Wednesday, November 23, 2011

cerpen : Orycon


Orycon.
Malam menjelang. Kegelapan mulai merasuki tiap sudut di Orycon. Leon memandang tajam ke arah matahari yang mulai tenggelam di ufuk timur. Warna merah muda dan ungu tua begitu kontras menghiasi langit. Inilah Orycon, negara sihir yang penuh keajaiban—atau lebih tepatnya keanehan—yang begitu memuja bintang, dan kekuatannya berasal dari rasi bintang Orion. Negara dimana semua benda bisa bergerak sendiri, dimana untuk bepergian kau hanya tinggal menerbangkan dirimu seperti seekor burung tanpa menggunakan kendaraan sihir apapun—termasuk sapu terbang. Tidak, para pylon (penduduk Orycon) bukanlah penyihir yang menunggangi sapu untuk berpindah tempat. Yang benar saja, dimana kau akan menaruh pantatmu? Di gagangnya yang sempit itu? Oh, Tuhan bisa-bisa pantat para pylon mengempis seketika.
Leon mengalihkan pandangannya, matanya kini memasang fokus pada hamparan air luas berwarna kebiruan. “Kita sudah sampai, itu Samudera Poison!”, seru Leon pada Camelion yang terbang disampingnya. Camelion mengangkat kedua alisnya yang kecoklatan. “Mmm .. kau yakin akan mengambil mawar laut perak itu?”, tanyanya ragu. Leon membalas tatapan Camelion dengan dahi yang mengerut. “Ayolah sahabatku, aku ingin melakukan ini juga untuk kepentinganmu. Kau ingin mantra tubuhmu kembali utuh kan?”. Camelion mendesah perlahan. Ia ingat, ia telah kehilangan setengah mantera tubuhnya karena kecelakaan yang terjadi saat ia melawan Owrula, burung hantu raksasa di Hutan Magos untuk mencari tanaman-tanaman bahan ramuannya. Ia juga heran, biasanya Owrula begitu jinak dan penurut tetapi entah kenapa ia bisa menjadi begitu ganas.
Bagi para pylon, kehilangan sedikit saja mantera tubuh sama saja dengan luka pada manusia biasa. Dan kehilangan setengah mantera tubuh? Itu sama saja kau hanya punya setengah nyawa. Camelion telah meminum berbagai ramuan sihir untuk mengembalikan mantra tubuh yang hilang, tapi memang ramuan-ramuan itu hanya bisa memulihkan mantra tubuh Camelion hingga seperempatnya saja. Dan untuk membuat mantra tubuhnya utuh, satu-satunya jalan hanyalah mawar laut perak. Mawar laut perak merupakan tumbuhan yang paling penting bagi Orycon. Mawar itu hanya satu di dunia. Ia menyimpan segala kekuatan sihir yang dapat menyempurnakan mantra tubuh dan kemampuan apapun. Bahkan mawar ini akan menjadikanmu penyihir terkuat sejagat raya jika kau bisa mendapatkannya saat rasi bintang Orion bersinar terang.
“Kau siap?”, tanya Leon saat kedua sosok itu melayang di atas Samudra Poison. Camelion hanya menghela nafas panjang kemudian dengan cepat ia menukik tajam dan menyelami Samudra Poison. Ternyata kau benar-benar siap untuk melihatku menjadi yang terkuat .. haha. Ternyata kau tak sepintar yang ku kira, Cameli. Maaf sobat, mawar itu akan menjadi milikku sendiri dan kamu akan hidup dalam kecacatan tanpa mantra tubuh yang utuh. Leon menyunggingkan sebuah senyum miring dan segera menyusul Camelion.
Dengan mudah mereka segera menemukan mawar tersebut karena saat itu rasi bintang Orion tengah hadir, sehingga mawar laut itu memancarkan sinar berwarna keperakan yang begitu terang. Tanpa basa-basi, kedua pylon itu segera menuju ke arahnya. “wow .. exellentcia!”, mereka seketika menyerukan kekagumannya. Segera Leon mengucapkan mantra yang dibacanya di buku rahasia perpustakaan Odstone yang dicurinya sambil memasukan tangannya menembus portal air yang melindungi mawar itu. Sesaat jemarinya terasa mulai menyentuh tangkai mawar tersebut dan Leon pun memetiknya dengan cepat.
Leon tersenyum puas saat mawar itu kini tengah berada dalam genggamannya. Kekuatan abadi, aku datang, ucapnya dalam hati. “Leon kita berhasil! Mantra tubuhku akan utuh kembali!”, pekik Camelion terharu. Mendengar itu Leon hanya tersenyum angkuh. Camelion heran melihat tingkah laku laki-laki dihadapannya ini. “untukmu? Jangan berpikir seperti itu, bodoh! Haha”
“maksudmu, Le?”
“Kekuatan abadi”, ucap Leon sambil mengelus pelan kelopak bunga mawar itu. Camelion terperangah saat mengerti apa maksud Leon. Ia ingin menguasai mawar itu. Ya ampun! Leon, setega itu kah?. Tapi .. tidak!. Tidak mugkin ia menipu Camelion, mereka kan sudah berteman sejak lahir!. “Hah .. kau kira aku sebaik itu membiarkanmu mengutuhkan mantra tubuhmu? Maaf, tapi aku tak sudi lagi menjadi bayanganmu. Menjadi Leon yang dikenal sebagai sahabat Camelion, bukan Leon si penyihir terpintar dan kuat seperti orang mengenalmu!. Dan kurasa cukup dengan mengelabuimu aku bisa mendapatkan apa yang aku mau”. Camelion tidak bisa mempercayai apa yang didengarnya.”Maaf, Cameli”, ucap Leon lembut dengan nada mengejek.
Sssiinngggg!!!. Tiba-tiba sebuah cahaya menyilaukan datang dan menyinari segala penjuru samudra. Cahaya itu seketika mewujudkan sebuah sosok berbulu emas yang membuat dua pylon ini terkejut sekaligus ketakutan. Pesas. Kuda terbang penjaga mawar laut perak itu kini berdiri didepan Leon dan Camelion. Matanya yang bening menatap mereka dengan penuh selidik. “Ah .. aa-aku. Bukan! Pesas-God, i-ini dia yang ingin mengambilnya!”, jerit Leon histeris sambil melempar mawar itu ke arah Camelion. Camelion bertambah kaget saat bibir Leon mengucapkan kata-kata itu. Belum selesai kekagetannya, seketika tubuh Pesas menyebarkan cahaya kemerahan yang menandakan kemurkaannya. Cahaya itu melesat cepat menuju ke arah Leon dan membelit tubuh jangkungnya. Leon menjerit-jerit tapi tak ada satu suara pun yang keluar dari mulutnya. Ia bisu. Camelion begitu panik melihat Leon, ia ingin memohon kepada Pesas-God untuk melepaskan Leon tapi mulutnya bahkan tak bisa terbuka!.
Tiba-tiba sebuah portal air membungkus tubuh Leon dan seketika itu pula, raga dalam portal tersebut membeku. Tak berkutik sedikit pun. Melihat itu Camelion makin panik. Jangan-jangan Leon sudah ..
“aku masih memberinya kesempatan. Yang bisa menyelamatkannya hanya sosok terpilih dari dimensi lain. Waktunya hanya sampai kelopak terakhir mawar itu terlepas dari tangkainya. Tiap kelopak mawar yang terlepas akan menyerap mantra tubuh anak ini perlahan-lahan. Jadi jangan terlambat dan berhati-hatilah”, jelas Pesas melalui telepati. “tapi siapa orang itu Pesas-God?”, Camelion ikut bertelepati karena mulutnya tetap terbungkam. “Vicky Toriyama”, ucap Pesas. Camelion segera mengangguk dan mengambil mawar yang kelopaknya telah menghitam itu. Kemudian ia menoleh sebentar ke arah Leon sebelum ia pergi. Cahaya merah itu kini tak membelit tubuhnya, hanya berputar-putar di sekitar portal tersebut.
“Tunggu ..”, seru Pesas lagi saat jiwa Camelion akan pergi meninggalkan tubuhnya sementara untuk memanggil orang terpilih itu. Camelion segera menoleh. “Kepalsuan dalam elegi, tutur suci akan kebebasan”
í
Indonesia, 2011. Kediaman keluarga Christison.
Kotak kecil di atas meja kayu antik itu bergetar seketika. Juno yang tengah menikmati sarapan roti bakarnya di ruang makan tempat kotak itu teronggok segera berteriak memanggil ibunya, “Okaasan1, ada pesan sihir!”. Juno Christison T. adalah anak dari sepasang penyihir—yang otomatis membuatnya menjadi seorang penyihir juga. Identitas keluarga Juno yang asli sengaja disembunyikan. Yang bener aja deh jaman sekarang ngaku penyihir?. Dari jaman jebot juga penyihir itu udah kayak najis tralala begono, gimana jaman sekarang? Mati disate satu kampung kali ya?.
 Helena berjalan menuju ruang makan dan mengangkat tangan kanannya. Seketika kotak itu melayang menuju kearahnya. Ia segera menjentikan jemarinya didepan kotak yang kini berada dalam genggaman. Kotak itu terbuka, dan mencuatlah selembar gulungan kertas tua lusuh berwarna kecoklatan. Juno terheran melihat ibunya yang bermimik aneh sambil memandangi gulungan kertas yang melayang itu.
“Okaasan kenapa?”, tanya Juno yang kini telah berada disamping ibunya. Helena hanya menunjuk kertas itu dengan dagunya. Alis Juno terangkat ketika membaca tulisan di kertas itu yang menceritakan sebuah kisah—yang menurutnya seperti dongeng anak kecil—dari Orycon, kampung halaman orang tuanya di dunia sihir. “apa maksudnya? Kita harus membantu Camelion mencari si Vicky itu? Begitu?”, tanya Juno saat membaca kalimat terakhir dalam surat itu. “E-ee, no my son!. It’s your job, now. See? It’s written your name”, Helena menunjuk tulisan ‘Forsis: Juno’ yang artinya ‘untuk: Juno’. “Oh my God, Moms .. but I”
Iie2, Juno!. Kau harus melakukan ini karna ini juga sudah tugasmu menjadi seorang penyihir”, tegas sang ibu. Juno hanya menggeretakan giginya. Tiba-tiba, Helena merentangkan kedua tangannya dan munculah gambar wajah ayah Juno. Nah, inilah yang disebut Juno sebagai 3G-nya para penyihir. “Hei, Max!”, sapa Helena pada suaminya yang berdarah Amerika-Jepang. “What’s up? Aku sedang di kantor, sayang”, ujarnya melalui telepati. “Hmm..I know, but it’s so immportant okay?. Begini ..”, Helena menceritakan semua yang tertulis di surat sihir tadi dan meminta Max untuk menunjukan dimana Vicky berada. Setelah itu, Max segera mengibaskan satu tangannya didepan layar ajaib itu dan munculah pemandangan lain dihadapan Juno dan Helena.
Tempat itu kelihatannya sudah berteknologi super canggih. Disana-sini berdiri kokoh gedung-gedung pencakar langit. Dahi Juno keriting seketika saat mendapati sesuatu yang janggal. “Okaasan, kenapa disitu tidak ada tumbuhan sama sekali?”. Belum selesai keheranannya, Juno melihat banyak orang—eh .. dan robot??! Wow!—berlalu lalang di tempat itu. Kendaraan mereka unik, seperti mobil terbang. Tapi, aneh orang itu seperti memakai helm udara. “apa lagi itu?”, gumam Juno heran. Helena menggigit bibir. “Dimana yang namanya Vicky?”, gumam Helena tak menggubris keheranan anaknya. Tiba-tiba pemandangan didepannya berubah menjadi seorang remaja perempuan berkulit putih dengan rambut sebahu berwarna hitam—yang mereka asumsikan sebagai Vicky. Ia juga memakai helm udara. Aneh, sebenernya ini anak hidup di tahun kapan sih? Masak trend fashion yang lagi nge-in pake helm aneh begitu?. Scene berubah, kali ini pemandangan di depan mereka seperti menceritakan keseharian Vicky. Kedua orang itu menganga lebar saat melihat apa dilihatnya. Mereka tak menyangka bahwa orang-terpilih-dari-dimensi-lain itu adalah seorang remaja pembual kelas paus. Juno pun ngeri sendiri membayangkan ia harus bekerjasama dan menjadi guide pembual cilik itu. “Juno, kau harus berangkat sekarang”, ucap Helena saat tayangan itu habis. Juno hanya membuang nafas.
    í
Indonesia, Tahun 2199.
“Waa!!”, Vicky Toriyama, gadis berusia 14 tahun itu menjerit saat tiba-tiba pusaran angin muncul didepannya dan mewujudkan sesosok remaja seusianya. Ia memandangi cowok itu dari atas sampai bawah. Aneh, orang ini kok nggak pake helmet? Nggak takut mati apa?, batin Vicky. “Lo sapa?”, ucapnya kemudian. “Gue Juno Christison T. Dan gue harus segera bawa elo ke Orycon karena elo adalah ‘orang terpilih’ itu”, jelas Juno. “Tunggu, apa maksud lo bawa-bawa gue ke—tempat apa tadi? Ah, tau lah!—pokoknya gue ogah!”
“Terserah apa kata lo ya, yang penting elo kudu ikut gue sekarang, Vicky Toriyama!”
“kok tau nama gue?”
“gue tau semua tentang elo. Vicky Toriyama, 14 tahun, seorang cewek pembual dan ..”
“gue bukan pembual!!”, protes Vicky. “Itu apa kalo elo nggak bohong? Ha?”, balas Juno telak, Vicky terkesiap mendengarnya. Melihat Vicky yang terus bengong, tanpa buang waktu Juno segera memegang pergelangan tangan Vicky dan membawa mereka menuju Orycon.
í
“Auhhh!!”, pekik Juno dan Vicky sambil mengelus-elus bagian tubuh mereka yang sakit. Pendaratan mereka di Orycon tidak terlalu mulus, berarti Juno memang harus belajar lagi soal mantra yang satu ini. Vicky memandang sekitarnya dengan pandangan aneh. “Lo bawa gue kemana??”, bentak Vicky. “Orycon”, gumam Juno santai. Apaan tuh Orycon?, batin Vicky.
“buat apa lo bawa gue kesini?”. “Karna elo orang pilihan itu dan elo harus nyelesain tugas elo disini”, tukas Juno. Vicky tak mengerti maksudnya. Tugas apa? Orang pilihan apa sih?. “nggak usah nggerutu diem-diem gitu deh. Bawel tau elo tu, ni ya gue jelasin tugas elo apaan”, Juno pun menjelaskan semuanya. Vicky hanya terdiam. Aneh. Malah kayak spy begini. Wuu ..
Kemudian Vicky mengalihkan pandangan. Fokus pandangannya terekat pada sesuatu yang besar dan menjulang tinggi di sepanjang jalan. Benda itu seperti memiliki cabang dan ada sesuatu berbentuk kecil berwarna hijau yang menempel di setiap sudutnya. “itu apa?”, tanya Vicky sambil menunjuk benda yang dari tadi menarik perhatiannya. Juno menyusuri arah yang ditunjuk Vicky dan melongo lebar melihatnya. “Elo Playgroup di DO ya? Pohon aja nggak tau?! Hu! Hidup di jaman kapan sih lo?”, ucap Juno keki. “ehm, tahun 2199”. Juno kaget mendengar ucapan Vicky. Berarti dia tadi itu ke masa depan?. “dan di jamanku nggak ada pohon”, ucap Vicky polos. Juno teringat ia sama sekali tidak menemukan tanaman saat melihat tayangan dari papanya. “kok bisa nggak ada pohon?”, tanya Juno. “Katanya semua itu lenyap karna global warming. Makanya sekarang nggak ada tanaman di tempatku hidup”, jelas Vicky. Juno yang mendengarnya langsung terenyuh. Ia tidak menyangka isu global warming itu ternyata bukan sekedar gosip kacangan saja, tapi ia adalah sebuah bencana dahsyat yang bersiap untuk menghancurkan suatu peradaban juga kehidupan peradaban selanjutnya. “terus, tuh helm apaan?”, tanya Juno lagi. “oh .. ini helmet. Helm udara, kalo nggak pake ini aku nggak bisa nafas”, ucap Vicky.
Mendengar itu, Juno terdiam sejenak. Ia pun kemudian mendekati Vicky dan melepas helm itu. Vicky berteriak-teriak histeris melihat perbuatan Juno. Tapi aksi bar-barnya langsung berhenti saat paru-parunya mendapat pasokan udara yang begitu segar, membuat tubuhnya lebih enak. “Ini oksigen asli, Vic. Dari pohon. Pohon yang bikin oksigen buat kita nafas. Elo jadi lebih bebas tanpa helm ini juga elo nggak akan mati”, seru Juno sambil tersenyum tipis. Vicky ikut tersenyum melihat Juno.
Tiba-tiba, secercah cahaya muncul diantara mereka. Dan kini, sesosok wanita cantik--rambut bergelombang berwarna kecoklatan dan alis berwarna senada yang membuatnya terlihat begitu unik— dengan mawar hitam dalam genggaman melayang didepan mereka. “Camelion?”, ucap Juno yang entah dari mana ia bisa langsung mengenalinya. Camelion hanya tersenyum padanya. “Kalian harus menuju Samudra Poison dan melawan Pesas-God untuk menyelamatkan Leon. Waktu kalian hanya sampai mawar terakhir lepas dari tangkainya. Tiap tangkai yang terlepas akan menyerap mantra tubuh Leon jadi aku mohon cepatlah”, ucapnya sambil memberikan bunga mawar tersebut pada Vicky. “Aku harus kembali ke tubuhku di Samudra Poison. Akan ku bantu kalian dari sana. Ingat, kepalsuan dalam elegi, tutur suci akan kebebasan”. Jiwa Camelion pun menghilang, menyisakan kebingungan diantara Juno dan Vicky. Apa maksudnya ‘Kepalsuan dalam elegi, tutur suci akan kebebasan’?.
Tiba-tiba satu kelopak mawar terjatuh dari tangkainya. “Oh, no! Vicky ayo, kita harus segera berangkat!”, ujar Juno yang kemudian menggandeng tangan Vicky dan terbang menuju ke arah timur, Samudra Poison. “Vicky, kenapa elo bisa menjadi penipu gitu?”, tanya Juno ringan. “Hey, gue bukan penipu!!”, pekik Vicky. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari daratan yang berada dibawah mereka. Dengan cepat mencuatlah akar-akar besar dari dalam tanah yang mencoba menghantam mereka. “Apa yang terjadi??”, teriak Juno. “aku juga tak tahu!”, balas Vicky. Juno melenggak-lenggokan tubuhnya untuk menghindari akar-akar gila itu. “Auhh!!”, teriak Juno saat pucuk sebuah akar menghantam kepalanya. “Vicky!!”, ia segera menukar posisinya dengan Vicky untuk melindungi gadis itu dari keganasan akar pohon. “arrggghh!!”, Juno dan Vicky terjatuh ke tanah.
“Apa yang terjadi sih?”, tanya Juno dalam kesakitannya saat terhantam akar pohon dan membentur tanah. “Gue juga nggak tahu!”, bentak Vicky. “Elo ngomong apa tadi?”. “Gue nggak ngomong apa-apa!”. Sedetik setelah Vicky mengucapkan itu, akar pohon tadi mendekati mereka dan membelit kedua orang itu. Kepalsuan dalam elegi, tutur suci akan kebebasan. Tiba-tiba terdengar bisikan suara Cameli di telinga Juno. Ah, itu artinya!, batin Juno. “Vic, udah elo ngomong jujur aja kalo elo penipu!”, teriak Juno sambil menahan kakinya yang sakit karna terbelit. “Gue udah jujur!”, jerit Vicky sambil memukul-mukul akar pohon yang membelitnya. Belitan akar itu makin kencang. “Vick, Come on!. Say the truth! Kalo nggak ini semua nggak akan berhenti!”. “Apaan sih lo main fitnah orang?! Rese! Gue tu cewek baik-baik, gue bukan penipu. Baka3!!”, pekik Vicky penuh emosi. Setelah Vicky menutup mulutnya, tiba-tiba akar yang membelit kaki Juno mengangkat tubuh cowok itu dan membanting-banting tubuhnya bagai sebuah boneka. Melihat hal tragis didepan matanya itu Vicky menjadi makin panik. Ya ampun! Gue kudu gimana??!!.
 “Oke, g-gue .. penipu!”, ucap Vicky ragu. Seketika itu pula akar itu berhenti menyiksa Juno. Belitan di kaki mereka terlepas dan akar itu ikut lenyap seketika. Vicky heran melihatnya. Kok bisa?. “Kepalsuan dalam elegi, tutur suci akan kebebasan. Elo nggak boleh bohong kalo mau selamat, mungkin itu maksudnya”, ucap Juno saat melihat kebingungan di wajah Vicky. Vicky menoleh ke arah Juno dan memperhatikan cowok itu untuk beberapa saat. “elo nggak apa apa?”. “Atama ga itai desu4”, jawab Juno. Vicky menatap Juno dengan rasa bersalah yang begitu besar. Juno dapat melihat kilatan itu di mata Vicky. Pandangan mereka bertemu. Sesaat kemudian mereka saling memalingkan wajah saat tahu hal itu membuat mereka jadi salah tingkah dan memerahkan wajah mereka.
 “Ayo lanjut!”, ujar Juno. Vicky kemudian memungut mawar yang terjatuh di tanah. “Juno..”, ucap Vicky lirih. Juno menghampirinya dengan heran. “beberapa kelopaknya gugur gara-gara jatuh tadi”, Vicky terlihat hampir menangis sementara Juno hanya bisa menelan ludah melihat kelopak yang hanya tinggal 3 helai itu. “C-calm down, Vic. It’s will be fine, ok?”, hibur Juno. “Sekarang kita berangkat. Nggak usah buang waktu lagi”, ucap Juno.
 í
Camelion menatapi tubuh beku Leon yang di tusuk-tusuk oleh cahaya merah itu. Ia bisa mendengar erangan sahabatnya yang begitu menyedihkan walau mulut itu tetap membungkam. Pasti tangkai mawar itu telah terlepas. Ayolah, Vicky, Juno cepat!, batin Camelion. Beberapa detik kemudian, dua sosok yang dinantinya telah sampai di tujuan akhir mereka. Camelion tersenyum lega melihat kedatangan dua orang itu. Ia menatap Pesas sekilas, ia tetap tenang. Tanpa ekspresi, entah apa yang bermain dalam pikiran penjaga mawar laut perak itu.
Juno dan Vicky kaget melihat apa yang ada didepan mereka kali ini.  Pemandangan yang waw. Camelion yang berdiri membisu, seekor Pegasus besar dengan bulu emas juga seorang anak laki-laki seusia Juno yang terperangkap dalam sebuah portal yang dikelilingi oleh cahaya merah yang berasal dari tubuh si kuda, Leon. Belum kelar kekagetan mereka, tiba-tiba sebuah cahaya merah mendekati Juno, membelit tubuhnya dan mengangkat Juno di sisi kiri Pesas. Juno mencoba menggerak-gerakan tubuhnya namun tak berhasil. Kini Pesas seperti memiliki dua cabang kemurkaannya, Juno dan Leon. Vicky mencoba membuka mulut mencegah perbuatan Pesas tapi tak bisa. Mulutnya seperti terjahit. Ia menatap Camelion dengan bingung dan cemas. “Kau hanya bisa berbicara melalu telepati Vicky. Mulutmu tak akan bisa terbuka”, ujar Cameli. Bagaimana aku bisa bertelepati?? Aku kan bukan penyihir, batin Vicky.
“aku bisa mendengarmu Vicky”, ucap Pesas. Vicky kaget mendengarnya. Namun segera ia menyingkirkan kekagetan itu. “Apa maumu? Kenapa kau menyuruhku kesini? Dan setelah aku datang kenapa kau malah menyiksa Juno?! Dia salah apa?!”, tuntut Vicky dalam telepatinya. “Memang, dia tak bersalah. Tapi kau, gadis pembohong!”, seru Pesas. “Harus kubilang berapa kali aku bukan pembohong?!!”, Vicky membela diri. Seketika itu pula, cahaya merah tadi mulai menyiksa Leon dan Juno. “Vicky!”, jerit Camelion. “Untuk menebus kesalahanmu, kau harus mengorbankan nyawamu untuk menyelamatkan salah satu dari mereka. Atau keduanya akan mati, juga kau!”, ujar Pesas tenang. “H-hei! Kau kira aku takut denganmu? ha? Kau itu yang pembohong. Asal kau tahu saja aku sebenarnya bisa melawanmu dengan mudah. Aku lebih berkuasa darimu, penyihir bodoh!”. Seiring dengan ucapan Vicky, cahaya merah itu makin menyiksa Juno dan Leon lebih lagi. “Vicky, hentikan! Jangan berbohong!”, seru Cameli dalam tangisnya. “Cameli, aku nggak bohong, oke?”, Vicky kembali memandang ke arah Pesas. “Jadi, jangan mentang-mentang elo itu penjaga mawar laut elo jadi sok. Tukang kebun aja belagu!. Ini gue tu majikan elo! see?? Gue lebih berkuasa daripada elo. Nggak usah sok ngancem-ngancem orang deh! Ngatain orang pembohong segala lagi, bisa apa sih elo? ha? Bisa ap ..”. “Vicky hentikan!”, jerit Camelion dalam tangisnya yang makin menderu. Vicky menatap Cameli dengan kesal, namun seketika Vicky langsung mengerti apa maksud Cameli. Mata Vicky menatap sosok Juno dan Leon yang kini bermandikan darah karna siksaan cahaya merah. Air mata Vicky mengalir. “berbohong tak berguna, Vicky”, ucap Cameli lirih. Vicky memejamkan mata dan menggigit bibirnya. Ini salah gue!!!.
Vicky mengangkat kepalanya dan menatap Pesas yang tersenyum tenang. “Pesas-God, aku mohon jangan siksa mereka lagi. mereka nggak salah. Aku pembohong, ya, aku tahu!. Aku pembohong. Aku tak pernah mengatakan sesuatu dengan jujur karna aku memang seorang pembohong. Tapi aku tak pernah berpikir kebohonganku akan mengorbankan orang lain. I was a stupid girl. Ambil saja nyawaku, aku yang bersalah. Biarkan aku yang menanggung, jangan mereka. Jujur, aku tak ingin kehilangan mereka”. Selesai Vicky mengucapkan kata-katanya, terdengar suara petir menyambar. Lalu sebuah cahaya putih dari langit menyelubungi seisi Samudra Poison. Vicky tak tahu apa yang terjadi saat itu. Rasanya ia seperti melayang, entahlah mungkin ini memang waktu ajalnya. Dan inilah yang terbaik, pikir Vicky.
Vicky membuka matanya. Ia terdiam. Ia masih berada di Samudra Poison. Ia menatap ke arah Cameli berdiri tadi. Gadis manis itu masih disana, bahkan tersenyum lebar pada Vicky. Vicky terheran. Ia menyeret pandangannya ke tempat Pesas, Juno dan Leon berada tadi. Ia tak menemukan siapa pun disana. Hatinya langsung digerogoti rasa panik. Namun, tiba-tiba dua buah cahaya keperakan terpancar di depan Vicky dan mewujudkan sosok-sosok yang membuatnya tenang. Juno dan Leon. Vicky menatapi mereka yang kini tak bercela. Tak ada lagi darah yang melumuri tubuh mereka, tak ada portal air yang memenjarakan Leon, tak ada cahaya merah yang membelenggu mereka dan memainkan mereka seperti sampah. Yang ada hanya senyum lebar mereka. Senyum akan kebebasan.
“Vicky”, Vicky menoleh ke asal suara dan mendapati Pesas disana. Di depan Pesas melayang mawar laut perak di dalam portal air yang melindungi kekuatannya. “Pesas-God, kenapa aku ..”, pertanyaan Vicky menggantung. Ia tak tahu apa yang harus ia tanyakan. Karna ada berjuta tanda tanya yang singgah di otaknya. “kau lolos, Vicky. Kau berhasil untuk berkata jujur. Tak hanya itu, kau berhasil menyelamatkan orang lain. Kau telah belajar untuk berkorban, walau nyawa sekalipun. Kau belajar untuk bertanggung jawab atas kesalahanmu. Dan aku memang benar, kau tak seburuk yang orang pikirkan. Di dalam dirimu terpendam sebuah hati yang putih dan tutur kata yang suci. Kecantikan yang tak ternilai oleh apa pun”, tegas Pesas. “tapi .. bukannya aku seharusnya .. emm .. sudah ..”, Vicky gelagapan. “Mati maksudmu? Haha. Tidak, sayang. Itu bukan hakku. Tugasku hanya menjaga bunga cantik ini dan memberi pelajaran pada orang-orang bermasalah sepertimu dan Leon”. Leon yang ditatap Pesas langsung salah tingkah dan hanya bisa garuk-garuk kepala.
“ampuni hamba, Pesas-God. Hamba mengaku salah”, ucapnya kemudian sambil menghormat. Pesas tersenyum. “Kau seharusnya meminta maaf pada gadis disebelahmu itu”, ucap Pesas sambil tersenyum ke arah Cameli. “Maaf, sobat. Tak seharusnya aku berbohong padamu”, ucap Leon tulus. “Tak apa, yang penting kan kau sudah sadar. Aku akan selalu memaafkanmu kok”, ucap Cameli.
Sesaat kemudian sebuah cahaya keemasan keluar dari tubuh Pesas. “Baiklah, Vicky, Juno, waktunya kalian untuk pulang. Aku akan mengirim kalian melalui cahaya waktu ini”, ucapnya. Vicky dan Juno hanya mengangguk kemudian membalikan badan dan melambaikan tangan ke arah Camelion dan Leon. “Senang bertemu kalian!”, ucap mereka. Vicky-Juno pun melangkah menuju cahaya waktu, tapi tiba-tiba Vicky menghentikan langkah dan menatap Pesas. “Ehmm .. Pesas-God, bisakah kau mengabulkan satu permintaanku?”, tanyanya. Pesas hanya tersenyum sebagai jawaban. “Aku ingin memiliki kejujuran ini selamanya dan .. aku ingin ada pohon di dimensiku”, ucap Vicky. Pesas hanya mengangguk, kemudian Vicky dan Juno kembali melangkah memasuki cahaya waktu.
“Mmm .. Juno, berarti kita pisah ya?”, tanya Vicky ragu. Juno mengangkat salah satu alisnya. “mm .. ya. Kenapa?”. “ehh .. nggak apa”, balas Vicky singkat, namun ia tidak menyadari setetes air mata mengalir. Juno kaget melihat Vicky yang menangis, ia segera mengusap air mata itu. “Kamu kenapa?”, tanya Juno lembut. Vicky hanya menggelengkan kepala dan tersenyum tipis. Juno hanya menatapi gadis yang beberapa waktu terakhir ini mulai mendesak masuk ke dalam hatinya. Setidaknya ini kesempatan terakhir Juno untuk melihatnya. Dan mungkin takkan ada lagi cerita juno bersama Vicky. Mungkin.
í
Vicky bersin seribu kali saat ia sedang membereskan setumpukan album foto milik keluarga di gudangnya. Salah satu alis Vicky terangkat saat melihat sebuah album besar berwarna hijau yang sudah usang tertutup debu yang begitu tebal. Kemudian ia membersihkan debu yang menutupi cover album tersebut. Dahinya merapat saat melihat judul yang tertulis disana ‘Orycons Famizes: Keluarga Orycon’. Vicky yang terheran segera berlari mencari mamanya untuk menanyakan album foto tersebut.
Ia mendapati mamanya tengah membaca buku dibawah rerimbunan pohon sambil menikmati cookies dan tehnya. Ya, sepulangnya Vicky dari Orycon, dimensinya sudah berubah. Tak ada lagi orang-orang aneh dengan helm udara yang ada hanya orang-orang yang tersenyum bahagia dengan tanaman-tanaman dan pepohonan dengan tatanan indah yang menghiasi sepanjang jalan. Tak hanya dimensinya yang berubah. Tapi ia juga, ia telah memiliki kejujuran itu selamanya.
“Ma, Vicky nemuin ini. te ..”, kata-kata Vicky terpotong saat melihat mamanya mengangkat jari telunjuknya dan seketika itu pula salah satu cookies melayang ke arah mamanya. Vicky mengerjap-ngerjapkan mata. “Mama ..”, ucapnya. Mamanya menoleh dan membelalakan mata menyadari Vicky berada disampingnya dan melihat aksinya barusan. “Mama, seorang penyihir?!”, tanya Vicky. Dengan sigap, mama membekap mulut Vicky. “Jangan teriak, nanti ketahuan orang!”, bisik mama. “iya..iya.. tapi mama kok nggak bilang sih?”, tuntut Vicky.  “hehe, ujung-ujungnya kan kamu tahu sendiri tuh”, ucap sang mama yang sudah ketangkep basah. “Oh, iya tadi kamu kenapa cari-cari mama?”. Vicky langsung teringat album foto yang ditemukannya tadi dan langsung menanyakannya pada mama. Singkat cerita, itu adalah album foto keluarga penyihir Orycon. Yah .. sejenis silsilah keluarga lah.
Setelah tahu apa yang ada ditangannya, Vicky melihat-lihat album foto tersebut sambil mendengar celotehan mama tentang orang-orang yang ada disitu. Vicky menghentikan gerakan tangannya. Matanya terfokus pada foto pertama di halaman 49. Ia seperti mengenal sosok itu. “Ma, ini siapa?”, tanyanya ragu.
“Oh itu namanya Juno Christison T.”.
“what? Juno?”, pekik Vicky kaget. “Eh kenapa, Vick?”, mamanya terheran. “Eh, ma .. kalo boleh tau ‘T’nya itu singkatan dari apa ya?”, tanyanya lagi. “Toriyama. Dia itu kakek moyang kamu, Vick”, ucap mama santai. Sungguh berkebalikan dengan Vicky yang shock stadium akhir. Yang bener aja, Juno kakek moyangnya?. K-A-K-E-K M-O-Y-A-N-G??. Iiuucchhh! berarti .. gue pernah suka sama kakek moyang gue sendiri dong?. Uupps!.

***
1(bahasa jepang)ibu
2tidak
3bodoh
4kepalaku sakit


ini adalah cerpen yang aku kirim ke sebuah lomba. dan puji Tuhan aku kalah :) wkwk. just keep reading and leave some comments ! that's so precious to me ^^ arigato gozaimasu. Gie.

No comments:

Post a Comment