Monday, March 28, 2011

cerpen : 1 .. 2.. 3 .. 4 .. NO! (next part)


CHIKA.
Terdengar suara tirai yang disibakan di kamarnya. “Pagi, sayang”, sapa bunda sembari mengecup Chika yang masih terpejam. “Ayo bangun, udah pagi lho .. tuh mataharinya udah nongol”, ujar beliau. “Errhm .. percuma, Bun. Chika juga nggak bisa liat tuh matahari. Semua gelap”, ucapnya dengan suara serak. Ya, ia buta sekarang. Itu karena kejadian tabrak lari empat tahun yang lalu. Saat Chika berusia 9 tahun. Dokter menyatakan kornea matanya rusak. Chika sedih setengah mati mendengar kenyataan itu. Bahkan awalnya bundanya sangat-sangat terpukul sampai tidak mempedulikannya. Tapi keadaan berubah, ketika perlahan-lahan bunda mulai menyadari bahwa perlakuannya membuat Chika makin terbeban. Tapi, bagi Chika, semua sama saja. Tak ada lagi indah di matanya, yang ada hanya hitam dan gelap. Cukup.

Chika dapat mendengar bunda menghembuskan nafas mendengar jawabannya tadi. “Sayang, kamu nggak boleh ngomong begitu dong. Sabar, bunda yakin kamu sebentar lagi bisa mendapat donor mata. Percaya deh ..”, jelas mama lembut sambil mengelus rambutnya. Ia hanya terdiam. “sampai kapan lagi harus nunggu?”, batinnya.
“udah sekarang kamu turun ya. Tuh, Valen sama Dira udah nunggu di bawah dari tadi”
“apa? Dira?. Bunda!, kan Chika udah bilang dari dulu kalo Chika nggak mau ketemu lagi sama Dira!. Dia yang bikin Chika kayak gini!”, sembur Chika.
“Chika, bukan dia yang bikin kamu jadi begini. Dia juga nggak pernah minta kamu buat nyelamatin dia kan??!”
“Terserah omong Bunda deh .. . pokoknya, Chika tetep nggak mau ketemu sama Dira. Titik!. Bilang aja Chika masih tidur dan nggak mau diganggu”, ucapnya bersikukuh.
Î
VALENTINA.
                Valen dan Dira tengah menunggu di ruang tamu rumah Chika, rencananya sih mereka mau ajak Chika jalan pagi. Valen menatap Dira yang duduk disebelahnya. Seperti biasa ekspresi cowok itu selalu harap-harap cemas kalo mau ketemu sama Chika. Yah, maklumi saja. Dira masih merasa sangat-sangat bersalah dengan kecelakaan yang membuat Chika buta. Tiap hari Dira selalu datang menemui Chika untuk minta maaf atau sekedar ingin menemani Chika. Yah, walaupun itu nggak akan bisa menebus kesalahannya tapi apa salahnya mencoba?. Tapi, usaha-usahanya selalu gagal!. Chika nggak pernah mau bertemu Dira lagi dan bahkan mendengar namanya saja bisa membuat Chika naik pitam.
Tiba-tiba Dira berdiri. Ia menatap Bunda Irma yang baru saja turun dari kamar Chika dengan tatapan memelas. Bunda Irma mengangkat kedua bahunya. “seperti biasa”, ucap beliau datar. Dira menghembuskan nafas dan melempar tubuhnya ke sofa. Seperti yang dibilang tadi, usahanya gagal lagi. Dan ini untuk kesekian kalinya. “biar gue yang coba ngomong ke Chika lagi deh, Dir. Elo mau ikut?”, ujar Valen. Valen tidak tega melihat sahabatnya satu ini memasang tampang memelas. Dira terlihat berpikir sebentar, kemudian membuntuti Valen menuju ke kamar Chika.
Valen menatap Dira lagi sebelum membuka kamar Chika. Tangan Dira memegang erat empat tangkai bunga mawar putih. Ia bisa melihat dimata Dira ada perasaan bingung, nervous dan takut?. Entahlah, pikirnya.
“Chika!”, serunya saat memasuki kamar Chika yang serba orange itu.
“eh, kebo!. Ayo, bangun!. Molor aja lo!”. Valen menarik-narik selimut Chika.
“disini nggak ada Dira kan Len?” tanya Chika blak-blakan.
Valen terhenyak. Ia menatap Dira yang berdiri di sebelahnya. Dira hanya diam. Dira terus menatapi sahabat kecilnya itu. Tatapan terluka.
“eh, ni gue bawain mawar putih”, ujar Valen tanpa menghiraukan pertanyaan Chika tadi.
“mawar putih lagi??. Ye .. percaya Len, elo punya toko bunga. Tapi bunga lain dong!. Biar lebih variasi gitu kek. Bunga raflesia juga nggak apa. Ntar kan bisa gue jual, yang untung ntar juga gue. hahaa ”, omel Chika nyeleneh.
“ye .. ngehe lo. Protes aja bisanya!. Kan udah gue bilang..”
“mawar putih itu melambangkan ketulusan kasih sayang. Ya ampun, Valen elo udah ngomong gitu berapa kali? Ha?”
“hehe. Tapi emang bener tau!”.
Ia menatap Dira lagi, kali ini cowok itu tersenyum tipis. Valen ikut merasakan kelegaan Dira. Dia tau Dira senang melihat senyum Chika lagi. Oh, Tuhan .. kasian sobatnya satu itu. Semoga Chika bisa terima dia lagi.
Î
KENNY.
                Kenny memandang Dira yang terduduk dengan mata menerawang. “Lo kenapa bro?”, ujarnya sambil menepuk pundak Dira. Dira hanya melirik cowok jangkung ini sesaat, kemudian terdiam lagi. “Chika lagi?”, tanyanya. Dira mengangguk kecil. Kenny menghembuskan nafas. “huhh .. Dir, kenapa lagi sih sobat kecil lo itu?”. Dira hanya diam.
“gue gagal lagi, Ken”
Diam sejenak. “tapi gue seneng, tadi gue sempat liat dia ketawa-tawa sama bercanda. Haha. Dia emang dari kecil nggak berubah”, ucapnya sambil tersenyum tipis.
“ckck, Dira, Dira. Loe tu ya udah pinter, cakep, multitalent. Banyak cewek yang ngejar lo sampe jatuh bangun. Eeh .. tapi ini. Elo liat Chika senyum aja udah ngerasa hidup lo tentram. Gue jadi heran, kayak gimana sih si Chika-chika lo itu??”
 “simple kok. Dia baik, dan gue utang budi sama dia”, balas Dira.
Kenny mengangkat kedua alisnya. “Oh, ya?. Cuma itu?. Cuma cewek model gitu toh yang narik perhatian lo?”. Kenny masih nggak percaya, se-simple itukah tipe cewek seorang Dira Wiratama?? (atau Kenny yang terlalu nuntut banyak dalam tipe cewek idamannya??).
“atau .. jangan-jangan elo homo ya??. Matih, gue!. Pergi jauh-jauh lo sono ..!”, kata Kenny sok jijik.
“ye .. seenak lo ngomong!. Kalo pun gue homo, gue juga ogah ama lo!.” Ucap Dira diiringi gelak tawa mereka.
Î
CHIKA.
                Chika tengah duduk di bangku panjang  taman kompleks. Walaupun ia tak bisa melihat taman itu lagi, tapi ia masih bisa merasakan keindahannya. Chika menghirup udara di sekitarnya. Hmm .. enak banget!, gumamnya dalam hati. Chika sangat menyukai bau udara setelah hujan. Itu membuatnya merasa tenang.
                Ia membuka buku yang sedari tadi berada dipangkuan. Chika meraba halaman pertama buku tersebut. Bab 1 :The best gift, ucapnya setelah membaca huruf braille yang tertera. 3 tahun terakhir ia mulai lancar membaca dengan huruf braille. Chika senang setidaknya ia masih bisa menjalankan hobinya yang satu ini.
                “Hai!”, terdengar suara seorang laki-laki. Chika terkejut mendengar suara itu, spontan bukunya terlempar. Sedetik kemudian ia mendengar orang tersebut berteriak,
“aduuhh!! Kepala gue!”.
“ya, Tuhan!. Maaf aku nggak tau, nggak sengaja. Maaf ya, maaf!”, ujarnya setelah menyadari buku tadi melayang ke atas kepala orang ini.
“nggak apa kok”, ucap suara itu ramah. Tiba-tiba terdengar bunyi-bunyi yang tidak jelas. Chika nggak tahu apa yang dia lakuin.
“Ini buku kamu”, seru sosok itu lagi. Chika bisa merasakan orang tersebut mendekatkan buku itu ke arahnya. Chika hanya tersenyum membalasnya. Suasana hening.
“Emm, kita belum kenalan. Siapa nama kamu?”, ucap orang itu tiba-tiba. Chika hanya diam. Heran saja, selama ini tidak ada yang pernah mengajaknya berkenalan secara langsung seperti ini—apalagi semenjak ia buta. Apa orang ini tidak tahu kalau ia buta??. Atau hanya ingin mempermainkan Chika?. Jangan-jangan dia tidak sendirian, tapi dengan teman-temannya dan bersiap menjadikan Chika bahan lelucon??. Ooow ..

nyambung lagi deh ^^ tetep ikutin ceritanya y. Msh bnyak kejutan di cerita ini :D keep coment and read it!

No comments:

Post a Comment