terlihat hampir menangis sementara Juno hanya bisa menelan ludah melihat
kelopak yang hanya tinggal 3 helai itu. “C-calm down, Vic. It’s will be fine,
ok?”, hibur Juno. “Sekarang kita berangkat. Nggak usah buang waktu lagi”, ucap
Juno.
í
Camelion
menatapi tubuh beku Leon yang di tusuk-tusuk oleh cahaya merah itu. Ia bisa
mendengar erangan sahabatnya yang begitu menyedihkan walau mulut itu tetap
membungkam. Pasti tangkai mawar itu telah
terlepas. Ayolah, Vicky, Juno cepat!, batin Camelion. Beberapa detik
kemudian, dua sosok yang dinantinya telah sampai di tujuan akhir mereka.
Camelion tersenyum lega melihat kedatangan dua orang itu. Ia menatap Pesas
sekilas, ia tetap tenang. Tanpa ekspresi, entah apa yang bermain dalam pikiran
penjaga mawar laut perak itu.
Juno
dan Vicky kaget melihat apa yang ada didepan mereka kali ini. Pemandangan yang waw. Camelion yang berdiri membisu,
seekor Pegasus besar dengan bulu emas juga seorang anak laki-laki seusia Juno
yang terperangkap dalam sebuah portal yang dikelilingi oleh cahaya merah yang
berasal dari tubuh si kuda, Leon. Belum kelar kekagetan mereka, tiba-tiba
sebuah cahaya merah mendekati Juno, membelit tubuhnya dan mengangkat Juno di
sisi kiri Pesas. Juno mencoba menggerak-gerakan tubuhnya namun tak berhasil.
Kini Pesas seperti memiliki dua cabang kemurkaannya, Juno dan Leon. Vicky
mencoba membuka mulut mencegah perbuatan Pesas tapi tak bisa. Mulutnya seperti
terjahit. Ia menatap Camelion dengan bingung dan cemas. “Kau hanya bisa
berbicara melalu telepati Vicky. Mulutmu tak akan bisa terbuka”, ujar Cameli. Bagaimana aku bisa bertelepati?? Aku kan
bukan penyihir, batin Vicky.
“aku
bisa mendengarmu Vicky”, ucap Pesas. Vicky kaget mendengarnya. Namun segera ia
menyingkirkan kekagetan itu. “Apa maumu? Kenapa kau menyuruhku kesini? Dan
setelah aku datang kenapa kau malah menyiksa Juno?! Dia salah apa?!”, tuntut
Vicky dalam telepatinya. “Memang, dia tak bersalah. Tapi kau, gadis
pembohong!”, seru Pesas. “Harus kubilang berapa kali aku bukan pembohong?!!”,
Vicky membela diri. Seketika itu pula, cahaya merah tadi mulai menyiksa Leon
dan Juno. “Vicky!”, jerit Camelion. “Untuk menebus kesalahanmu, kau harus
mengorbankan nyawamu untuk menyelamatkan salah satu dari mereka. Atau keduanya
akan mati, juga kau!”, ujar Pesas tenang. “H-hei! Kau kira aku takut denganmu?
ha? Kau itu yang pembohong. Asal kau tahu saja aku sebenarnya bisa melawanmu
dengan mudah. Aku lebih berkuasa darimu, penyihir bodoh!”. Seiring dengan
ucapan Vicky, cahaya merah itu makin menyiksa Juno dan Leon lebih lagi. “Vicky,
hentikan! Jangan berbohong!”, seru Cameli dalam tangisnya. “Cameli, aku nggak
bohong, oke?”, Vicky kembali memandang ke arah Pesas. “Jadi, jangan
mentang-mentang elo itu penjaga mawar laut elo jadi sok. Tukang kebun aja
belagu!. Ini gue tu majikan elo! see?? Gue lebih berkuasa daripada elo. Nggak
usah sok ngancem-ngancem orang deh! Ngatain orang pembohong segala lagi, bisa
apa sih elo? ha? Bisa ap ..”. “Vicky hentikan!”, jerit Camelion dalam tangisnya
yang makin menderu. Vicky menatap Cameli dengan kesal, namun seketika Vicky
langsung mengerti apa maksud Cameli. Mata Vicky menatap sosok Juno dan Leon
yang kini bermandikan darah karna siksaan cahaya merah. Air mata Vicky
mengalir. “berbohong tak berguna, Vicky”, ucap Cameli lirih. Vicky memejamkan
mata dan menggigit bibirnya. Ini salah
gue!!!.
Vicky
mengangkat kepalanya dan menatap Pesas yang tersenyum tenang. “Pesas-God, aku
mohon jangan siksa mereka lagi. mereka nggak salah. Aku pembohong, ya, aku
tahu!. Aku pembohong. Aku tak pernah mengatakan sesuatu dengan jujur karna aku
memang seorang pembohong. Tapi aku tak pernah berpikir kebohonganku akan
mengorbankan orang lain. I was a stupid girl. Ambil saja nyawaku, aku yang
bersalah. Biarkan aku yang menanggung, jangan mereka. Jujur, aku tak ingin
kehilangan mereka”. Selesai Vicky mengucapkan kata-katanya, terdengar suara
petir menyambar. Lalu sebuah cahaya putih dari langit menyelubungi seisi
Samudra Poison. Vicky tak tahu apa yang terjadi saat itu. Rasanya ia seperti
melayang, entahlah mungkin ini memang waktu ajalnya. Dan inilah yang terbaik,
pikir Vicky.
Vicky
membuka matanya. Ia terdiam. Ia masih berada di Samudra Poison. Ia menatap ke
arah Cameli berdiri tadi. Gadis manis itu masih disana, bahkan tersenyum lebar
pada Vicky. Vicky terheran. Ia menyeret pandangannya ke tempat Pesas, Juno dan
Leon berada tadi. Ia tak menemukan siapa pun disana. Hatinya langsung
digerogoti rasa panik. Namun, tiba-tiba dua buah cahaya keperakan terpancar di
depan Vicky dan mewujudkan sosok-sosok yang membuatnya tenang. Juno dan Leon.
Vicky menatapi mereka yang kini tak bercela. Tak ada lagi darah yang melumuri
tubuh mereka, tak ada portal air yang memenjarakan Leon, tak ada cahaya merah
yang membelenggu mereka dan memainkan mereka seperti sampah. Yang ada hanya
senyum lebar mereka. Senyum akan kebebasan.
“Vicky”,
Vicky menoleh ke asal suara dan mendapati Pesas disana. Di depan Pesas melayang
mawar laut perak di dalam portal air yang melindungi kekuatannya. “Pesas-God,
kenapa aku ..”, pertanyaan Vicky menggantung. Ia tak tahu apa yang harus ia
tanyakan. Karna ada berjuta tanda tanya yang singgah di otaknya. “kau lolos,
Vicky. Kau berhasil untuk berkata jujur. Tak hanya itu, kau berhasil
menyelamatkan orang lain. Kau telah belajar untuk berkorban, walau nyawa
sekalipun. Kau belajar untuk bertanggung jawab atas kesalahanmu. Dan aku memang
benar, kau tak seburuk yang orang pikirkan. Di dalam dirimu terpendam sebuah
hati yang putih dan tutur kata yang suci. Kecantikan yang tak ternilai oleh apa
pun”, tegas Pesas. “tapi .. bukannya aku seharusnya .. emm .. sudah ..”, Vicky
gelagapan. “Mati maksudmu? Haha. Tidak, sayang. Itu bukan hakku. Tugasku hanya
menjaga bunga cantik ini dan memberi pelajaran pada orang-orang bermasalah
sepertimu dan Leon”. Leon yang ditatap Pesas langsung salah tingkah dan hanya
bisa garuk-garuk kepala.
“ampuni
hamba, Pesas-God. Hamba mengaku salah”, ucapnya kemudian sambil menghormat.
Pesas tersenyum. “Kau seharusnya meminta maaf pada gadis disebelahmu itu”, ucap
Pesas sambil tersenyum ke arah Cameli. “Maaf, sobat. Tak seharusnya aku
berbohong padamu”, ucap Leon tulus. “Tak apa, yang penting kan kau sudah sadar.
Aku akan selalu memaafkanmu kok”, ucap Cameli.
Sesaat
kemudian sebuah cahaya keemasan keluar dari tubuh Pesas. “Baiklah, Vicky, Juno,
waktunya kalian untuk pulang. Aku akan mengirim kalian melalui cahaya waktu
ini”, ucapnya. Vicky dan Juno hanya mengangguk kemudian membalikan badan dan
melambaikan tangan ke arah Camelion dan Leon. “Senang bertemu kalian!”, ucap
mereka. Vicky-Juno pun melangkah menuju cahaya waktu, tapi tiba-tiba Vicky
menghentikan langkah dan menatap Pesas. “Ehmm .. Pesas-God, bisakah kau
mengabulkan satu permintaanku?”, tanyanya. Pesas hanya tersenyum sebagai
jawaban. “Aku ingin memiliki kejujuran ini selamanya dan .. aku ingin ada pohon
di dimensiku”, ucap Vicky. Pesas hanya mengangguk, kemudian Vicky dan Juno
kembali melangkah memasuki cahaya waktu.
“Mmm
.. Juno, berarti kita pisah ya?”, tanya Vicky ragu. Juno mengangkat salah satu
alisnya. “mm .. ya. Kenapa?”. “ehh .. nggak apa”, balas Vicky singkat, namun ia
tidak menyadari setetes air mata mengalir. Juno kaget melihat Vicky yang
menangis, ia segera mengusap air mata itu. “Kamu kenapa?”, tanya Juno lembut.
Vicky hanya menggelengkan kepala dan tersenyum tipis. Juno hanya menatapi gadis
yang beberapa waktu terakhir ini mulai mendesak masuk ke dalam hatinya.
Setidaknya ini kesempatan terakhir Juno untuk melihatnya. Dan mungkin takkan
ada lagi cerita juno bersama Vicky. Mungkin.
í
Vicky
bersin seribu kali saat ia sedang membereskan setumpukan album foto milik
keluarga di gudangnya. Salah satu alis Vicky terangkat saat melihat sebuah
album besar berwarna hijau yang sudah usang tertutup debu yang begitu tebal.
Kemudian ia membersihkan debu yang menutupi cover album tersebut. Dahinya
merapat saat melihat judul yang tertulis disana ‘Orycons Famizes: Keluarga
Orycon’. Vicky yang terheran segera berlari mencari mamanya untuk menanyakan
album foto tersebut.
Ia
mendapati mamanya tengah membaca buku dibawah rerimbunan pohon sambil menikmati
cookies dan tehnya. Ya, sepulangnya Vicky dari Orycon, dimensinya sudah berubah.
Tak ada lagi orang-orang aneh dengan helm udara yang ada hanya orang-orang yang
tersenyum bahagia dengan tanaman-tanaman dan pepohonan dengan tatanan indah
yang menghiasi sepanjang jalan. Tak hanya dimensinya yang berubah. Tapi ia
juga, ia telah memiliki kejujuran itu selamanya.
“Ma,
Vicky nemuin ini. te ..”, kata-kata Vicky terpotong saat melihat mamanya
mengangkat jari telunjuknya dan seketika itu pula salah satu cookies melayang
ke arah mamanya. Vicky mengerjap-ngerjapkan mata. “Mama ..”, ucapnya. Mamanya
menoleh dan membelalakan mata menyadari Vicky berada disampingnya dan melihat
aksinya barusan. “Mama, seorang penyihir?!”, tanya Vicky. Dengan sigap, mama
membekap mulut Vicky. “Jangan teriak, nanti ketahuan orang!”, bisik mama.
“iya..iya.. tapi mama kok nggak bilang sih?”, tuntut Vicky. “hehe, ujung-ujungnya kan kamu tahu sendiri
tuh”, ucap sang mama yang sudah ketangkep basah. “Oh, iya tadi kamu kenapa cari-cari
mama?”. Vicky langsung teringat album foto yang ditemukannya tadi dan langsung
menanyakannya pada mama. Singkat cerita, itu adalah album foto keluarga
penyihir Orycon. Yah .. sejenis silsilah keluarga lah.
Setelah
tahu apa yang ada ditangannya, Vicky melihat-lihat album foto tersebut sambil
mendengar celotehan mama tentang orang-orang yang ada disitu. Vicky
menghentikan gerakan tangannya. Matanya terfokus pada foto pertama di halaman
49. Ia seperti mengenal sosok itu. “Ma, ini siapa?”, tanyanya ragu.
“Oh
itu namanya Juno Christison T.”.
“what? Juno?”, pekik Vicky kaget.
“Eh kenapa, Vick?”, mamanya terheran. “Eh, ma .. kalo boleh tau ‘T’nya itu
singkatan dari apa ya?”, tanyanya lagi. “Toriyama. Dia itu kakek moyang kamu,
Vick”, ucap mama santai. Sungguh berkebalikan dengan Vicky yang shock stadium
akhir. Yang bener aja, Juno kakek moyangnya?. K-A-K-E-K M-O-Y-A-N-G??. Iiuucchhh!
berarti .. gue pernah suka sama kakek
moyang gue sendiri dong?. Uupps!.
***
1(bahasa jepang)ibu
2tidak
3bodoh
4kepalaku sakit
ini adalah cerpen yang aku kirim ke sebuah lomba. dan puji Tuhan aku kalah :) wkwk. just keep reading and leave some comments ! that's so precious to me ^^ arigato gozaimasu. Gie.
No comments:
Post a Comment