Friday, June 3, 2011

ryan tears part 2

“Kay, ntar itu tolong seragamnya bawa masuk ya!”
“Sip, kak!”, Kay mengacungkan jempolnya pada salah satu pemain POPDA SMA.
Kayla lolos seleksi tim POPDA, ia di posisi playmaker dalam tim putri SMP. Dan hari ini mereka akan beraksi dalam pertadingan POPDA di kota Semarang. Sebenernya Kay sendiri belum siap karena pertandingan mereka dadakan. Itu pula yang membuat Kay tidak semangat bermain.
Kay segera memasuki GOR tempat mereka akan bertanding sambil menenteng 1 pack seragam yang lumayan berat. Ia berjalan dengan langkah gontai. Sungguh, ia sangat-sangat tidak bersemangat. Ia berjalan menuju tangga sambil melihat pertandingan yang sedang berlangsung. Ia menatap satu-satu pemain. Tiba-tiba, suatu perasaan yang aneh menggerogoti tubuhnya perlahan-lahan. Matanya terpusat pada pemain yang tengah men-drible bola. Ia mengamatinya. Cowok dengan dekker di tangannya, tengah men-drible bola. Orang yang sama, orang yang membuatnya ..
Kay menghapus air mata yang tanpa ia sadari telah menetes di pipinya. Ia segera beralih dari tempat itu dan menuju tribun. Perasaannya kacau, moodnya makin turun. “Ndut, geseran dong”, ucap Kay pada salah seorang teman satu timnya. Yang diminta hanya manut saja. Kay segera duduk dan menghadap ke arah lapangan. Perasaannya tambah kocar-kacir saat melihat ‘orang-yang-membuatnya-menangis-tanpa-alasan’ itu bermain di lapangan. Cara maennya dia .. ya, Tuhan mereka bener-bener mirip, batin Kay. Tiba-tiba, pria bertubuh gempal membuyarkan pandangannya pada pemain nomor 11 itu. Kayla merasa sedikit lega saat coachnya itu datang. Sepertinya ia akan memberi instruksi pada mereka untuk bersiap-siap and blablabla. Dan itu artinya menyelamatkan Kay dari pemandangan larangan ini. “Kalian liat mainnya ini dulu ya. Ntar habis tandingnya ini selesai baru siap-siap”, ujar sang Coach. Ya Tuhan!. Sungguh membantu. Membantu menjerumuskan!.

Tim POPDA Kay langsung kalah. Permainan mereka kacau, apalagi Kay. Ia tidak bisa bermain dengan fokus. Ditambah sejak awal moodnya emang nggak mendukung. Entahlah, perasaan aneh itu sungguh mengganggunya. Ia tak pernah setidak profesional ini. Ia tak pernah kehilangan fokus saat berada di lapangan bagaimana pun keadaan mental juga fisiknya. Tapi ini?. Nggak lazim ..
Kay berjalan menuju lapangan kecil disamping GOR. Ia mengambil salah satu bola di pinggir lapangan itu kemudian bergabung bersama beberapa temannya di tim POPDA cowok yang lagi nge-shoot nge-shoot. Kay mendrible bola itu perlahan. Ia mau melampiaskan semua perasaannya ini dengan basket. Kay mengangkat bola tersebut dan mencoba menembakannya tepat di ring. Gagal. Bola itu nggak masuk. Aneh. Kay mencobanya terus, tapi tetep nggak masuk juga. “Kay, pinjem bolanya dong!”, ucap Rendy. Kay yang sudah frustasi langsung memberikan bola itu pada mantannya. Upss! Hehe, jadi gini. Rendy adalah mantan Kay satu-satunya. Satu-satunya itu bukan karna Kay nggak laku atau sayang banget sama tu cowok. Bagi Kay sih Rendy hanya mantan mainan (dihh, kejem banget deh ngomongnya). Selama bareng-bareng Rendy, Kay nggak pernah serius. Nerima tu cowok aja terpaksa. Karena ia terlalu terobsesi untuk membuktikan pada dirinya yang anti-jatuh cinta ini bahwa ia bisa dengan mudah suka sama cowok dalam konteks lebih dari temen. But, then Kay kecewa juga sama Rendy. Tu cowok egois, tukang ngatur, and possesif. So, it was over!. Dan karna pengalaman itu pula Kayla makin anti jatuh cinta.
“Eh, apaan nih? Wehee .. gue nemu kaos kaki!”, seru Rendy sambil memamerkan sebuah benda hitam dan panjang pada Kay. Kay menatapi benda itu beberapa saat. Ia merasa mengenali benda tersebut. Ya, Tuhan! Itu .. wetss! Tuh dekker mirip kayak punyanya Kelly Purwanto. Huaa!! Pemain idola gue!, batin Kay yang gelagapan saat melihat benda yang tengah diincarnya ada di depan mata.
“Ren, itu buat gue ya? Ya? Plisss ..”
“Yah .. Kay, jangan dong ..”
“pliss dong, Ren. Ya? Come on ..”, Kay mulai memasang tampang melas.
Rendy hanya menghembuskan nafas dan memberikannya pada Kay. Kay segera mengambilnya dengan anarkis.
“makasih ya, Ren”, ujarnya yang kemudian ngibrit masuk ke GOR.
“Eh, Kay! Itu bukan kaos kaki lho! Itu dekker!”, teriak Rendy.
Kay yang merasa terlecehkan langsung berhenti. “Gue juga tahu kalee! Lo kira gue sebego itu??”, ucapnya tanpa menatap Rendy yang ia tinggalkan.

Kay berjalan memasuki GOR sambil menggenggam erat hasil temuannya (eh, temuan Rendy deng) dalam kantong jaketnya. Kay mengamati para pemain yang tengah bersiap untuk pertandingan yang akan dimulai sebentar lagi. Matanya langsung memasang fokus pada sebuah sosok. Pemain nomor sebelas. “shit. Dia lagi ..”, batin Kay. Kali ini Kay memberanikan diri untuk mengamati cowok itu. ia mengangkat salah satu alisnya. Ada yang asing dengan anak itu? berbeda .. bukan maksudnya seperti ada yang hilang dari tu cowok.
Kay menggelengkan kepalanya. Entahlah, ia tidak mau memikirkan hal-hal nggak penting terutama tentang cowok aneh itu. Kay segera menuju tribun dan duduk disebelah temannya. Ia mengeluarkan tangannya dari saku jaket. Tiba-tiba ia merasakan ada sesuatu yang jatuh. O iya, gue lupa gue bawa dekker temuan ini. Haha. Ia segera mengambil dekker itu dan kembali memusatkan pandangannya pada pertandingan yang segera dimulai. Sepuluh orang pemain telah bersiap disana dalam formasi jump ball. Mata Kay tetap memaksanya untuk menatap orang-yang-membuatnya-menangis-tanpa-alasan tersebut, ia pun menyadari sesuatu. Wait, tadi gue rasa ada yang ilang dari tuh anak. Jangan-jangan ni dekker punya dia?. Kay baru ingat orang-yang-membuatnya-menangis-tanpa-alasan itu adalah satu-satunya orang yang ia temui dengan memakai dekker. Kay mencoba memastikannya. Ia mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan memainkan dekker itu di udara. Tu cowok langsung merespon alarm dari Kay. Dia langsung nunjuk-nunjuk ke arah Kay. Oopss! Beneran nih?. “Oh, God sial banget sih gue?”, gumamnya pelan.


udh bc ryan tears part 1 blm ? komen dong .. ya? ya? hehee
arigato gozaimasu :) keep coment and reasing pleasee ...

No comments:

Post a Comment