Tuesday, April 12, 2011

cerpen : 1 .. 2.. 3 .. 4 .. NO! (part 6)

Suasana di tempat itu begitu suram. Dira, Kenny, Bunda dan Valen hanya bisa diam sambil menunggu penjelasan dari dokter tentang keadaan Chika. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Dira kembali ingat dengan kejadian 4 tahun lalu.
“No!!!!!”, Dira menjerit. Badannya yang kecil gemetar. Ia tidak percaya dengan apa yang dia lihat barusan. Chika tergeletak lemas di hadapannya. Badan gadis itu penuh dengan darah. Sementara, mobil tadi meninggalkan Chika begitu saja.
Suara-suara di masa lalunya kembali terdengar. Suara anak-anak kecil yang menanyakan apa yang terjadi. Tapi itu cukup untuk membuat Dira terbeban.
“Chika?? Chika kenapa??”, seru mereka bersautan.
Tiba-tiba dokter yang menangani Chika keluar dari ruangan. Mereka semua menatap sang dokter dengan tatapan penuh harap. “Keadaan Chika masih kritis. Kita tunggu saja perkembangannya nanti. Kami akan berusaha sebaik mungkin untuk menyelamatkan Chika”, jelas sang dokter kemudian berlalu. Masih kritis??. Dira menjadi naik pitam saat mendengar pernyataan dokter tadi. Ia mendorong Kenny sekuat tenaga ke tembok rumah sakit.
“ini semua gara-gara elo!!!”, teriak Dira.
“Dira, jangan memperkeruh suasana!”, ucap Valen sambil menahan tangan Dira yang bersiap untuk meninju Kenny. Dira melepaskan tangannya perlahan. Bener kata Valen, ini akan memperkeruh suasana. Ia menatap Kenny. Cowok jangkung itu hanya terdiam. Di matanya tersirat sebuah penyesalan besar. Ia menatap Bunda, wanita itu tetap tegar walau pun di wajahnya terlukis kekhawatiran yang teramat dalam.
“Bunda mau masuk jagain Chika. Kalian lebih baik pulang dulu ke rumah, Bunda tahu kalian capek. Bunda disini sendiri nggak apa kok”, ujar bunda sambil memamerkan senyum ramahnya pada ketiga remaja itu.
“Valen temenin Bunda dulu ya. Lagi pula mama papa juga masih di Surabaya”, ucap Valen.
“Terserah kamu aja. Lumayan kan bunda dapet temen ngerumpi. Hahaha”.
Ketiga anak itu hanya tersenyum mendengar guyonan bunda. Mereka salut dengan Bunda yang bisa mengontrol emosinya. Beliau tidak egois, beliau tidak hanya memikirkan perasaannya saja.

“Hey, Ken. Darimana aja kamu?”, tanya seorang pria tegap berumur 35 tahun itu pada keponakannya. Kenny hanya menatap pria itu dengan penuh kebencian. Wajahnya yang tegas berubah menjadi heran melihat ulah ponakannya itu.
“Oom jujur deh sama Kenny”
“weitss!. Ada angin apaan nih, Ken?. Kok kamu bisa tiba-tiba ngomong gitu?. Kayak sinetron aja”
Kenny tidak menggubris guyonan Oom-nya itu. “4 tahun lalu ..”, ucap Kenny. Kenny menghembuskan nafas sebelum melanjutkan kata-katanya. “4 tahun lalu Oom nabrak anak kecil cewek?. Umurnya waktu itu kira-kira 9 tahun, dia seumur Kenny. Om yang nabrak dia?? Tabrak lari?”, tuntut Kenny. Oom Kenny merasa heran saat mendengar pertanyaan Kenny. Kenny menatap pria itu dengan tatapan memburu. Terlihat oom-nya sedang berpikir dan mengingat-ingat sesuatu.
“4 tahun lalu ya?”, tanya Oom-nya balik.
Kenny memejamkan matanya. Semoga jangan iya, Kenny mohon oom jangan bilang iya, jerit Kenny dalam hati.
“Mmm .. iya, tapi itu sudah lama banget kan”, ujar si Oom santai. Jeduuuaarr!!!. Kenny merasa dirinya tersambar seribu petir dalam sekejap. Ia merasakan dadanya yang sesak. Lidahnya kelu. Tubuhnya beku. Hatinya terus berontak dengan kenyataan ini.
”Kenapa emang?. Kok kamu bisa tahu sih, Ken?. Om aja udah lupain itu ..”
Lupa elo bilang?!! Dasar setan lu!, maki Kenny dalam hati. Rahangnya tertutup makin rapat. Ia berusaha meredam kemarahannya.
“Heh, ken!. Kok malah diem?. Kenapa sih emang?. Ini kan masalah nggak penting”
INI KAN MASALAH NGGAK PENTING!!!.
“masalah nggak penting oom bilang??!!. Oom tahu nggak? Yang oom tabrak itu temen Kenny. Orang yang paling Kenny sayang. Dan oom pasti juga nggak tahu kalo gara-gara oom tu cewek jadi buta!!!. Pasti!. Karna oom langsung tinggalin dia gitu aja!. Ternyata oom tu gila ya! Bener-bener iblis!!. Om nyadar nggak sih waktu itu dia masih anak kecil. 9 tahun oom!!. Dia baru seumur Kenny waktu itu. Kenny malu punya keluarga kayak oom!!!”, maki Kenny. Emosinya meluap-luap.
“sorry, Ken. Tapi waktu itu oom bener-bener nggak sengaja. Oom waktu itu lagi ngantuk banget. Oom sadar waktu oom ngrasa nabrak sesuatu. Pas oom liat ternyata oom udah nabrak anak kecil. Oom jadi takut dan bingung waktu liat dia udah darahan di sekujur tubuh. Oom nggak tahu harus ngapain waktu itu. Bingung!. Akhirnya oom putusin buat pergi aja daripada oom yang kena masalah.”, jelas sang paman.
“Dasar egois!!!. Dasar elo iblis!!”, teriak Kenny sambil keluar dan membanting pintu.

Dira berjalan menuju rumahnya dengan pikiran yang sungguh kacau. Ini kedua kalinya ia harus melihat orang yang paling disayanginya tergeletak lemas dengan badan berlumur darah. Tepat dihadapannya!. Baru saja ia membuka pintu rumahnya, ia mendengar suara isak tangis. Dahinya jadi keriting. Dira segera menelusuri arah suara tersebut.
“mama ??!”, ucapnya kaget. Ia mendapati wanita itu terduduk lemas sambil menangis tersedu-sedu. Ia mendekati mamanya itu. Pecahan kaca tersebar di sekitar mama Dira. “Ma ..”, ucap Dira lembut. Wanita itu menatapnya. Dira terbelalak saat melihat kepala mamanya yang berdarah. “Mama kenapa??”, tanya Dira gemetar. Mamanya hanya diam. Tangisnya makin menjadi-jadi. Ia pun memeluk putranya itu sambil menangis. Dira hanya terdiam dalam pelukan mamanya. Ia dapat merasakan luka di hati mama. Ini pasti gara-gara papa, batinnya. “k-kamu b-be-besok .. jangan k-kayak p-papa y-ya, Sa-sayang..”, ucap mamanya terbata. Ia memejamkan matanya. Rahangnya mengatup rapat, menahan semua kepedihan hatinya ini. Ia merasa hidupnya begitu hancur. Ia tidak tahan melihat semua ini. Chika dan mamanya. Kenapa orang-orang yang ia sayangi harus terluka pada saat yang sama??. Ya, Tuhan ..

“Sayang?”
“Chika??”
“Sayang!!. Kamu sudah siuman??!”
“Bunda?. Ini bunda?”, tanya Chika lirih saat mendengar suara yang tak asing baginya.
“iya, ini bunda, sayang. Huhh .. Akhirnya kamu siuman”, ucap Bunda lega.
Chika memegangi bagian belakang kepalanya. Ia merasakan ada perban yang terbelit disana.
“Bunda ..”, sapa sebuah suara. “Chika?. Kamu udah sadar??”, ucap suara itu bahagia. Chika mengenal suara itu. Dira. Tiba-tiba kepalanya terasa sakit, sebuah runtutan peristiwa kembali terputar dalam benaknya.
Bbbooogg!!!
“elo kenapa tiba-tiba nonjok gue?!”, teriak Kenny.
“elo tanya kenapa?. Karna oom loe yang udah bikin Chika buta!. Ngerti lo?!!. Chika buta gara-gara oom loe!!”
“elo nggak isa seenaknya ngomong gitu Dir!. Apa bukti loe?”
“Loe mau bukti??!!. Ini mobil jip item yang sama persis sama yang nabrak Chika dulu. Dan plat nomornya sama, Ken!. B 497 A!. gue masih inget sama plat nomornya!”.
“gue nggak tau gimana jadinya kalo Chika tahu semua ini, Ken. Tentang oom loe juga tentang kita berdua yang sebenernya sahabatan”, ucap Dira lemas
Tiiiin!!! Bbbbbbrrrraaagggggggggg!!!!!!!!
Chika memejamkan matanya sejenak. Mencoba untuk mencerna apa yang terjadi padanya. “Dira?”, serunya lirih. Tak ada jawaban.
“Dira?”, panggil Chika lagi.

“mm .. ya?. E-ee kenapa?”, ucap Dira ragu.
“apa yang terjadi sama aku?”, tanya Chika polos.
.“ng-nggak apa, kamu cuma keserempet motor tadi”. Chika hanya diam mendengar jawaban Dira. Ia mengamati Chika beberapa saat. Dira melirik ke arah Bunda. Bunda hanya menatap Dira dengan tatapan ‘tak-tahu-apa-apa’ dan segera pergi meninggalkan mereka berdua. Dira menghembuskan nafas pelan melihat kepergian bunda. Dira mengamati gadis itu lagi, mencoba mencari tahu apa yang ia pikirkan. Tapi, tak ada.
“Kenny yang buat aku buta? Maksud aku oom-nya”. Glekkk!, Dira menelan ludah saat mendengar pertanyaan Chika. Ini saat yang paling dia takutkan. Saat Chika menuntut kenyataan tentang dirinya, Kenny, dan Dira. Ia tak mungkin mengatakan faktanya, tapi ia juga tak mungkin berbohong pada Chika untuk menutupi kenyataan. Kenyataan bahwa oom Kenny yang membuat hidup Chika hancur.
“Dira? Kamu masih disitu kan?”
“iya. Masih, Chik”, balas Dira singkat.
“Dir, tolong jawab pertanyaanku yang tadi”. Kali ini suara Chika terdengar sedikit bergetar. Dira hanya diam. Ia tidak tahu harus bagaimana. Kau tahu rasanya?. Seperti kau terjebak di tepi jurang yang dalam bersama seekor harimau yang siap menyantapmu. Kau hanya punya dua pilihan, loncat ke dalam jurang itu atau mati dimakan harimau. Serba salah!.
“Dira! Tolong bilang ke aku yang sebenarnya”, pinta Chika. Suaranya kian mengiba. “Dira ..”, setetes air mata mengalir di pipi Chika. Ya, Tuhan! Tolong aku, jerit Dira dalam hati. Ia memejamkan matanya, ia tidak kuat melihat Chika menangis. Semoga ini yang terbaik Tuhan ..
“iya”,ungkap Dira singkat. Dira bisa melihat bahu Chika yang langsung turun mendengar pernyataan Dira. Gadis itu hanya diam dan tertunduk. “Chika?”, Dira mendekati Chika, hanya untuk mengetahui keadaan gadis itu. Sesaat kemudian badan Chika bergetar hebat. Gadis itu menangis tersedu-sedu. Dira segera menarik Chika dalam dekapannya. Gadis itu berontak, tapi Dira mendekapnya makin erat. Chika hanya bisa menangis dan berteriak-teriak tidak jelas sambil memukul-mukul Dira dengan sisa tenaga yang dia punya. Dira merasakan jantungnya terhujam berkali-kali seiring dengan tetes air mata Chika. Beberapa saat kemudian Chika menghentikan “aksi”-nya. Ia lelah. Ia terus menangis meratapi kisah hidupnya dalam dekapan Dira. Tiba-tiba ia merasakan tangan Dira mengusap kepalanya dengan lembut.

to be continued :D
hoohooo keep coment y .. sorry udh lama gak post

No comments:

Post a Comment