Monday, November 28, 2011

cerpen : Red in Peace (RIP)

Red in Peace
“Halo, semua!!”, suara lembut gadis itu menyeruak. Matanya menyapukan pandangan pada seluruh penghuni panti asuhan. Senyumnya yang merekah semakin mencerahkan aura kecantikannya. Kecantikan yang sederhana. “Kak Gea bawa cheese cake! Siapa mau??”, ucapnya penuh kehangatan. Suara lembut itu kini berubah, terdengar sedikit kekanakan. Gea bagai malaikat pembawa kabar baik. Entah karunia apa yang diturunkan Tuhan untuknya, hanya saja ia seperti alat Tuhan untuk bekerja dalam kebaikan. Dan malaikat ini datang untuk mereka.
Anak-anak kecil yang begitu dekat dengan gadis ini langsung menyerbunya yang berdiri di ambang pintu. Badannya agak tergoyah.  Walau sedikit kewalahan, matanya menyorot pasti tiap antusiasme anak-anak ini. “Aku mau, kak! Aku mau!”, seru mereka berebutan. Di wajah Gea tergores sebuah senyum saat melihat kebahagiaan anak-anak ini, malaikat-malaikat kecilnya.
“Eeitss .. anak-anak, jangan berebut! Nanti kuenya malah jatuh lho. Kasihan juga itu Kak Gea jadi berantakan”, Bunda Ira—sapaan bagi Kepala Panti—mulai membawel.
“Nggak apa-apa kok, Bun”, Gea kembali tersenyum. Ia berikan cheese cake itu pada Bunda Ira.
“Terimakasih ya Gea, kamu baik sekali”. Dinaikkannya kedua alisnya.
“Bunda lebay ah .. Gea kan udah sering kesini buat bagi-bagi ke adik-adik”, senyumnya tulus. Wanita tu ikut tersenyum dan berbalik menuju dapur untuk menyajikan cheese cake ini. Gea gadis baik. Ia cantik, pintar, pemurah dan sederhana walau ia anak konglomerat. Ia juga sangat aktif dalam kegiatan sosial. Bunda masih heran ada orang sepertinya. Ia—tentu saja—bukan anak dari panti asuhan ini yang kemudian diadopsi seorang konglomerat. Ia anak konglomerat asli. Tapi mengapa ia sebegitu baik pada anak-anak ini? Itu yang Bunda tak habis pikir.
“Kak Ge, lihat! Aku sekarang bisa bikin bintang lho!”, ucap Toto. Gadis mungil berusia 5 tahun itu memamerkan botol kecil berisi origami bintang. Gea tersenyum lebar. Dua hari yang lalu, ia mengajari Toto untuk membuat origami bintang karena ia tahu Toto sangat menyukai bintang. Awalnya, anak ini kesusahan. Ia sampai jengkel sendiri karna tidak berhasil membuatnya walau sudah mencoba beberapa kali. Namun, dalam kurun waktu 1 jam dia berusaha, akhirnya Toto bisa membuatnya. Bahkan ia mahir sekarang!. Gea tahu, untuk ukuran gadis berumur 5 tahun, Toto adalah anak yang pintar dan tekun.
“Siapa dulu dong yang ngajarin??”, Gea memainkan alisnya.
“Kak Ge memang kereennnn!!”. Sebuah ibu jari kecil teracung dihadapannya.
“Kamu juga kok”, ia tersenyum sembari mengelus lembut rambut Toto.
Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk. Sedetik kemudian muncul sesosok pria berbaju casual dengan menenteng dua buah tas besar. Pria itu melangkah masuk ke ruang tamu panti dan mencopot topi abu-abu yang sedari tadi menutupi wajahnya. Rahangnya kuat, dagunya runcing, lehernya terlihat jenjang. Parasnya yang tertata apik mampu melukiskan kesan seorang pelindung.
“Kak Joe!!”, anak-anak melakukan hal yang sama seperti saat Gea masuk pertama kali. Gea memalingkan kepala kearah yang dituju malaikat-malaikat kecilnya.
“Hai jagoan-jagoan! Apa kabar? Huh?”, tanya orang bernama Kak Joe tadi sambil tersenyum lebar. Gigi putihnya yang berjejer rapi terpamerkan dalam senyum lebar yang mempesona itu.
“Baik dong, Kak!”
Loki, anak laki-laki dengan rambut seperti jamur menaruh rasa penasaran dengan tas-tas besar itu. “Kak Joe bawa apa?”
“oh ini … mau tahu aja!”
“huuuuuu!!”, anak-anak langsung menyoraki si Joe tadi.
“Haha!. Ini Kak Joe bawa mainan sama buku buat kalian! Ini ambil aja!”, serunya sambil menurunkan kedua tas yang sedari tadi dalam genggamannya. Gea tersenyum manis melihat begitu antusiasnya anak-anak menerima hadiah dari si Joe ini, apalagi saat mereka berteriak-teriak kegirangan karena mendapat mainan atau buku yang keren. Atmosfer kebahagian mereka ikut menyelubungi hati Gea.
Ia tersentak saat merasakan pundaknya ditepuk oleh seseorang. Ia menoleh ke kiri dan mendapati sebuah tangan telah terulur disana. “Joe”, kata lelaki itu. Gea menatapinya. Laki-laki ini tersenyum dengan dua lesung pipi yang membuat senyumnya terlihat manis, rambutnya hitam legam, hidung mancungnya kokoh, kulit tanned-nya itu mewujudkan kesan maskulin. Sebuah penggambaran yang baik, bukan? Singkatnya, laki-laki ini menarik. Tapi yang paling membuat Gea tertarik adalah mata beningnya yang berwarna abu-abu. Wow! Dimana lagi kau bisa menemukan mata seindah ini di negara ini?, batinnya. Gea tersenyum lalu membalas tangan Joe, “Gea”. Kini giliran Joe yang memperhatikan Gea. Gadis ini memiliki senyum yang ekspresif, rambut panjangnya yang lurus berwarna kecoklatan senada dengan matanya, kulitnya kuning langsat tidak pucat putih. Coklat dan kuning langsat. Perpaduan warna yang begitu indah dalam tubuh satu sosok. Ah .. belum lagi bibirnya yang kemerahan itu. Bak gambaran nyata seorang malaikat pembawa kabar baik.
“Keturunan Rusia?”, tanya Gea sambil meringis, membuat wajahnya terlihat lucu. “Maaf, kalau terkesan nggak sopan nanyanya. Hehe”, sambungnya lagi. Joe tersenyum dan kedua lesung pipi itu kembali hadir.
“Iya, kau tahu darimana?”
“Mata”, tunjuk Gea pada matanya sendiri. “Abu-abu. Keren!”. Diam-diam Joe agak geli dengan gerak-gerik Gea yang lucu.
“Haha! Ngomong-ngomong, untuk apa ku kesini? Aku sebelumnya tidak pernah melihatmu disini deh ..”
“Aku sama sepertimu, main-main saja kesini. Kadang suka bawain barang-barang buat adik-adik gitu. Aku juga tidak pernah melihatmu. Mungkin karena kita kesini beda jam kali ya? Aku kesini juga hanya seminggu sekali”, jelas Gea.
“Ohh .. begitu. Mungkin sih. Hehe. Hampir tiap hari aku ke tempat ini. Habisnya di rumah juga tidak ada kerjaan, nggak ada temen. Ya sudah, main-main aja kesini”
Mulut Gea membentuk huruf O. “Kamu suka kegiatan social?”, tanyanya. Joe mengangkat salah satu alis. “Ehm-hmm”, ia mengangguk pelan. “Kenapa?”. Gea menjentikan jarinya. Matanya pun berbinar. Aura malaikat itu seketika terpancar pula dari matanya.
“Aku juga suka! Suka banget malah! Hehe. Suddah ikut apa saja?”
“Too many to tell you”, ucap Joe berlaga belagu.
“Uh-huh? Well, let me know”, Gea tak mau kalah dengan memasang tampang pongah.
“Kau itu mau minta diceritain atau mau menantangku tawuran sih? Hahaha”. Gea memeletkan lidahnya. Kedua orang itu tertawa bersama dan berujung larut dalam sebuah percakapan seru.
҉
Joe membawa dua cangkir coklat panas ke teras depan rumahnya. “Nih ..”, Joe segera memberikan cangkir di tangan kanannya pada Gea. Gea yang sedari tadi terduduk sambil melihat hujan tersenyum dan berterimakasih. Sebulan terakhir ini mereka semakin dekat. Atau bisa kita sebut mereka bersahabat. Walau dalam sebulan, mereka bisa saling mengenal dengan mudah. Mungkin itu karena hobi mereka pada kegiatan sosial dan beberapa hal lain yang mendukung mereka untuk menjadi teman yang klop.
“Kelihatannya ke panti bakal terlambat nih. Hujan nggak ada ampun begini ..”, gumam Joe ditengah-tengah menyesap coklat panasnya. Panas itu menjalari tiap sudut dingin dalam tubuhnya. Sungguh nikmat meneguknya ditengah hujan seperti ini.
Gea hanya mengangguk pelan tanpa menatap Joe, fokus matanya masih terekat pada hujan. Joe memperhatikan Gea, ini anak .. apa sih spesialnya lihat hujan?. Pertanyaan Joe yang ke sekian kalinya. Gea memang sudah menjelaskan berkali-kali bahwa suara hujan bisa membuatnya tenang. Namun bagi Joe suara hujan sama saja. Apa yang spesial dari suara air yang turun dari langit? Tak ada beda, bukan?.
“Ge, besok ada bakti sosial buat hari anak. Mau ikut nggak? Aku nggak ada temen nih!”
Gea segera mengalihkan pandangannya, membenarkan posisi duduk pada sofa empuk berwarna pastel itu. Ia tersenyum, begitu pula dengan matanya.
“Dimana?”, tanyanya antusias.
“Di dekat balai kota. Nanti kita keliling-keliling ke beberapa panti asuhan gitu kelihatannya. Tapi ini lebih ke anak-anak yang special need gitu. Kelihatannya bakal asyik. Bagaimana? Bisa kan?”
Absolutely yes!”, ucap Gea tertawa renyah. Namun, tawa itu terhenti saat mata Gea menangkap ekspresi aneh di muka Joe. Gea mengerutkan dahinya. Memang ada apa sih?.
Tiba-tiba Joe menunjuk tepat ke arah muka Gea. Gea makin bingung.
“Apaan?”
“Hidung kamu ..”, gumaman Joe menggantung. Dengan segera Gea meraba hidungnya. Ia rasakan sebuah cairan mengalir. Oh-my-God .. , gumamnya saat melihat tangannya kini berlumuran darah yang berasal dari hidungnya tadi. Dicarinya tisu di dalam tas kecilnya untuk membersihkan aliran darah itu. Lalu disumbatnya lubang hidung tersebut dan ia dongakan kepalanya. Heran, tak biasanya Gea mimisan seperti ini.
“Kamu sering mimisan?”, di suara Joe tersirat sebuah kecemasan. Gea meliriknya sebentar lalu menggelengkan kepalanya. Dahi Joe berkerut. Namun beberapa saat kemudian dia menghembuskan nafas keras-keras. Gea yang terheran menyadari tingkah Joe itu meliriknya lagi. Mengisyaratkan kata “kenapa?”.
“Nggak apa. Mungkin kamu kecapekan”, jawab Joe yang menyadari isyarat itu.
Gea mengangkat kedua alisnya, “Well, don’t worry, dude. Aku saja santai begini, kok kamu yang kelihatannya panik gitu?”. Joe menjawabnya dengan senyum tipis.
҉
Gea merasa kepanasan.
Diusapnya peluh yang bercucuran dengan handuk kecil berwarna pink soft. Setelah ini ia dan Joe juga beserta rombongan sukarelawan akan menuju ke panti yang terakhir. Si ketua rombongan menjelaskan bahwa panti yang kali ini kebanyakan adalah anak-anak pengidap hidrocepalus. Gea yang mendengar kata hidrocepalus itu langsung bergidik ngeri membayangkan anak-anak kecil lucu yang tak berdosa memiliki penyakit yang membuat kepala mereka membesar.
Joe telah kembali memasuki bus rombongan dan duduk disebelah Gea.
“Sudah lega?”, tanya Gea sambil menahan tawa.
“Sudah!. Emang susah kalau sudah nggak ‘setor’ tiga hari”, ucap Joe santai.
“Dasar jorok!”
“Aduh!!”, erang Joe sambil mengusap-usap kepalanya yang ditonyor Gea sementara Gea terus tertawa jahat bercampur jijik membayangkan apa yang dikatakan Joe.
“Ge .. pinjem anduk kamu”, tanpa basa-basi Joe langsung menyerobot handuk Gea sebelum gadis itu sempat berkata apa-apa. Gea terkesiap saat dirasakannya tangan Joe mengusap dengan cepat hidungnya. Ia baru mengerti apa yang dilakukan lelaki ini setelah tangan itu kini menunjukan handuk berlumur darah tepat didepan matanya. “Kamu mimisan lagi”. Gleeekkk!!
Joe mencoba membaca ekspresi Gea. Ia terlihat begitu kaget. “Kamu memang sering gini ya?”, tanyanya serius. Gea menggeleng. “Ge .. beneran”, desaknya lagi. Gea terdiam sejenak. Ia lalu menggeleng lagi.
“Ge, ini aku tanya bene …”
“Nggak, Joe. Aku juga nggak mengerti!. Ini ketiga kalinya aku mimisan”
“Kamu harus periksa”
“Nggak, ah!. Aku tak sapa. As you said before, maybe I’m tired”
“Tapi aku yakin ini berbeda!”
“I’m-okay!. Can you hear that?? Lagi pula cuma mimisan kok!”. Dalam ucapan Gea tersirat suatu kecemasan walau ia tetap berkeras mengatakan ini baik saja. Joe dapat melihatnya, Gea menolak untuk takut sesuatu terjadi padanya.
Joe meniup rambutnya tanda frustasi. “Terserah”. Satu kata pendek, lalu ia membungkam.
҉
Joe membilas tangannya yang tertutup busa sabun. Ia matikan keran air. Selesai sudah tugasnya membantu mencuci piring siang itu. Diambilnya lap untuk mengeringkan tangan.
“Anak laki-laki bunda yang kurang kerjaan”, ucap Bunda dengan nada dibuat-buat kesal namun senyum lebar tersungging di wajahnya paruh bayanya.
“Aku tahu Bunda hanya terlalu sungkan dan merasa aku kerepotan kan?. Haha. Jadi berhentilah berlaku galak seperti itu, Mam”
“Hahaha. Terserah kau saja. Ini minum. Tanda terimakasih untuk laki-laki yang kelewat baik sepertimu”, beliau menyodorkan segelas jus yang begitu menggoda di siang hari seperti ini. Joe menerima gelas itu dan mengangkatnya sesaat sambil mengucap terimakasih. Diteguknya dengan cepat, seperti kesetanan. Namun sungguh, panas hari itu membuatnya begitu haus.
“Ngomong-ngomong, Joe. Bagaimana perkembangannya?”. Joe melirik Bunda. Diselesaikannya seteguk terakhir kemudian berkata, “Perkembangan keadaanku maksud Bunda?”
“Apa lagi?”, Bunda mengendikan bahu.
“Menurut Bunda bagaimana? Aku terlihat normal bukan?”
“Tentu saja. Dan kau tahu orang lain juga memandangmu dengan sama”
“Kalau begitu itu sudah cukup menjawabnya bukan?”. Dilipatnya kedua tangan didepan dada. Joe melihat respon bunda itu menghela nafas.
“Aku hanya berharap bisa memperpanjang ini. Dokter sudah bilang ini tidak akan lama, namun aku akan menunjukan bahwa aku cukup kuat”
“Tapi, Joe. Cepat atau lambat, hal ini akan terlihat oleh orang lain. Kau juga tak mungkin selamanya bersembunyi dibalik ‘benda itu’”. Mulut Joe terdiam mendengar pernyataan bunda. Cepat atau lambat.
“Aku mengerti”
҉
Diketuknya pintu rumah sederhana itu. Beberapa saat kemudian muncul wanita paruh baya membukakan pintu untuknya. Wanita itu terlihat agak berantakan, seperti habis melakukan suatu pekerjaan yang cukup berat.
“Eh, si Mbak!. Mau ketemu Mas Joe?”, seru pembantu Joe dengan logat Jawanya yang khas.
“Iya, Bi. Joe di rumah kan?”
“Iya, itu lagi di ruang lukisnya. Mari, saya antar”. Ia sedikit heran. Joe suka melukis?. Namun segera diikutinya wanita itu menuju ke sebuah ruangan berukuran sedang dengan berbagai karya lukisan tertempel di tembok. Kebanyakan lukisan tersebut menceritakan tentang sosial dan anak-anak.
“Wah .. mas Joe-nya ndak ada. Mungkin lagi ke toilet. Mbak tunggu disini dulu aja, Bibi mau ke dapur dulu ya melanjutkan masak. Selak kawanen. Mbak mau minum apa? Sekalian Bibi bikinin”
“Nggak usah Bi, nggak haus. Terimakasih”, ucapnya disertai dengan Bibi yang segera melesat ke dapur.
Matanya menyapu seluruh lukisan di ruangan itu. Didekatinya satu persatu. Lukisan-lukisan ini begitu indah!. Seakan di tiap-tiap goresannya memiliki makna tersendiri. Tapi, ada sebuah lukisan yang begitu menariknya. Lukisan itu berukuran sedang—emm mungkin lebih menuju kecil, hanya terdiri dari warna merah dan putih. Ia menyukai lukisan ini karna warna merahnya yang begitu kontras. Terlihat jelas disana tergambar seorang malaikat cantik yang menggenggam setangkai mawar merah. Ia memiliki sayap yang terbuat dari mahkota bunga mawar merah. Tulisan kecil Red in Peace (R.I.P) terpampang dipojok kanan bawah. “Judul yang aneh”, gumamnya. “maksa lagi. Haha”, ia terkekeh sendiri.
Kembali diamatinya lukisan itu. Tiba-tiba ia menemukan bercak air berwarna merah yang mulai kering yang ia yakini bukanlah cat. Disentuhnya cairan itu. Texturenya lebih cair dari cat. Ada yang janggal. Ia pun mencoba mambaunya. Baunya seperti ..
“Ge? Sorry ya menunggu lama!”. Gea terkesiap saat suara Joe menerpa telinganya.
“Kau ini, mengagetkan saja!”, eram Gea. Namun ia seketika terkikik geli saat melihat hidung Joe yang merah seperti Rudolf. “hahahha hidungmu kenapa bisa merah seperti itu?”
Berkebalikan dengan ekspresi Gea, Joe malah gelagapan sendiri mendengar pertanyaan itu. “E-ehh .. ini a-aku hanya sedang flu. Jadi ya gini deh kebanyakan ingus”
“Kamu flu? Kok nggak bilang? Yahh .. berarti ntar nggak bisa nemenin ya?”
“Nemenin kemana?”
“Nanti sore aku mau periksa soalnya ngeri juga aku jadi sering mimisan begini. Tapi kalau kamu sakit begini ya sudah ntar aku bareng mama saja kalau beliau sempat”
Mulut Joe membentuk bulatan kecil. “Sorry, nggak bisa nemenin buat kali ini”, ucapnya meringis.
“It’s okay. Get well soon, boy. Eh, by the way .. kamu ternyata jago melukis toh? Keren lho! Aku paling suka yang Red in peace tadi itu tuh .. tapi hahaha sumpah ni ye, judulnya agak maksa”, ucap Gea sambil menjulurkan lidahnya. Ditonyornya kepala gadis itu sambil ikut tertawa.
“Kok judulnya gitu sih?”
“Jangan salah itu ada artinya tahu!”
“Apa iya?”
“Tengil banget?! Hahaha iya dong. Red in Peace or RIP. Merah dalam kedamaian. ‘Merah’nya itu ambigu. Bisa diartikan kedalam beberapa konteks. Kalau buat lukisan itu sih sejenis penyebab yang bikin dia masuk dalam kedamaian abadi”, tutur Joe bak seorang filsuf.
“Ahhh??”, Gea memasang tampang dongo. Joe mengangkat bahunya. “yah .. biasa lah. Susah ngomong sama anak kecil”. Gea mendelikan matanya pada Joe—mencoba garang.
҉
Joe kalap!.
Sudah sekitar dua minggu ini Gea menghilang. Sejak Gea mampir ke rumah Joe 2 minggu lalu ia tidak pernah lagi melihat gadis itu. Ia sudah berkali-kali menghubungi HP Gea dan berkunjung ke rumah anak itu. Tapi HP Gea tidak pernah aktif dan orang rumah selalu berkata bahwa Gea  sedang tidak ada di rumah. Gea bahkan juga tidak memberitahu hasil pemeriksaannya. Aneh. Pasti ada yang salah!.
Tiba-tiba Joe teringat pada panti dimana mereka bertemu. Iya, panti!. Ia pasti di panti!. Bodoh, kenapa ia tidak berpikir sampai kesana??. Diambilnya jaket dan bergegas menuju ke panti asuhan tersebut. Sesampainya di panti ia disambut sendirian oleh bunda karena saat itu sedang jam  tidur siang bagi anak-anak.
“Bun, Gea disini?”, tanya Joe tergesa-gesa.
“Kamu kenapa kok buru-buru gitu?”
“Ada apa tidak, Bun?”, suara Joe mulai meninggi sedikit.
“Iya ada. Dia sudah hampir seminggu menginap di sini”
“Sekarang dimana dia?”
“Itu di taman belakang. Memang ke..”. Joe berlalu meninggalkan Bunda sebelum wanita itu menyelesaikan pertanyaannya.
Joe mendapati Gea yang duduk di tepi kolam ikan besar sambil memberi makan ikan-ikan koi di dalamnya. Mata gadis itu sayu. Ia heran melihat perubahan sahabatnya ini. Apa yang telah terjadi?. Didekatinya Gea secara perlahan. Gea tersentak pelan saat Joe memegang pundaknya.
Where have you been? Kenapa kamu menghilang?”, tanya Joe saat gadis itu menoleh padanya. Gea hanya diam. Tatapannya hampa. Joe mencoba menyelami mata coklat itu. Tak ditemukannya sahabatnya itu. Jiwa Gea seperti tak ada dalam tubuh ini. Aura malaikat pembawa kabar baik itu pun seperta hilang, lenyap. Termakan oleh pijar gelap pencabut kebahagiaan.
Joe menyusuri tiap sudut sosok ini. Mencari tahu dimana kesalahan itu. Mencari dan mencari untuk mendapatkan malaikat pembawa kabar baik ini kembali. “Gea!”, desaknya yang mulai menggila. Ini aneh!. Ada apa dengan Gea?.
Beberapa detik kemudian kehampaan itu hancur oleh air mata. Gea menangis. Ini pertama kalinya Joe melihat gadis tegar ini menangis. Air itu terus mengalir. Kini bukan lagi hujan yang termata-matai, namun matanya yang terhujani. Kesedihan, kehampaan, kesepian, ketidak adilan besinergi dalamnya. Membuat tubuhnya tergoncang seiring derai air mata.
“Kamu kenapa?”, tanya Joe lembut. Ia tidak menjawab. Ia malah mengeluarkan selembar kertas dari kantung bajunya dan mengacungkannya pada Joe.
“A-aku sakit ..”, ia mencoba bicara ditengah tangisnya. “Dokter b-bilang a-aku .. le .. le-leukimia”. Joe tak bereaksi. Ia sudah mempersiapkan hatinya untuk mendengar kabar buruk ini jauh-jauh hari. Ini sesuai dengan dugaannya.
“Lalu? Caramu dengan menghilang seperti ini?”
“Dunia nggak adil Joe! Leukimia nggak bisa disembuhin! Gue sudah hampir masuk ke stadium akhir dan ini sudah sangat parah! Hidupku tinggal sebentar setelah itu aku mati!. Do you realize? I’ll die! Aku tahu nantinya kita akan meninggal. Tapi haruskah aku menemui ajal semuda ini? Ini nggak adil!. Aku berhak mendapat hidup yang lebih panjang!”
“Tapi bukan begini caranya kamu menghadepi itu!”, balas Joe tegas. Rahangnya mengeras, menahan segala emosi.
Bullshit! Tuhan nggak sayang aku lagi, Dia nggak adil!”
“Kamu nggak pantas ngomong seperti itu! Cara pikirmu salah!”, diacungkannya telunjuk itu tepat di depan muka Gea.
Gea meremas rambutnya. “Kamu bisa ngomong gitu karna kamu tidak mengalami seperti apa aku sekarang!”. Gea bertekuk lutut. Tubuhnya lemas. Ditangkupkan kedua tangannya di wajah. Menangisi keadaan yang dirasanya tidak adil.
Joe menyunggingkan senyum miring. Manusia memang tidak pernah bersyukur ..
“Asal kau tahu, Ge. Aku mengerti apa yang kamu rasakan ..”
“Nggak usah sok ngertiin! Kamu nggak punya alibi soal ini”
“Memang nggak punya, karna ini fakta. Ge, lihat aku!”. Gea mengangkat kepalanya. Sementara Joe menggenggam erat rambutnya. “Bahwa aku juga pengidap leukimia”, ditariknya rambut palsu yang selama ini menutupi identitas penyakitnya. Gea ternganga melihat pemandangan didepannya. Joe yang berbeda. Joe yang tak memiliki rambut. Joe yang ternyata mengidap penyakit yang sama dengannya. Ini Joe yang kuat, bukan? Tak mungkin!. Namun Gea melihat kulit kepala Joe yang pucat dan rambut dalam genggaman tangan laki-laki itu. Dan itu cukup membungkamnya. “Aku sudah bersama-sama dengan penyakit ini selama setahun. Dokter mengvonis hidupku hanya 5 bulan lagi, tapi buktinya aku masih bisa berdiri disini sekarang”
“Tapi kamu terlihat normal-normal saja”
“Itu karna aku nggak mau orang-orang mengenalku sebagai orang lemah yang menyerah begitu saja sama penyakit. Aku merasa hidupku normal walau dengan leukemia ini. Dan itu pun akhirnya yang dilihat orang lain. Mereka nilai aku normal-normal saja”
Tiba-tiba Gea teringat pada lukisan RIP-nya Joe. “Red in Peace.. merah itu bukan cat kan?”
Joe tersenyum. “Iya. Itu daraku. Waktu aku mau melukis tiba-tiba mimisan lagi. Aku mau bikin darah ini berharga. Makanya aku jadiin sebagai pengganti cat. Waktu habis meluki darahku ternyata tetep nggak berhenti. Akhirnya setelah aku gantungin itu lukisan, cepat-cepat aku ke kamar mandi untuk membersihkan darahku. Waktu aku balik, kamu lihat sendiri hidungku merah. Hari itu aku nggak flu, aku bohong. Dan maksudnya Red in Peace itu darah yang akan bawa aku ke kedamaian abadi. Entah kapan yang pasti aku akan mati karna darah”.
Suasana hening. Kesunyian yang mencekam. Gea menghembuskan nafasnya lembut. “Sorry, mungkin karna gue masih shock. Nggak seharusnya aku kayak gitu. aku nggak mikir ada orang yang lebih parah dari aku. Dan ternyata itu kamu sahabatku sendiri”
“Nggak apa”, ucap Joe mengusap lembut rambut Gea. “Manusia memang suka lupa diri. Tidak pernah bersyukur dengan apa yang dia punya”.
҉
Gea membawa kue tart kecil untuk ulang tahun Joe hari ini. Ia susuri lorong rumah sakit dan segera menuju kamar rawat Joe. Keadaan Joe semakin parah. Sudah hampir seminggu ia kritis. Ternyata tubuhnya hanya kuat menahan penyakit satu setengah tahun saja. Dibukanya pintu kamar tersebut. Terlihat Joe yang dipasangi oleh alat-alat ‘penopang hidupnya’. Gea menarik kursi disisi kanan tempat tidur Joe. Segera dibukanya kue tart Joe. “Hi, Boy! Can you see? I bring a lil’ birthday cake for you. Tadaaa!!”. Tak ada reaksi. Ia melihat monitor jantung disebelah kanannya. Dittt .. dittt .. dittt .. jantungnya lemah. Gea tetap tersenyum. Jujur saja, ia sudah mengikhlaskan bila Joe harus pergi. Secepat apa pun itu. Bukan karna pasrah, tapi ia tahu bahwa sebentar lagi ia akan menyusul Joe. Mereka akan dipertemukan di alam yang lain. Ia mengidap penyakit yang sama, maka ia akan mati dengan cara yang sama.
Kembali ditatapnya Joe yang tetap diam. Ia membuka mulutnya, menyanyikan sebuah lagu. “Happy birthday to you. Happy birthday to you. Happy birthday .. happy birthday ..”. Nafas Gea tertahan sesaat ketika melihat Joe membuka matanya sedikit dan tersenyum tipis. Gea mulai berkaca-kaca. Namun ia tersenyum. Ia tak mau Joe melihatnya dalam keadaan lemah. “Happy birthday brother!”, bersamaan dengan bibir Gea yang selesai bernyanyi, mata itu tertutup, dan senyum itu telah lenyap.
Dddddddiiiiiiiiiiittttttttttttttt …..


Gietatonine.blogspot.com

Sunday, November 27, 2011

efek kepanasan


2 hari ini panas banget men. keringat gue bercucuran, darah gue mengalir dari pori-pori gue yang membesar saking panasnya. gue nggak tau neraka mana yg lagi bocor sekarang. karna kalo gue tau mungkin bisa gue tambal dengan upil apapun yang berbau kelengket-lengketan. gue nggak tau, mungkin ini dampak dari global warming ><" aaaa yang jelas ini nyiksa banget. kecuali buat orang-orang gendut (bte, gue gendutan :3) ini nguntungin banget karna membakar lemak. kalo gitu kenapa nggak sekalian lo jongkok d atas kompor ? --"

panas ini pula yang bikin gue males belajar. walo alibi gue dangkal bgt, tapi sumpe deh ini juga merupakan faktor penghambat. otak gue ikut meleleh men saking panasnya. kalo soal kewarasan gue emang itu udah leleh dan luntur sejak jaman david beckham jadi mantan mak gue \m/ brondong!.

gue sih nggak mau cerita apa-apa. cuma mau ngomong kalo skrg panas bgt. abis itu gue mls belajar. tapi doain ya moga besok bisa dapet nilai bagus :3 unyuukkk tenan  ..


jadi pengen punya ini :3

bokongnya minta ditabok --"



 

ni cewek kalo belajar keras masih cantik aja.
bandingin sama muka gue ..
ayan gila

Wednesday, November 23, 2011

cerpen : Orycon


Orycon.
Malam menjelang. Kegelapan mulai merasuki tiap sudut di Orycon. Leon memandang tajam ke arah matahari yang mulai tenggelam di ufuk timur. Warna merah muda dan ungu tua begitu kontras menghiasi langit. Inilah Orycon, negara sihir yang penuh keajaiban—atau lebih tepatnya keanehan—yang begitu memuja bintang, dan kekuatannya berasal dari rasi bintang Orion. Negara dimana semua benda bisa bergerak sendiri, dimana untuk bepergian kau hanya tinggal menerbangkan dirimu seperti seekor burung tanpa menggunakan kendaraan sihir apapun—termasuk sapu terbang. Tidak, para pylon (penduduk Orycon) bukanlah penyihir yang menunggangi sapu untuk berpindah tempat. Yang benar saja, dimana kau akan menaruh pantatmu? Di gagangnya yang sempit itu? Oh, Tuhan bisa-bisa pantat para pylon mengempis seketika.
Leon mengalihkan pandangannya, matanya kini memasang fokus pada hamparan air luas berwarna kebiruan. “Kita sudah sampai, itu Samudera Poison!”, seru Leon pada Camelion yang terbang disampingnya. Camelion mengangkat kedua alisnya yang kecoklatan. “Mmm .. kau yakin akan mengambil mawar laut perak itu?”, tanyanya ragu. Leon membalas tatapan Camelion dengan dahi yang mengerut. “Ayolah sahabatku, aku ingin melakukan ini juga untuk kepentinganmu. Kau ingin mantra tubuhmu kembali utuh kan?”. Camelion mendesah perlahan. Ia ingat, ia telah kehilangan setengah mantera tubuhnya karena kecelakaan yang terjadi saat ia melawan Owrula, burung hantu raksasa di Hutan Magos untuk mencari tanaman-tanaman bahan ramuannya. Ia juga heran, biasanya Owrula begitu jinak dan penurut tetapi entah kenapa ia bisa menjadi begitu ganas.
Bagi para pylon, kehilangan sedikit saja mantera tubuh sama saja dengan luka pada manusia biasa. Dan kehilangan setengah mantera tubuh? Itu sama saja kau hanya punya setengah nyawa. Camelion telah meminum berbagai ramuan sihir untuk mengembalikan mantra tubuh yang hilang, tapi memang ramuan-ramuan itu hanya bisa memulihkan mantra tubuh Camelion hingga seperempatnya saja. Dan untuk membuat mantra tubuhnya utuh, satu-satunya jalan hanyalah mawar laut perak. Mawar laut perak merupakan tumbuhan yang paling penting bagi Orycon. Mawar itu hanya satu di dunia. Ia menyimpan segala kekuatan sihir yang dapat menyempurnakan mantra tubuh dan kemampuan apapun. Bahkan mawar ini akan menjadikanmu penyihir terkuat sejagat raya jika kau bisa mendapatkannya saat rasi bintang Orion bersinar terang.
“Kau siap?”, tanya Leon saat kedua sosok itu melayang di atas Samudra Poison. Camelion hanya menghela nafas panjang kemudian dengan cepat ia menukik tajam dan menyelami Samudra Poison. Ternyata kau benar-benar siap untuk melihatku menjadi yang terkuat .. haha. Ternyata kau tak sepintar yang ku kira, Cameli. Maaf sobat, mawar itu akan menjadi milikku sendiri dan kamu akan hidup dalam kecacatan tanpa mantra tubuh yang utuh. Leon menyunggingkan sebuah senyum miring dan segera menyusul Camelion.
Dengan mudah mereka segera menemukan mawar tersebut karena saat itu rasi bintang Orion tengah hadir, sehingga mawar laut itu memancarkan sinar berwarna keperakan yang begitu terang. Tanpa basa-basi, kedua pylon itu segera menuju ke arahnya. “wow .. exellentcia!”, mereka seketika menyerukan kekagumannya. Segera Leon mengucapkan mantra yang dibacanya di buku rahasia perpustakaan Odstone yang dicurinya sambil memasukan tangannya menembus portal air yang melindungi mawar itu. Sesaat jemarinya terasa mulai menyentuh tangkai mawar tersebut dan Leon pun memetiknya dengan cepat.
Leon tersenyum puas saat mawar itu kini tengah berada dalam genggamannya. Kekuatan abadi, aku datang, ucapnya dalam hati. “Leon kita berhasil! Mantra tubuhku akan utuh kembali!”, pekik Camelion terharu. Mendengar itu Leon hanya tersenyum angkuh. Camelion heran melihat tingkah laku laki-laki dihadapannya ini. “untukmu? Jangan berpikir seperti itu, bodoh! Haha”
“maksudmu, Le?”
“Kekuatan abadi”, ucap Leon sambil mengelus pelan kelopak bunga mawar itu. Camelion terperangah saat mengerti apa maksud Leon. Ia ingin menguasai mawar itu. Ya ampun! Leon, setega itu kah?. Tapi .. tidak!. Tidak mugkin ia menipu Camelion, mereka kan sudah berteman sejak lahir!. “Hah .. kau kira aku sebaik itu membiarkanmu mengutuhkan mantra tubuhmu? Maaf, tapi aku tak sudi lagi menjadi bayanganmu. Menjadi Leon yang dikenal sebagai sahabat Camelion, bukan Leon si penyihir terpintar dan kuat seperti orang mengenalmu!. Dan kurasa cukup dengan mengelabuimu aku bisa mendapatkan apa yang aku mau”. Camelion tidak bisa mempercayai apa yang didengarnya.”Maaf, Cameli”, ucap Leon lembut dengan nada mengejek.
Sssiinngggg!!!. Tiba-tiba sebuah cahaya menyilaukan datang dan menyinari segala penjuru samudra. Cahaya itu seketika mewujudkan sebuah sosok berbulu emas yang membuat dua pylon ini terkejut sekaligus ketakutan. Pesas. Kuda terbang penjaga mawar laut perak itu kini berdiri didepan Leon dan Camelion. Matanya yang bening menatap mereka dengan penuh selidik. “Ah .. aa-aku. Bukan! Pesas-God, i-ini dia yang ingin mengambilnya!”, jerit Leon histeris sambil melempar mawar itu ke arah Camelion. Camelion bertambah kaget saat bibir Leon mengucapkan kata-kata itu. Belum selesai kekagetannya, seketika tubuh Pesas menyebarkan cahaya kemerahan yang menandakan kemurkaannya. Cahaya itu melesat cepat menuju ke arah Leon dan membelit tubuh jangkungnya. Leon menjerit-jerit tapi tak ada satu suara pun yang keluar dari mulutnya. Ia bisu. Camelion begitu panik melihat Leon, ia ingin memohon kepada Pesas-God untuk melepaskan Leon tapi mulutnya bahkan tak bisa terbuka!.
Tiba-tiba sebuah portal air membungkus tubuh Leon dan seketika itu pula, raga dalam portal tersebut membeku. Tak berkutik sedikit pun. Melihat itu Camelion makin panik. Jangan-jangan Leon sudah ..
“aku masih memberinya kesempatan. Yang bisa menyelamatkannya hanya sosok terpilih dari dimensi lain. Waktunya hanya sampai kelopak terakhir mawar itu terlepas dari tangkainya. Tiap kelopak mawar yang terlepas akan menyerap mantra tubuh anak ini perlahan-lahan. Jadi jangan terlambat dan berhati-hatilah”, jelas Pesas melalui telepati. “tapi siapa orang itu Pesas-God?”, Camelion ikut bertelepati karena mulutnya tetap terbungkam. “Vicky Toriyama”, ucap Pesas. Camelion segera mengangguk dan mengambil mawar yang kelopaknya telah menghitam itu. Kemudian ia menoleh sebentar ke arah Leon sebelum ia pergi. Cahaya merah itu kini tak membelit tubuhnya, hanya berputar-putar di sekitar portal tersebut.
“Tunggu ..”, seru Pesas lagi saat jiwa Camelion akan pergi meninggalkan tubuhnya sementara untuk memanggil orang terpilih itu. Camelion segera menoleh. “Kepalsuan dalam elegi, tutur suci akan kebebasan”
í
Indonesia, 2011. Kediaman keluarga Christison.
Kotak kecil di atas meja kayu antik itu bergetar seketika. Juno yang tengah menikmati sarapan roti bakarnya di ruang makan tempat kotak itu teronggok segera berteriak memanggil ibunya, “Okaasan1, ada pesan sihir!”. Juno Christison T. adalah anak dari sepasang penyihir—yang otomatis membuatnya menjadi seorang penyihir juga. Identitas keluarga Juno yang asli sengaja disembunyikan. Yang bener aja deh jaman sekarang ngaku penyihir?. Dari jaman jebot juga penyihir itu udah kayak najis tralala begono, gimana jaman sekarang? Mati disate satu kampung kali ya?.
 Helena berjalan menuju ruang makan dan mengangkat tangan kanannya. Seketika kotak itu melayang menuju kearahnya. Ia segera menjentikan jemarinya didepan kotak yang kini berada dalam genggaman. Kotak itu terbuka, dan mencuatlah selembar gulungan kertas tua lusuh berwarna kecoklatan. Juno terheran melihat ibunya yang bermimik aneh sambil memandangi gulungan kertas yang melayang itu.
“Okaasan kenapa?”, tanya Juno yang kini telah berada disamping ibunya. Helena hanya menunjuk kertas itu dengan dagunya. Alis Juno terangkat ketika membaca tulisan di kertas itu yang menceritakan sebuah kisah—yang menurutnya seperti dongeng anak kecil—dari Orycon, kampung halaman orang tuanya di dunia sihir. “apa maksudnya? Kita harus membantu Camelion mencari si Vicky itu? Begitu?”, tanya Juno saat membaca kalimat terakhir dalam surat itu. “E-ee, no my son!. It’s your job, now. See? It’s written your name”, Helena menunjuk tulisan ‘Forsis: Juno’ yang artinya ‘untuk: Juno’. “Oh my God, Moms .. but I”
Iie2, Juno!. Kau harus melakukan ini karna ini juga sudah tugasmu menjadi seorang penyihir”, tegas sang ibu. Juno hanya menggeretakan giginya. Tiba-tiba, Helena merentangkan kedua tangannya dan munculah gambar wajah ayah Juno. Nah, inilah yang disebut Juno sebagai 3G-nya para penyihir. “Hei, Max!”, sapa Helena pada suaminya yang berdarah Amerika-Jepang. “What’s up? Aku sedang di kantor, sayang”, ujarnya melalui telepati. “Hmm..I know, but it’s so immportant okay?. Begini ..”, Helena menceritakan semua yang tertulis di surat sihir tadi dan meminta Max untuk menunjukan dimana Vicky berada. Setelah itu, Max segera mengibaskan satu tangannya didepan layar ajaib itu dan munculah pemandangan lain dihadapan Juno dan Helena.
Tempat itu kelihatannya sudah berteknologi super canggih. Disana-sini berdiri kokoh gedung-gedung pencakar langit. Dahi Juno keriting seketika saat mendapati sesuatu yang janggal. “Okaasan, kenapa disitu tidak ada tumbuhan sama sekali?”. Belum selesai keheranannya, Juno melihat banyak orang—eh .. dan robot??! Wow!—berlalu lalang di tempat itu. Kendaraan mereka unik, seperti mobil terbang. Tapi, aneh orang itu seperti memakai helm udara. “apa lagi itu?”, gumam Juno heran. Helena menggigit bibir. “Dimana yang namanya Vicky?”, gumam Helena tak menggubris keheranan anaknya. Tiba-tiba pemandangan didepannya berubah menjadi seorang remaja perempuan berkulit putih dengan rambut sebahu berwarna hitam—yang mereka asumsikan sebagai Vicky. Ia juga memakai helm udara. Aneh, sebenernya ini anak hidup di tahun kapan sih? Masak trend fashion yang lagi nge-in pake helm aneh begitu?. Scene berubah, kali ini pemandangan di depan mereka seperti menceritakan keseharian Vicky. Kedua orang itu menganga lebar saat melihat apa dilihatnya. Mereka tak menyangka bahwa orang-terpilih-dari-dimensi-lain itu adalah seorang remaja pembual kelas paus. Juno pun ngeri sendiri membayangkan ia harus bekerjasama dan menjadi guide pembual cilik itu. “Juno, kau harus berangkat sekarang”, ucap Helena saat tayangan itu habis. Juno hanya membuang nafas.
    í
Indonesia, Tahun 2199.
“Waa!!”, Vicky Toriyama, gadis berusia 14 tahun itu menjerit saat tiba-tiba pusaran angin muncul didepannya dan mewujudkan sesosok remaja seusianya. Ia memandangi cowok itu dari atas sampai bawah. Aneh, orang ini kok nggak pake helmet? Nggak takut mati apa?, batin Vicky. “Lo sapa?”, ucapnya kemudian. “Gue Juno Christison T. Dan gue harus segera bawa elo ke Orycon karena elo adalah ‘orang terpilih’ itu”, jelas Juno. “Tunggu, apa maksud lo bawa-bawa gue ke—tempat apa tadi? Ah, tau lah!—pokoknya gue ogah!”
“Terserah apa kata lo ya, yang penting elo kudu ikut gue sekarang, Vicky Toriyama!”
“kok tau nama gue?”
“gue tau semua tentang elo. Vicky Toriyama, 14 tahun, seorang cewek pembual dan ..”
“gue bukan pembual!!”, protes Vicky. “Itu apa kalo elo nggak bohong? Ha?”, balas Juno telak, Vicky terkesiap mendengarnya. Melihat Vicky yang terus bengong, tanpa buang waktu Juno segera memegang pergelangan tangan Vicky dan membawa mereka menuju Orycon.
í
“Auhhh!!”, pekik Juno dan Vicky sambil mengelus-elus bagian tubuh mereka yang sakit. Pendaratan mereka di Orycon tidak terlalu mulus, berarti Juno memang harus belajar lagi soal mantra yang satu ini. Vicky memandang sekitarnya dengan pandangan aneh. “Lo bawa gue kemana??”, bentak Vicky. “Orycon”, gumam Juno santai. Apaan tuh Orycon?, batin Vicky.
“buat apa lo bawa gue kesini?”. “Karna elo orang pilihan itu dan elo harus nyelesain tugas elo disini”, tukas Juno. Vicky tak mengerti maksudnya. Tugas apa? Orang pilihan apa sih?. “nggak usah nggerutu diem-diem gitu deh. Bawel tau elo tu, ni ya gue jelasin tugas elo apaan”, Juno pun menjelaskan semuanya. Vicky hanya terdiam. Aneh. Malah kayak spy begini. Wuu ..
Kemudian Vicky mengalihkan pandangan. Fokus pandangannya terekat pada sesuatu yang besar dan menjulang tinggi di sepanjang jalan. Benda itu seperti memiliki cabang dan ada sesuatu berbentuk kecil berwarna hijau yang menempel di setiap sudutnya. “itu apa?”, tanya Vicky sambil menunjuk benda yang dari tadi menarik perhatiannya. Juno menyusuri arah yang ditunjuk Vicky dan melongo lebar melihatnya. “Elo Playgroup di DO ya? Pohon aja nggak tau?! Hu! Hidup di jaman kapan sih lo?”, ucap Juno keki. “ehm, tahun 2199”. Juno kaget mendengar ucapan Vicky. Berarti dia tadi itu ke masa depan?. “dan di jamanku nggak ada pohon”, ucap Vicky polos. Juno teringat ia sama sekali tidak menemukan tanaman saat melihat tayangan dari papanya. “kok bisa nggak ada pohon?”, tanya Juno. “Katanya semua itu lenyap karna global warming. Makanya sekarang nggak ada tanaman di tempatku hidup”, jelas Vicky. Juno yang mendengarnya langsung terenyuh. Ia tidak menyangka isu global warming itu ternyata bukan sekedar gosip kacangan saja, tapi ia adalah sebuah bencana dahsyat yang bersiap untuk menghancurkan suatu peradaban juga kehidupan peradaban selanjutnya. “terus, tuh helm apaan?”, tanya Juno lagi. “oh .. ini helmet. Helm udara, kalo nggak pake ini aku nggak bisa nafas”, ucap Vicky.
Mendengar itu, Juno terdiam sejenak. Ia pun kemudian mendekati Vicky dan melepas helm itu. Vicky berteriak-teriak histeris melihat perbuatan Juno. Tapi aksi bar-barnya langsung berhenti saat paru-parunya mendapat pasokan udara yang begitu segar, membuat tubuhnya lebih enak. “Ini oksigen asli, Vic. Dari pohon. Pohon yang bikin oksigen buat kita nafas. Elo jadi lebih bebas tanpa helm ini juga elo nggak akan mati”, seru Juno sambil tersenyum tipis. Vicky ikut tersenyum melihat Juno.
Tiba-tiba, secercah cahaya muncul diantara mereka. Dan kini, sesosok wanita cantik--rambut bergelombang berwarna kecoklatan dan alis berwarna senada yang membuatnya terlihat begitu unik— dengan mawar hitam dalam genggaman melayang didepan mereka. “Camelion?”, ucap Juno yang entah dari mana ia bisa langsung mengenalinya. Camelion hanya tersenyum padanya. “Kalian harus menuju Samudra Poison dan melawan Pesas-God untuk menyelamatkan Leon. Waktu kalian hanya sampai mawar terakhir lepas dari tangkainya. Tiap tangkai yang terlepas akan menyerap mantra tubuh Leon jadi aku mohon cepatlah”, ucapnya sambil memberikan bunga mawar tersebut pada Vicky. “Aku harus kembali ke tubuhku di Samudra Poison. Akan ku bantu kalian dari sana. Ingat, kepalsuan dalam elegi, tutur suci akan kebebasan”. Jiwa Camelion pun menghilang, menyisakan kebingungan diantara Juno dan Vicky. Apa maksudnya ‘Kepalsuan dalam elegi, tutur suci akan kebebasan’?.
Tiba-tiba satu kelopak mawar terjatuh dari tangkainya. “Oh, no! Vicky ayo, kita harus segera berangkat!”, ujar Juno yang kemudian menggandeng tangan Vicky dan terbang menuju ke arah timur, Samudra Poison. “Vicky, kenapa elo bisa menjadi penipu gitu?”, tanya Juno ringan. “Hey, gue bukan penipu!!”, pekik Vicky. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari daratan yang berada dibawah mereka. Dengan cepat mencuatlah akar-akar besar dari dalam tanah yang mencoba menghantam mereka. “Apa yang terjadi??”, teriak Juno. “aku juga tak tahu!”, balas Vicky. Juno melenggak-lenggokan tubuhnya untuk menghindari akar-akar gila itu. “Auhh!!”, teriak Juno saat pucuk sebuah akar menghantam kepalanya. “Vicky!!”, ia segera menukar posisinya dengan Vicky untuk melindungi gadis itu dari keganasan akar pohon. “arrggghh!!”, Juno dan Vicky terjatuh ke tanah.
“Apa yang terjadi sih?”, tanya Juno dalam kesakitannya saat terhantam akar pohon dan membentur tanah. “Gue juga nggak tahu!”, bentak Vicky. “Elo ngomong apa tadi?”. “Gue nggak ngomong apa-apa!”. Sedetik setelah Vicky mengucapkan itu, akar pohon tadi mendekati mereka dan membelit kedua orang itu. Kepalsuan dalam elegi, tutur suci akan kebebasan. Tiba-tiba terdengar bisikan suara Cameli di telinga Juno. Ah, itu artinya!, batin Juno. “Vic, udah elo ngomong jujur aja kalo elo penipu!”, teriak Juno sambil menahan kakinya yang sakit karna terbelit. “Gue udah jujur!”, jerit Vicky sambil memukul-mukul akar pohon yang membelitnya. Belitan akar itu makin kencang. “Vick, Come on!. Say the truth! Kalo nggak ini semua nggak akan berhenti!”. “Apaan sih lo main fitnah orang?! Rese! Gue tu cewek baik-baik, gue bukan penipu. Baka3!!”, pekik Vicky penuh emosi. Setelah Vicky menutup mulutnya, tiba-tiba akar yang membelit kaki Juno mengangkat tubuh cowok itu dan membanting-banting tubuhnya bagai sebuah boneka. Melihat hal tragis didepan matanya itu Vicky menjadi makin panik. Ya ampun! Gue kudu gimana??!!.
 “Oke, g-gue .. penipu!”, ucap Vicky ragu. Seketika itu pula akar itu berhenti menyiksa Juno. Belitan di kaki mereka terlepas dan akar itu ikut lenyap seketika. Vicky heran melihatnya. Kok bisa?. “Kepalsuan dalam elegi, tutur suci akan kebebasan. Elo nggak boleh bohong kalo mau selamat, mungkin itu maksudnya”, ucap Juno saat melihat kebingungan di wajah Vicky. Vicky menoleh ke arah Juno dan memperhatikan cowok itu untuk beberapa saat. “elo nggak apa apa?”. “Atama ga itai desu4”, jawab Juno. Vicky menatap Juno dengan rasa bersalah yang begitu besar. Juno dapat melihat kilatan itu di mata Vicky. Pandangan mereka bertemu. Sesaat kemudian mereka saling memalingkan wajah saat tahu hal itu membuat mereka jadi salah tingkah dan memerahkan wajah mereka.
 “Ayo lanjut!”, ujar Juno. Vicky kemudian memungut mawar yang terjatuh di tanah. “Juno..”, ucap Vicky lirih. Juno menghampirinya dengan heran. “beberapa kelopaknya gugur gara-gara jatuh tadi”, Vicky terlihat hampir menangis sementara Juno hanya bisa menelan ludah melihat kelopak yang hanya tinggal 3 helai itu. “C-calm down, Vic. It’s will be fine, ok?”, hibur Juno. “Sekarang kita berangkat. Nggak usah buang waktu lagi”, ucap Juno.
 Ã­
Camelion menatapi tubuh beku Leon yang di tusuk-tusuk oleh cahaya merah itu. Ia bisa mendengar erangan sahabatnya yang begitu menyedihkan walau mulut itu tetap membungkam. Pasti tangkai mawar itu telah terlepas. Ayolah, Vicky, Juno cepat!, batin Camelion. Beberapa detik kemudian, dua sosok yang dinantinya telah sampai di tujuan akhir mereka. Camelion tersenyum lega melihat kedatangan dua orang itu. Ia menatap Pesas sekilas, ia tetap tenang. Tanpa ekspresi, entah apa yang bermain dalam pikiran penjaga mawar laut perak itu.
Juno dan Vicky kaget melihat apa yang ada didepan mereka kali ini.  Pemandangan yang waw. Camelion yang berdiri membisu, seekor Pegasus besar dengan bulu emas juga seorang anak laki-laki seusia Juno yang terperangkap dalam sebuah portal yang dikelilingi oleh cahaya merah yang berasal dari tubuh si kuda, Leon. Belum kelar kekagetan mereka, tiba-tiba sebuah cahaya merah mendekati Juno, membelit tubuhnya dan mengangkat Juno di sisi kiri Pesas. Juno mencoba menggerak-gerakan tubuhnya namun tak berhasil. Kini Pesas seperti memiliki dua cabang kemurkaannya, Juno dan Leon. Vicky mencoba membuka mulut mencegah perbuatan Pesas tapi tak bisa. Mulutnya seperti terjahit. Ia menatap Camelion dengan bingung dan cemas. “Kau hanya bisa berbicara melalu telepati Vicky. Mulutmu tak akan bisa terbuka”, ujar Cameli. Bagaimana aku bisa bertelepati?? Aku kan bukan penyihir, batin Vicky.
“aku bisa mendengarmu Vicky”, ucap Pesas. Vicky kaget mendengarnya. Namun segera ia menyingkirkan kekagetan itu. “Apa maumu? Kenapa kau menyuruhku kesini? Dan setelah aku datang kenapa kau malah menyiksa Juno?! Dia salah apa?!”, tuntut Vicky dalam telepatinya. “Memang, dia tak bersalah. Tapi kau, gadis pembohong!”, seru Pesas. “Harus kubilang berapa kali aku bukan pembohong?!!”, Vicky membela diri. Seketika itu pula, cahaya merah tadi mulai menyiksa Leon dan Juno. “Vicky!”, jerit Camelion. “Untuk menebus kesalahanmu, kau harus mengorbankan nyawamu untuk menyelamatkan salah satu dari mereka. Atau keduanya akan mati, juga kau!”, ujar Pesas tenang. “H-hei! Kau kira aku takut denganmu? ha? Kau itu yang pembohong. Asal kau tahu saja aku sebenarnya bisa melawanmu dengan mudah. Aku lebih berkuasa darimu, penyihir bodoh!”. Seiring dengan ucapan Vicky, cahaya merah itu makin menyiksa Juno dan Leon lebih lagi. “Vicky, hentikan! Jangan berbohong!”, seru Cameli dalam tangisnya. “Cameli, aku nggak bohong, oke?”, Vicky kembali memandang ke arah Pesas. “Jadi, jangan mentang-mentang elo itu penjaga mawar laut elo jadi sok. Tukang kebun aja belagu!. Ini gue tu majikan elo! see?? Gue lebih berkuasa daripada elo. Nggak usah sok ngancem-ngancem orang deh! Ngatain orang pembohong segala lagi, bisa apa sih elo? ha? Bisa ap ..”. “Vicky hentikan!”, jerit Camelion dalam tangisnya yang makin menderu. Vicky menatap Cameli dengan kesal, namun seketika Vicky langsung mengerti apa maksud Cameli. Mata Vicky menatap sosok Juno dan Leon yang kini bermandikan darah karna siksaan cahaya merah. Air mata Vicky mengalir. “berbohong tak berguna, Vicky”, ucap Cameli lirih. Vicky memejamkan mata dan menggigit bibirnya. Ini salah gue!!!.
Vicky mengangkat kepalanya dan menatap Pesas yang tersenyum tenang. “Pesas-God, aku mohon jangan siksa mereka lagi. mereka nggak salah. Aku pembohong, ya, aku tahu!. Aku pembohong. Aku tak pernah mengatakan sesuatu dengan jujur karna aku memang seorang pembohong. Tapi aku tak pernah berpikir kebohonganku akan mengorbankan orang lain. I was a stupid girl. Ambil saja nyawaku, aku yang bersalah. Biarkan aku yang menanggung, jangan mereka. Jujur, aku tak ingin kehilangan mereka”. Selesai Vicky mengucapkan kata-katanya, terdengar suara petir menyambar. Lalu sebuah cahaya putih dari langit menyelubungi seisi Samudra Poison. Vicky tak tahu apa yang terjadi saat itu. Rasanya ia seperti melayang, entahlah mungkin ini memang waktu ajalnya. Dan inilah yang terbaik, pikir Vicky.
Vicky membuka matanya. Ia terdiam. Ia masih berada di Samudra Poison. Ia menatap ke arah Cameli berdiri tadi. Gadis manis itu masih disana, bahkan tersenyum lebar pada Vicky. Vicky terheran. Ia menyeret pandangannya ke tempat Pesas, Juno dan Leon berada tadi. Ia tak menemukan siapa pun disana. Hatinya langsung digerogoti rasa panik. Namun, tiba-tiba dua buah cahaya keperakan terpancar di depan Vicky dan mewujudkan sosok-sosok yang membuatnya tenang. Juno dan Leon. Vicky menatapi mereka yang kini tak bercela. Tak ada lagi darah yang melumuri tubuh mereka, tak ada portal air yang memenjarakan Leon, tak ada cahaya merah yang membelenggu mereka dan memainkan mereka seperti sampah. Yang ada hanya senyum lebar mereka. Senyum akan kebebasan.
“Vicky”, Vicky menoleh ke asal suara dan mendapati Pesas disana. Di depan Pesas melayang mawar laut perak di dalam portal air yang melindungi kekuatannya. “Pesas-God, kenapa aku ..”, pertanyaan Vicky menggantung. Ia tak tahu apa yang harus ia tanyakan. Karna ada berjuta tanda tanya yang singgah di otaknya. “kau lolos, Vicky. Kau berhasil untuk berkata jujur. Tak hanya itu, kau berhasil menyelamatkan orang lain. Kau telah belajar untuk berkorban, walau nyawa sekalipun. Kau belajar untuk bertanggung jawab atas kesalahanmu. Dan aku memang benar, kau tak seburuk yang orang pikirkan. Di dalam dirimu terpendam sebuah hati yang putih dan tutur kata yang suci. Kecantikan yang tak ternilai oleh apa pun”, tegas Pesas. “tapi .. bukannya aku seharusnya .. emm .. sudah ..”, Vicky gelagapan. “Mati maksudmu? Haha. Tidak, sayang. Itu bukan hakku. Tugasku hanya menjaga bunga cantik ini dan memberi pelajaran pada orang-orang bermasalah sepertimu dan Leon”. Leon yang ditatap Pesas langsung salah tingkah dan hanya bisa garuk-garuk kepala.
“ampuni hamba, Pesas-God. Hamba mengaku salah”, ucapnya kemudian sambil menghormat. Pesas tersenyum. “Kau seharusnya meminta maaf pada gadis disebelahmu itu”, ucap Pesas sambil tersenyum ke arah Cameli. “Maaf, sobat. Tak seharusnya aku berbohong padamu”, ucap Leon tulus. “Tak apa, yang penting kan kau sudah sadar. Aku akan selalu memaafkanmu kok”, ucap Cameli.
Sesaat kemudian sebuah cahaya keemasan keluar dari tubuh Pesas. “Baiklah, Vicky, Juno, waktunya kalian untuk pulang. Aku akan mengirim kalian melalui cahaya waktu ini”, ucapnya. Vicky dan Juno hanya mengangguk kemudian membalikan badan dan melambaikan tangan ke arah Camelion dan Leon. “Senang bertemu kalian!”, ucap mereka. Vicky-Juno pun melangkah menuju cahaya waktu, tapi tiba-tiba Vicky menghentikan langkah dan menatap Pesas. “Ehmm .. Pesas-God, bisakah kau mengabulkan satu permintaanku?”, tanyanya. Pesas hanya tersenyum sebagai jawaban. “Aku ingin memiliki kejujuran ini selamanya dan .. aku ingin ada pohon di dimensiku”, ucap Vicky. Pesas hanya mengangguk, kemudian Vicky dan Juno kembali melangkah memasuki cahaya waktu.
“Mmm .. Juno, berarti kita pisah ya?”, tanya Vicky ragu. Juno mengangkat salah satu alisnya. “mm .. ya. Kenapa?”. “ehh .. nggak apa”, balas Vicky singkat, namun ia tidak menyadari setetes air mata mengalir. Juno kaget melihat Vicky yang menangis, ia segera mengusap air mata itu. “Kamu kenapa?”, tanya Juno lembut. Vicky hanya menggelengkan kepala dan tersenyum tipis. Juno hanya menatapi gadis yang beberapa waktu terakhir ini mulai mendesak masuk ke dalam hatinya. Setidaknya ini kesempatan terakhir Juno untuk melihatnya. Dan mungkin takkan ada lagi cerita juno bersama Vicky. Mungkin.
í
Vicky bersin seribu kali saat ia sedang membereskan setumpukan album foto milik keluarga di gudangnya. Salah satu alis Vicky terangkat saat melihat sebuah album besar berwarna hijau yang sudah usang tertutup debu yang begitu tebal. Kemudian ia membersihkan debu yang menutupi cover album tersebut. Dahinya merapat saat melihat judul yang tertulis disana ‘Orycons Famizes: Keluarga Orycon’. Vicky yang terheran segera berlari mencari mamanya untuk menanyakan album foto tersebut.
Ia mendapati mamanya tengah membaca buku dibawah rerimbunan pohon sambil menikmati cookies dan tehnya. Ya, sepulangnya Vicky dari Orycon, dimensinya sudah berubah. Tak ada lagi orang-orang aneh dengan helm udara yang ada hanya orang-orang yang tersenyum bahagia dengan tanaman-tanaman dan pepohonan dengan tatanan indah yang menghiasi sepanjang jalan. Tak hanya dimensinya yang berubah. Tapi ia juga, ia telah memiliki kejujuran itu selamanya.
“Ma, Vicky nemuin ini. te ..”, kata-kata Vicky terpotong saat melihat mamanya mengangkat jari telunjuknya dan seketika itu pula salah satu cookies melayang ke arah mamanya. Vicky mengerjap-ngerjapkan mata. “Mama ..”, ucapnya. Mamanya menoleh dan membelalakan mata menyadari Vicky berada disampingnya dan melihat aksinya barusan. “Mama, seorang penyihir?!”, tanya Vicky. Dengan sigap, mama membekap mulut Vicky. “Jangan teriak, nanti ketahuan orang!”, bisik mama. “iya..iya.. tapi mama kok nggak bilang sih?”, tuntut Vicky.  “hehe, ujung-ujungnya kan kamu tahu sendiri tuh”, ucap sang mama yang sudah ketangkep basah. “Oh, iya tadi kamu kenapa cari-cari mama?”. Vicky langsung teringat album foto yang ditemukannya tadi dan langsung menanyakannya pada mama. Singkat cerita, itu adalah album foto keluarga penyihir Orycon. Yah .. sejenis silsilah keluarga lah.
Setelah tahu apa yang ada ditangannya, Vicky melihat-lihat album foto tersebut sambil mendengar celotehan mama tentang orang-orang yang ada disitu. Vicky menghentikan gerakan tangannya. Matanya terfokus pada foto pertama di halaman 49. Ia seperti mengenal sosok itu. “Ma, ini siapa?”, tanyanya ragu.
“Oh itu namanya Juno Christison T.”.
“what? Juno?”, pekik Vicky kaget. “Eh kenapa, Vick?”, mamanya terheran. “Eh, ma .. kalo boleh tau ‘T’nya itu singkatan dari apa ya?”, tanyanya lagi. “Toriyama. Dia itu kakek moyang kamu, Vick”, ucap mama santai. Sungguh berkebalikan dengan Vicky yang shock stadium akhir. Yang bener aja, Juno kakek moyangnya?. K-A-K-E-K M-O-Y-A-N-G??. Iiuucchhh! berarti .. gue pernah suka sama kakek moyang gue sendiri dong?. Uupps!.

***
1(bahasa jepang)ibu
2tidak
3bodoh
4kepalaku sakit


ini adalah cerpen yang aku kirim ke sebuah lomba. dan puji Tuhan aku kalah :) wkwk. just keep reading and leave some comments ! that's so precious to me ^^ arigato gozaimasu. Gie.

i promise !

senin, 21 november 2011.
Hari itu aku menjadi orang yang paling mengecewakan dan yang juga dikecewakan (tapi untungnya nggak paling). aku gagal buat menang :D. ak emang kecewa sedikit, bukan karna ak nggak dapet hadiahnya, tapi karna aku belum bisa banggain ortu. mom .. sorry :| i didn't get that. i never know what the future bring. but i'm sure i'll make her very prouds of me and make her cryin' on a happiness :) wkwk. just let me do my best, waiting for the surprise that i will give to you :) next challenge, i have a war with my final exam!. my term test and try out. oke, i'll make it perfect ! :D haha. let's see in the first place ;) and i'll be there huakakaka

i'm unsuitable to make a wish or hope bcoz i must get the work, right?

Wednesday, November 16, 2011

. . .

nyesek adalah apa yang lagi gue rasain sekarang :D makasih sudah memberiku kesempatan ini :')

Sunday, November 13, 2011

keep fight ! :D

heii my dear :) i'm come back .. haha :D well, i dont have any spirit :/ i dont know. mungkin karna gue nyesek wkwk. because of what ? mm i cant tell u :| i wanna forget it. i just try to be the best for someone who makes me try to be better (smarter, prettier, and more interesting). haha LOL~  maybe it's looks like a joke but i really really did it. i've been tried :p haha kinda a crazy girl #exactly i'm crazy. but, i think he can be my motivator :) he can lead me in the better way. argghhhh .. but i still hide from him and just be a secret admirer :p i'm too afraid wakaka he really really drives me crazy. yeahh .. i just pray for this, may it can bring the best way for me :) i dont know what the future bring. nobody know , huh ?. so i just have to keep tryin' (not for him, but for me ;)) oh man .. xD it's funny i never thought i will be like this. oke then, keep fight Gie ! :D

eh, by the way .. it's november. i still waiting for the result of the competition that i've joined. LMCR !! :O wuuu .. i hope it's the way that God give for me ><" huhu i want to make my parent proud of me. aku deg2an, mam :s #heart beat. okay, maybe this is the short post from me this night. because i've to go to sleep again. before that i must looking for some foods :/ feel hungry! okay, bye :D nite :*

Sunday, November 6, 2011

makasih ya kaka :D

akhirnya LAB Cup selesai. event2 gue udah hampir kelar. gue tinggal nungguin hasil LMCR gue yg msh akhir november nanti. di LAB cup III ini gue ngrasain yang namanya kecewa banget. mulai dari event-permainan gue-sampe sesuatu yg gue liat. wow. bikin gue galau. ohh man .. akhir2 ini gue jadi galau :s btw, bntar lagi gue harus pensiun dance n basket. mamaaaaa .. ini pasti akan hampa!! :O

btw, kbr baiknya. gue lagi ngefans sm kk kls :D just called him kaka. wkwk tapi sumpah gue hopeless. like earth and sky, like stars and sun, like venus and mars, like fire and water. pokok e gitu lah :p gue nggak bisa ngumbar disini. tapi cuma mo ngasih kabar kalo gue bisa ngefans sm org skrg :D itu artinya menuju kenormalan dalam definisi gue :p hihi #wlo dasarnya emg gue normal. cuma yah .. u know me so well lah

senengnya lagi, gue barusan dibilang 'cah cinta' sm slh 1 tmn gue :D wkwk sumpah gue bahagia. akhirnya ... kalo blh alay ni ya, gue ngo hidup gue bakal kyk cwe2 jaman skrg yg cah cinta :p hihi. kalo kamu mau tau, jadi beda itu emang keren and unik, tapi ada waktunya jadi serupa itu bikin bahagia. karna elo akan merasa normal -_____- :p :D haha

tapi nih ya .. gue jadi kyk gak punya semangat gara2 kejadian kemaren malem. :) oh my dear ..
wkt gue bangun tadi, setelah seharian gue tidur-ngiler-tidur-ngiler gue mikir "kapan hidup gue berakhir?" :D haha ini goblok! tpi emg penasaran sih. kapan gue mati? dimana matinya? dengan cara apa gue mati? terus apa rasanya mati? apa yang akan terjadi setelah gue mati? jadi hantu salah gaul? gue nggak bayangin gue jadi kuntilanak kramas ngutang sampo dimana2 --" waktu idup sengsara, waktu mati sengsara pula cuma gara2 sampo. apa gue mati cepet atau masih lama? ato hbs ini gue mati? wkwk gue nggak tau. gue jg nggak tau kenapa tiba2 bisa jadi bahas mati gini. #matih.

disini gue mo berterimakasih sama kaka :D thx kaka sudah mmbuat saya 'melihat' anda. sak karepe meh hopeless opo ora penting ak ngrasake ddi kyo konco2ku :) huaaaa ... mungkin gak ad yg impossible sih. entah waktunya cepet atau lama. tapi semoga aj ni juga terjadi di kaka :) aminnnnnn~ gue berdoa semoga dia juga bukan cuma obsesi gue :p hihi amit2 deh .. semoga tidak.
gue juga di lab cup ngerasain sesuatu yg wow bgt. wkwk. gue ngrasain namanya kehilangan :). gue sempat membuang orang ini, dan skrg dia udah gak ada. gue yang salah. dan udah sepantes e dia sama sodara gue. mereka lebih pantes :) gue nggak mau nyalahin apa yg terjadi :D karna kalo gue nggak bikin salah, gue nggak tau mana yg bener. gue nggak bisa belajar dong. otak gue nggak ngembang dong?. ntar gue nggak guna dong? ntar mak gue gimana? #skip. gak nyambung. so, buat orang yg ngerasa. selamat sekarang kamu udah jadi 'orang yg dikenal banget' kamu udah jadi org yg keren banget. selamat lo dapet mimpi lo :D lo emg pantes, man. yang penting lagi, makasih dan bikin gue sadar :D. gue nggak bisa terus2an merlakuin orang dengan cara ini (yg sebenernya gue nggak bermaksud, gue tu cuma takut sama kalian). udh banyak yang bilang gitu. then, gue nyoba buat berani. makasih lho udah nunjukin kamu berharga, kamu bisa ngo nggak ke aku. itu bikin gue sadar, man :D you rock! :) btw, sumpah gue ngomong gini tulus. hiperbolis? emg kudu hiperbolis :p wkwk
thx kaka, thx mr famous ;)